08. The Lurking Giants
Nora tahu Elias masih ingin membicarakan ini, tetapi sang pasha dengan berbaik hati tak pernah mengungkit lagi. Buku diari Melisa disimpan di suatu tempat yang tak Nora ketahui.
Sudah dua hari sejak kenyataan pahit terungkap. Selama itu pula Nora menyibukkan diri dengan berbaur bersama Suku Avankaya di pasar dadakan. Suatu waktu ia mengobrol dengan dua gadis perawat tentang botol-botol ramuan yang mereka jual. Rupanya para Avankaya sangat berbakat dalam bidang medis dan makanan. Kendati mereka tidak memasak bersama-sama selaiknya Suku Kohl, para Avankaya sanggup menyuguhkan makanan berbeda yang jauh lebih wangi dan berbumbu. Bagi mereka, sesuatu yang secukupnya dan maksimal itu lebih berharga daripada hal yang berlebihan dan seadanya.
Özker masih berkunjung setiap hari ke kediaman tamu, sekadar mengantar makan siang dengan alasan bahwa "memakan terlalu banyak santapan Avankaya akan merusak lidah", yang membuat Elias memutar bola mata tiap mendengarnya. Nora sendiri menganggap pemberian itu sebagai bentuk kasih sayang sang tetua. Ia berusaha keras menyingkirkan pengaruh Joseph pada Suku Kohl.
Walau begitu, muram di wajah Nora tak pernah hilang. Inilah yang membuat Özker teramat curiga. Pada hari ketiga Nora tinggal di samping kediaman pasha, Özker menudingkan telunjuk ke arah Elias.
"Jika Nona Nora bersedih atas perbuatanmu, maka aku akan menghancurkanmu, Pasha." Özker menggeram. "Aku tidak peduli lagi. Jika kau terbukti merusak keajaiban Tuhan kami, maka kau akan menghadapi suku kami."
Nora mencoba memasang senyum setelah itu. "Özker," katanya dengan lembut, "aku hanya merasa lelah karena berulang kali naik ratusan tangga. Dan, bukan, ini bukan kesalahan Pasha. Aku yang meminta untuk tidur di sini, bukan di tenda bawah."
Ucapan Nora berhasil membungkam sang tetua. Elias pun mengangguk pelan di belakang punggung Özker.
Tetua itu lantas pamit dengan ragu-ragu.
"Maafkan aku, Nona," kata Elias. "Tapi bolehkah aku tahu mengapa kau masih bermuram durja? Jika ada yang bisa kulakukan untukmu ... atau jika aku berbuat kesalahan dengan memberitahumu rahasia yang menyakitkan, maka aku meminta maaf sebesar-besarnya."
Jadi, tolonglah—berhenti terlihat seperti itu.
Nora menggeleng. "Aku hanya memikirkan beberapa pertanyaan yang belum terjawab," ujarnya setengah berdusta. Setengahnya lagi memang kejujuran. Ia ingin menanyakan ini kepada Azeli, tetapi penjaga dimensi sialan itu tak pernah muncul lagi. Apakah ada manusia lain yang terlempar kemari sehingga Azeli sibuk?
Tenggorokan Nora tercekat tiap kali akan menyebut orang tua kandungnya. "Joseph dan Melisa lenyap saat aku masih berusia delapan tahun. Tepatnya tahun 1999. Namun mereka terlempar tiga ratusan tahun yang lalu di Tellus. Sementara aku, 22 tahun kemudian, terlempar di masa sekarang. Kenapa perbedaan waktunya jauh sekali?"
Elias mengangguk. "Itu lumrah," katanya. "Berbagai manusia yang datang juga berasal dari era berbeda. Namun satu yang pasti, Nona Nora, bahwa kedatangan mereka kemari untuk menciptakan sebuah perubahan. Sesuatu yang saling membantu untuk menyelamatkan para manusia di sini dari ancaman Götu Dev, atau mempermudah kehidupan."
"Itu berarti," tambah Elias dengan senyum tipis, "kau benar-benar adalah keajaiban bagi kami. Kau diturunkan Tuhan tepat di antara kedua suku yang dilahirkan oleh orang tuamu. Apa pun itu yang akan kaulakukan, aku harap kau membantuku untuk membuat keputusan yang benar."
Nora mengangkat pandangan ke arah kedua mata gelap sang pasha. Sekarang Nora memerhatikan lebih jauh, Elias sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengannya maupun salah satu orang tua kandungnya. Joseph adalah warga Jerman asli. Melisa adalah imigran Turki yang berpindah ke sana saat Joseph melamarnya. Elias, maupun sebagian rakyat, tidak condong pada keduanya.
"Apakah kau keturunan langsung Melisa, Pasha?"
Elias menggeleng. "Keturunan asli Nyonya Melisa dan Tuan Joseph telah lama berakhir pada generasi ketiga, tepat pada perang pertama yang menghancurkan kedua suku ini. Mereka yang tersisa kemudian hidup bersama manusia-manusia tanpa suku, berkembang biak, dan begitulah seterusnya hingga menjadi Suku Avankaya dan Suku Kohl yang sekarang. Jadi, yah, tak ada yang membawa darah mereka selain mewarisi sejarah dan tradisi."
Itu berarti tak ada lagi orang yang berbagi darah dengan Nora di sini. Posisi Nora sebagai keajaiban Tuhan semakin kukuh di mata kedua suku sekarang.
"Selagi kita membicarakan ini ... aku harus mengumumkanmu sebagai keturunan dari nenek moyang kami. Maukah kau menyetujuinya?" tanya Elias lagi. Nora mengangguk ragu-ragu. "Dan, satu lagi, karena posisimu yang begitu penting dan riskan, aku khawatir aku tidak bisa mengembalikanmu kepada Özker."
"Apa?" tanya Nora bingung saat Elias beranjak ke meja tulis. Sang pasha mengeluarkan gulungan perkamen yang masih kosong.
"Kau adalah keturunan nenek moyang kami," ulang Elias. "Itu berarti kau memiliki kelayakan untuk duduk bersamaku dan Özker di ruang pemimpin. Kau memiliki hak suara untuk membuat keputusan bersama kami. Dengan begitu," ujarnya, lalu berhenti sejenak untuk menatap Nora, "kau harus selalu berada dalam pengawasanku. Bukan Özker, yang hanya kepala suku. Tamu penting sepertimu mesti diawasi pasha langsung."
Nora mengatupkan bibir. "Aku tak punya alasan untuk menolak, kan?"
"Tidak." Elias tersenyum. "Kecuali kau bakal sedikit kerepotan untuk menghadapi protes Özker."
Ujung bibir Nora ikut terangkat, kendati senyumnya terasa amat kaku sekarang. "Tidak masalah," katanya. "Aku terbiasa menghadapi protes orang-orang setiap hari."
- - -
Para Avankaya tidak bernyanyi maupun menari. Mereka lebih suka menjejali kuping Nora dengan kisah-kisah penemuan, atau menyodorkan piring-piring kecil berisi sampel masakan mereka tiap ia berkeliling di pasar dadakan. Para Kohl juga tidak mau menyerah. Mereka menjual berbagai kerajinan di tenda-tenda—selimut rajutan, keranjang anyaman, selendang lukisan—dan selalu memberikan Nora sekeranjang penuh setiap harinya.
Edan. Kendati Nora menyukai segala perhatian yang diberikan oleh orang-orang, kenyataannya mereka tengah berusaha berkompetisi untuk memenangkan keberpihakan Nora. Semenjak Elias mengumumkan bahwa Nora dinyatakan sebagai tamu agung—keturunan kedua nenek moyang yang berjasa—hari-harinya dipenuhi dengan hadiah-hadiah.
Dalam sekejap, kediaman kecil Nora penuh sesak dengan hiasan dinding, perkamen-perkamen gulung, keranjang bertumpuk, dan aroma makanan yang bercampur dupa.
Nora terpaksa mengungsi ke ruang kerja Elias kalau merasa mual. Kebetulan ruang kerja sang pasha jarang dikunjungi. Elias lebih suka menjamu tamu-tamunya di ruang rapat karena banyak bantal dan hidangan selalu tersedia di sana.
Hari ini, sepekan setelah pasar dadakan berdiri bersama suku-suku lain, para pemimpin berkumpul untuk saling berpamitan. Nora baru saja kembali dari membantu merobohkan tenda-tenda, serta membawakan keranjang-keranjang berisi sisa bahan makanan untuk ditaruh di ruang penyimpanan kapal induk. Ia tiba di dek delapan dengan—lagi-lagi—keranjang kecil berisi bando rajut buatan Kohl dan sebungkus kue kacang dari Avankaya.
Saat Nora turun dari lift kayu, Özker sedang bersalaman bersama seorang kepala suku lain. Kedatangan Nora membuat ekspresinya mencerah. Ia menyerahkan urusan salam-menyalam kepada Elias.
"Nona," sang tetua menghampiri dengan tangan terentang, bagai ayah yang menyambut anak perempuannya pulang sekolah. Nora meringis lebar.
"Mau kue, Özker?"
Özker nyaris terbujuk, tetapi setelah menyadari bahwa kue kacang itu buatan Avankaya, ia menyipitkan mata.
Sebelum sang tetua mengeluarkan tuduhan, Nora tersenyum. "Siapa tahu kau lapar. Pertemuan panjang pasti menyita energimu."
"Aku baik-baik saja. Kaulah yang telah berbaik hati untuk membantu rakyat kami, Nona Nora. Kue itu ... kue itu untukmu."
"Apa kau sudah pernah mencobanya?" Nora menyodorkan kue itu tepat di depan sang tetua. Özker refleks menarik diri.
"Nona, aku—"
Ucapan Özker terputus ketika terdengar raungan keras. Kapal bergetar.
Ekspresi sang kepala Suku Kohl berubah pucat, secepat para kepala suku yang spontan menghambur.
"Götu Dev!" seorang prajurit melompat masuk dari arah balkon dek. "Ada Götu Dev di atas lembah!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top