g.) D-7

Catatan : chapter ini dirombak (tidak ada kaitannya dengan chapter yang lama).



- Hari minggu -


Setelah mendapatkan informasi terbaru soal serial anime yang (name) tonton, terburu-buru (name) mendatangi sebuah toko pakaian di hari minggu pagi ini.

"Sial, kenapa informasinya keluar secara mendadak," batin (name).

Hari ini, secara resmi sebuah hasil kolaborasi antara toko pakaian terkenal dan sebuah serial anime pendatang baru yang berhasil menarik perhatian banyak orang, diluncurkan.

(Name) tidak ingin ketinggalan hasil kolaborasi yang satu ini, statusnya pun adalah sebuah barang limited karena hanya diproduksi sebanyak 1500 pakaian, untuk setiap negara yang masuk dalam list.

Dari awal pintu masuk toko saja (name) sudah begitu aktif serta kegirangan melihat-lihat koleksi pakaian yang ada, tentu saja yang paling utama adalah hasil kolaborasi tadi.

Terlihat dari bagian tengah sana ramai dikerumuni oleh anak muda yang sekiranya seumuran dengan (name), apakah itu sebuah tanda bahwa titik keberadaan barang yang diincar (name) berada disana?

(Name) tentu tidak ingin ketinggalan untuk memborong barang disana, dengan cepat ia menggerakkan kedua kakinya dan berpindah posisi. Meski tabungannya sudah positif akan menipis, tapi tidak apa jika itu soal kesenangan pribadi.

"Gila, desain baju yang ini cakep banget," gumamnya dalam hati.

Bersenandung ria didalam hati, (name) tidak bisa berhenti memasang cengiran lebar di wajahnya. Tidak heran, karena desain baju dari karakter favoritnya lah yang kini sedang berada dalam genggaman tangannya.

Semakin lincah (name) bergerak untuk merebut koleksi pakaian yang lainnya, mendadak kesenangannya patah karena ukuran yang biasa ia beli telah habis dibeli orang lain.

"Laaah, tinggal size S," ucap (name) penuh rasa kecewa.

"Tapi setidaknya dapat yang ini, tapi yang desain karakter cewenya cakep banget. Duhhh."

(Name) berperang dengan perasaannya sendiri, meski sudah mendapat desain yang benar-benar ia incar tapi rasanya belum puas jika tidak berhasil membawa pulang desain yang lainnya.

"Kalau beli tapi nggak dipake juga rugi sih, tapi limited ini."

Terhitung sekitar lima menit waktu yang (name) habiskan untuk berdiri di depan rak pakaian, sudah (name) putuskan untuk membawa pulang apa yang berhasil ia dapatkan meski masih dilema tidak membawa pulang desain karakter cewe itu.

Dari 5 desain yang ada, (name) dapat membawa pulang 3 desain diantaranya. Berharap ada pembukaan kedua untuk hasil kolaborasi ini, meski rasanya sedikit tidak mungkin.

"Ya sudahlah," ucap (name) pasrah.

Pakaiannya pun dibawa ke kasir untuk dihitung total harganya, terkejut (name) dengan hasil angka yang keluar. Angka 6 diawal nominal, lalu diakhiri dengan angka 90 di tengah dan akhirnya.

Total enam ratus sembilan puluh ribu, uang (name) melayang hari ini. Hasil tabungannya dari tahun lalu kini langsung mencapai kondisi yang menggenaskan.

"Nggak apa, demi kesayangan." (Name) meyakinkan dirinya untuk mengeluarkan uang dari dalam dompetnya. Rasanya susah sekali.

"Ini mba, pake kartu ini saja buat bayarnya."

Suara yang begitu familiar, dengan penuh keyakinan (name) membalikkan arah pandangannya. Benar tebakannya kali ini, orang yang itu benar-benar ada di sampingnya sekarang.

"Loh, Suna?"

"Iya?" jawab Suna.

"Ngapain disi— eh tunggu mba pake uang ini aja bayarnya." Cegah (name) dengan cepat sebelum sang kasir menggesek kartu ATM milik Suna pada alat pembayaran.

"Jangan dengerin mba, pake kartu itu aja." Suna ikut mencegah mbak kasir untuk tidak menerima lembaran uang dari tangan (name).

Yang menjadi kasir membatin dalam hatinya, kejadian seperti ini memang sudah sering terjadi. Tapi, tetap saja rasa tidak enakan selalu timbul untuk hal-hal yang seperti ini. Benar-benar mengancam posisi kerjanya, jika salah mengambil tindakan.

"Udah mbak, pake kartu itu saja."

"Loh jangan, ambil ini aja mba!"

Mbak kasir tersebut bergumam dalam hati. "Semoga pilihan ku benar."

Kartu ATM Suna lah yang terpakai untuk membayar pakaian yang dibeli (name), Suna tersenyum bangga sedangkan (name) kini merasa tidak enakan.

"Woi Suna! dicariin ternyata udah di kasir!" sambar Atsumu dari belakang.

Suna memasang ekspresi masam, baru saja suasananya lumayan damai kini si kembar sudah menampakkan diri mereka.

Osamu berjalan lebih cepat daripada Atsumu, pakaian yang mereka bertiga pilih-pilih sebelumnya ia taruh di meja kasir. Satu pakaian menarik perhatian (name), ah ternyata itu desain karakter cewe yang tadi.

Desain...oh sial itu desain dengan size L. Suna melirik kearah (name) yang sedang fokus memperhatikan pakaian yang baru saja ditaruh oleh Osamu, tersenyum dirinya melihat hal tersebut.

Kasir membuyarkan fokus (name), pakaian untuknya telah terbungkus dengan rapi didalam tas belanja yang cantik.

Diterimanya tas belanja tersebut. "Bentar gue ganti duitnya," ucap (name) yang ditunjukkan untuk Suna.

"Udahlah, nggak usah," tolak Suna.

"Udah kalian minggir cepetan, ini antrian udah mulai kebentuk!" seru Osamu yang sedari tadi memperhatikan Suna dan (name)

Keduanya menoleh, mengiyakan lalu berpindah posisi ke tempat yang lebih leluasa dan tidak mengganggu antrian toko.

"Cok! kartu ATM lo mana?" tanya Atsumu.

"Pake duit lo dulu, nanti gue ganti," ucap Suna lalu kabur dari toko sambil merangkul (name).

"Lah, lepasin anjir." Tepis (name)

"Ye, emang bangsat," marah Atsumu. Dikeluarkannya dompet miliknya dari saku celana. "Totalnya berapa mbak?"

"Delapan ratus ribu, kak," jawab sang kasir.

"Delapan ratus...Samu lu ada duit nggak? gue pas sih...loh mana dia?"

Disitu lah Atsumu sadar, bahwa ia telah ditinggalkan seorang diri.

"Mbak, ngutang dulu boleh? kakanda dapat firasat kudu pulang sendiri, nggak dianter lagi."

"Maaf, nggak bisa kak."




PDKT 7D
SUNA RINTARO










Atsumu cemberut sepanjang jalan, celingak-celinguk tidak juga menemukan wujud dua orang yang pergi bersamanya tadi. Siapa lagi kalau bukan adiknya, Osamu dan teman satu ekstrakurikulernya, Suna.

Terus-menerus ia menggerutu dalam hati, hingga akhirnya kedua indra penglihatannya dapat menemukan orang-orang yang disebutkan diatas.

Semakin jelek ekspresi wajahnya ketika melihat Suna dan Osamu serta ketambahan (name) sedang duduk sambil makan di salah satu tempat makan terkenal di mall ini.

Dihampirinya ketiga orang tersebut. "Woi!" teriaknya yang terdengar oleh pengunjung mall, Atsumu bahkan sudah tidak peduli lagi ketika orang-orang memandangi dirinya berjalan sampai ke tempat Suna.

Osamu terkekeh, mengejek Atsumu. "Akhirnya babu kita datang."

"Babu, babu. Lu babi," sinis Atsumu sambil menarik kursi disamping Osamu berhadapan dengan (name).

Tas belanjaan, Atsumu taruh disamping tempat duduknya. Suna menahan untuk tidak menertawai Atsumu lagi.

"Apa lo nahan tawa?" sinis Atsumu lagi.

"Galak amat, padahal kali ini yang bayar makanan si Osamu."

Bagai tersambar petir, Atsumu mendadak pucat. Belum sampai semenit yang lalu ia mengatai Osamu dengan sebutan babi, kini bagaimana ia akan membujuk Osamu untuk membayar makanannya.

Teringat ia tentang sesuatu yang penting. "EH BENTAR, INI BELANJAAN BAJU LO! BAYAR!" volume suara Atsumu mengagetkan orang-orang yang sedang makan, bahkan ada yang sampai tersedak.

"Berisik lo, depan lo cewe tau."

(Name) diam, merasa tidak nyaman.

"Maaf, gebetan lo tuh banyak gaya bikin emosi."

"Maaf nggak kenal," jawab (name).

"Gila, perih cuy," kata Osamu.

"Iya, Samu. Perih banget," kata Suna.

"Alay," ucap Atsumu.

(Name) menyalakan ponsel miliknya, bermaksud untuk memesan ojek secara online untuk segera pulang ke rumah. Sayang sekali waktunya tidak tepat, baterai ponselnya dalam kondisi low sebentar lagi akan habis.

"Kenapa sekarang sih," batinnya kesal.

"Tenang aja, kan gue antar pulang," ucap Suna enteng.

Atsumu yang tidak peka akan kondisi, mulai mengacau. "Lah, terus kita berdua gimana?"

"Dih, urusan gue? pulang tinggal pulang apa susahnya," jawab Suna.

"Nggak usah, gue pesan ojek aja," sambar (name).

"Handphone lu lobet."

"Sabarkanlah hatiku," gumam (name).

Timbul lah sudah masalah baru untuk (name), handphonenya lowbat hingga tak bisa memesan ojek online. Selain itu, numpang pulang bersama Suna bisa dikatakan adalah pilihan terakhir.

Tunggu sebentar, depan mall pasti akan ada taxi yang menunggu penumpang kan?

(Name) berdiri dari tempat duduknya. "Samu? makasih bayarannya, tapi nanti di sekolah gue ganti uangnya." Lalu ia berjalan terburu-buru, keluar dari tempat makan.

"Lah?" Suna dengan cepat menyusul (name), bukan karena apa, tapi (name) lupa membawa tas belanjaannya.

Tinggal berdua, Atsumu dan Osamu. "Samu, makanan gue?"

"Bayar sendiri."








PDKT 7D
SUNA RINTARO


Nihil, tidak terlihat mobil taxi yang sedang mengganggur. Mungkin efek dari peluncuran kolaborasi tadi dan lagi pula ini adalah hari minggu.

(Name) menghembuskan napas pelan. "Sekarang gimana." Mau berjalan sampai benar-benar keluar dari area mall pun jauh sekali.

"(Name)!" Terdengar suara teriakkan dari Suna.

(Name) tidak menghindar, ia melihat tas belanjaannya dibawa oleh Suna. Rasanya malu juga.

Suna sampai ditempat (name) sedang berdiri, beristirahat sejenak untuk menstabilkan kembali hembusan napasnya.

"Belanjaan lu." Tangan Suna memberikan barang tersebut, (name) menerimanya dengan baik.

"Makasih, tadi enam ratus sembilan puluh ribu kan?"

"Udah dibilang nggak usah."

"Lu jangan gitu lah, nggak enak gue. Ini mahal soalnya."

"Duh, segitu mah masih murah."

Ucapan Suna terasa menusuk untuk (name), memang beda kalau kaya. Harga ratusan ribu terasa hanya seperti puluhan ribu.

"Nggak, nggak, bentar ambil uang dulu."

"Eh (name), dari pada itu. Hasil tujuh hari gue gimana?"

Mata (name) membola, padahal ia sudah lupa soal hal tersebut kini kembali teringat. Bingung dirinya, kalimat apa yang harus ia keluarkan sebagai jawabannya.

Suna diam, menatap lekat (name) yang nampak kebingungan. Terlihat lucu dikedua matanya.

"Jadi?" tanya Suna.

Jujur (name) kurang paham dengan perasaannya sendiri, tidak juga suka namun tidak juga benci, rasanya biasa saja. Pengalaman berpacaran pun tidak ada, hanya sebatas pernah menyukai seseorang tidak lebih dari itu.

"Hm?"

Semakin tidak nyaman (name) karena Suna sedang menunggu jawabannya. Ia tarik lembaran uang merah untuk membayar baju yang dibayarkan oleh Suna sebagai pengalihan topik.

"Nih, ambil dulu."

Suna menyilangkan kedua lengannya didepan dada, tidak mengatakan apa-apa. Hanya terus memandang (name).

Lagi, (name) semakin bingung sedangkan tatapan Suna semakin lekat padanya. "Nih, ambil dulu."

Suna tetap pada posisinya, rasanya (name) mulai frustrasi berselimut salah tingkah. Bagaimana tidak salah tingkah, jika Suna menatapnya seperti itu.

"Jawab dong?"

Gila rasanya.

"Gue."

"Apa?"

Duh, tidak karuan irama jantung (name). Tajam sekali tatapan Suna menatapnya wajahnya, (name) tahu tatapan itu tidak akan berpaling hingga ia menjawab apa yang ditanyakan oleh Suna.

"Suna lo baik, iya baik. Tapi gue nggak tau ama perasaan gue sendiri ke lu."

Suna masih diam, namun tatapannya sudah tidak setajam tadi.

"Lalu?" ucap Suna.

"Hah?" bingung (name).

"Jadi, gue ditolak nih?" tanya Suna.

"Perasaan gue biasa aja, Suna."

Kembali suna terdiam.

"Oke, haha makasih buat jawabannya."

Suna berbalik badan, berniat kembali ke tempat Atsumu dan Osamu sedang berada.

(Name) belum melepas genggaman uang di tangannya, hatinya sedang sibuk berdebat dengan otaknya. Rasanya aneh, bingung, entah harus bagaimana ia, semuanya tercampur aduk.

"Suna!"

Yang dipanggil menoleh. Memang belum jauh dirinya dengan (name).

"Mau dicoba jalani aja dulu?"

Suna kembali, berjalan mendekati (name).

"Jalani? jadi gue diterima nih?"

"Mungkin?"

"Hmmm, coba ucapin aku pacar Suna."

"Lah?"

"Jadi diterima atau nggak?"

"Nggak tau?"

"Gimana sih."

Ingin sekali (name) berteriak sekencang mungkin, se-bingung itu dirinya pada perasaannya sekarang.

"Coba bilang," ucap Suna.

Sudahlah, (name) pasrah sebelum merasa semakin dibuat gila. "Aku pacar Suna." diucapkan dengan suara yang cukup kecil.

"Ulang dong," goda Suna.

"Aku pacar Suna."

"Haha, lagi," goda Suna sekali lagi.

(Name) kesal. "Udah lah, anjing kesal gue."

Suna tertawa terbahak-bahak, wajah (name) sudah merah efek dari salah tingkah.

"Resmi dong?"

"Serah deh, mau pulang aja gue asli." Terlihat dengan jelas (name) lelah.

"Iya, tunggu ya ambil mobil. Aku antar pacar pulang ke rumah." Suna memasang senyuman lebar.

"Astaga," batin (name), merasa malu mendengar kata-kata Suna.

(Name) sendiri juga tidak percaya pada dirinya, berani ia mengajak Suna untuk mencoba menjalani hubungan yang dikenal dengan pacaran.

Walau sebenarnya itu juga karena adanya dorongan dari sikap Suna yang menyudutkan dirinya, hingga pada akhirnya (name) mau mengiyakan.

"Aku...pacar Suna?"


















- Hari minggu, selesai. -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top