➵ D-6
Warning!
• Terdapat kata kasar
• Long chapter (2K word)
- Hari selasa. -
Sekarang adalah jam pembelajaran salah satu mata pelajaran yang lumayan digemari oleh para murid terutama murid laki-laki, yaitu penjaskes atau bisa disebut olahraga. Materi yang [name] dan kawan-kawan akan praktikkan adalah bulu tangkis.
Barisan dibagi menjadi 6 bagian, 3 untuk laki-laki dan 3 untuk perempuan. Masing-masing barisan terdiri dari 4 orang murid. Semua murid fokus memperhatikan arahan yang diberikan oleh guru, gerakan pemanasan mulai dilakukan dengan diiringi suara hitungan dari para murid.
Beberapa detik yang lalu, sorot mata Akagi tak sengaja melihat sosok [name] yang sedang fokus melakukan pemanasan. Semburat merah tipis mulai menjalar di pipi Akagi. Bagaimana tidak, pakaian olahraga milik [name] sedikit kebesaran untuk tubuhnya yang lumayan mungil itu. Sadar fokusnya mulai teralihkan, dengan cepat Akagi menggelengkan kepalanya.
''Imut, aku ingin melihatnya lagi,'' batin Akagi.
Saat Akagi mengalihkan pandangannya, kedua matanya malah menangkap sosok Rieyu yang sedang melirik tajam kearahnya. Kebetulan sekali posisi Rieyu berada dibarisan kedua bersampingan dengan [name]. Akagi mendecih dengan pelan, tatapan tajam ikut keluar dari ujung matanya.
Dengan sengaja Rieyu menganggu [name], tangan kirinya ia gunakan untuk menepuk pelan leher [name]. Seketika fokus [name] teralihkan, [name] melirik kearah Rieyu yang sedang tersenyum tipis itu. Tangan kanan [name] bergerak dan mencubit pelan perut Rieyu.
''Jangan menganggu,'' bisik [name].
Rieyu terkekeh, ''Iya-iya,'' balasnya.
Interaksi singkat tersebut berhasil membuat Akagi merasakan kobaran api cemburu yang begitu luar biasa, tak henti-hentinya Akagi mendidih didalam hati. disisi lain Tomat yang posisinya berada tepat dibelakang [name] hanya mengeluarkan ekspresi yang sangat datar, dirinya sudah lelah menghadapi [name].
Pemanasan selesai, aba-aba baru pun diberikan oleh Pak guru. Lawan main para murid ditentukan oleh urutan nomor absen, tentu saja perempuan akan mendapatkan lawan main perempuan dan laki-laki dengan laki-laki.
''Pak guru memerlukan dua murid mengambil alat untuk praktik di gudang, ada yang mau?'' tanya Pak guru.
Rieyu langsung mengangkat tangan kanannya dan tangan kirinya ia gunakan untuk mengangkat tangan [name]. ''kami berdua Pak,'' jawab Rieyu.
[name] terkejut, Akagi pun sama. Sedangkan murid lain malah heboh, Tomat sendiri hanya diam dan tak beraksi apa-apa.
''Dasar pasangan baru.''
''Heum dasar, sudah berani nebar keserasian.''
''Apa-apaan pria dan wanita ke gudang berdua.''
Dan masih banyak lagi lontaran yang diucapkan para murid untuk Rieyu dan [name]. [Name] menunduk malu, padahal ia tahu dengan jelas bahwa hubungan mereka hanya sebuah kepalsuan. Akagi sendiri makin merasa panas mendengar perkataan murid-murid lainnya.
''Sudah-sudah, nak Rieyu dan [name] silahkan ambil alat praktiknya ya. Ini kuncinya," ucap Pak guru.
Rieyu pun pergi mengambil kunci tersebut dari tangan Pak guru, lalu berjalan pergi menggandeng tangan [name] secara tiba-tiba, membawanya pergi menuju gudang. Tindakannya itu membuat beberapa murid berteriak, bahkan teriakan mereka masih terus terdengar dari kejauhan membuat Rieyu tersenyum sumringah yang tidak disadari oleh [name].
"Sepertinya ada yang cemburu." Tomat menepuk pelan bahu Akagi.
Dengan reflek Akagi melihat kearah Tomat sambil kearah belakang. "E-eh? si-siapa yang cemburu?"
"Akui saja, melihat Rieyu didekat [name] membuat emosiku naik. Kau tahu kan Rieyu itu kasusnya sangat jelek?" Arah pandang Hana terkunci pada punggung Rieyu yang makin terlihat menjauh itu.
Akagi diam, ia lebih memilih untuk duduk dibawah pohon yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kerumunan kelasnya itu. Disusul oleh Tomat yang ikut duduk dibawah pohon bersama Akagi tetapi dengan jarak yang agak berjauhan.
=^._.^=
"Kau tak perlu sampai seperti ini, kita kan hanya berpura-pura," Tutur [name], melepaskan tangannya yang digenggam oleh Rieyu.
Rieyu tersenyum licik. "Bukankah caraku itu bagus? Kau ingin Akagi cemburu bukan?"
[Name] menggembungkan pipinya. "Aku hanya memastikan tahu!"
"Memastikan apa?" tanya Rieyu.
"Ah sudahlah, kau tak perlu tahu," jawab [name].
Mereka berdua sampai didepan pintu gudang tersebut, Rieyu pun mengambil kunci yang sebelumnya diberikan oleh Pak guru. Membuka pintu gudang tersebut lalu masuk kedalam, disusul [name] dari belakang.
"Uhuk! haaa gudang ini lumayan berdebu," ucap Rieyu, tak suka dengan kondisi gudang ini.
[Name] terus berjalan, dirinya sama sekali tak peduli dengan Rieyu yang sibuk mengomentari keadaan gudang ini.
Rieyu tersenyum licik sesaat melihat [name] yang sibuk mencari keberadaan alat-alat untuk praktik bulu tangkis, ia berjalan mundur lalu menutup pintu gudang.
[Name] yang menyadari pintu gudang ditutup pun langsung bertanya. "Kenapa ditutup?"
"Silau," jawab Rieyu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.
Sama sekali tak ada rasa curiga sedikitpun dibenak [name], ia hanya fokus mencari keberadaan alat-alat yang akan digunakan untuk praktik.
Rieyu berjalan mendekat kearah [name]. "Ehm, jadi aku sedikit penasaran."
"Penasaran tentang apa?" [Name] sama sekali tak mengalihkan pandangannya.
"Kenapa, [name] bisa suka dengan si rangking atas itu."
"Rangking atas?"
"Akagi, dia mendapatkan rangking 2 saat semester 1 bukan?"
"Iya. Kau tak perlu tahu, bukan urusanmu."
Bukan ini jawaban yang diinginkan oleh Rieyu, darah mendesir merangkak naik ke wajahnya. Ia makin mempercepat langkahnya menuju ke tempat [name] berada.
[Name] yang baru saja ingin berbalik mencari alat praktik ditempat lain pun dikejutkan dengan Rieyu yang sudah berada dibelakangnya.
"Apasih? bikin kaget tau nggak!" Pekik [name].
Rahang Rieyu mengeras, ia benar-benar tak suka dengan sikap [name] yang seperti ini. Tatapan tajam dilayangkan membuat [name] bergidik takut, melihat hal itu membuat Rieyu mengukir senyum licik diwajahnya.
Kaki kanannya mulai maju secara perlahan, dengan relfek [name] memundurkan badannya karena takut. [Name] sama sekali tak menyadari jika ketakutannya itu yang menarik perhatian Rieyu.
Setiap langkah maju dari Rieyu adalah langkah mundur untuk [name], sampai pada akhirnya punggung [name] bertemu dengan tembok membuat dirinya terpojokkan. Dengan cepat [name] langsung berlari kearah samping kanan, Rieyu terlambat sedetik untuk mengurung [name] dengan tangan kanannya.
Sayang sekali keberuntungan tidak berpihak pada [name], ia terjatuh karena kedua kakinya saling bertabrakan. Tubuhnya tak sengaja menabrak lemari tua, membuat sebuah kaleng cat kecil jatuh kearah kakinya.
"Akh!" [Name] meringis kesakitan.
Rieyu tertawa renyah, ia berjalan secara perlahan menuju [name] yang sedang terbaring sambil memegangi kaki kirinya yang sakit karena baru saja kejatuhan kaleng cat.
"Bagus, tetaplah pada posisi seperti itu."
=^._.^=
"Akagi-kun, apa kau tak merasa aneh?" Hana mulai memecah keheningan.
"Aneh? tentang?" Bingung Akagi.
"[Name] lama sekali, gudang tak terlalu jauh bukan?" Tomat mengganti posisi duduknya, dari menyilangkan kaki menjadi posisi duduk tegap.
"Entah, aku mendapatkan firasat buruk." Akagi menjatuhkan pandangannya.
"Mau pergi untuk periksa?" ajak Hana.
Akagi menjawab dengan cepat. "Tentu, aku merasa khawatir."
"Pffft," ejek Tomat.
Akagi tiba-tiba merasa malu. "H-hei, jangan tertawa!"
Mereka berdua izin untuk pergi memeriksa [name] dan Rieyu, sudah 15 menit mereka pergi menuju gudang yang letaknya tak begitu jauh dari lapangan. Mustahil jika rasa curiga tidak muncul dibenak Tomat.
Akagi memilih untuk berlari, ia sungguh khawatir dengan [name]. Sedangkan Tomat hanya berjalan dengan tempo yang lumayan cepat.
Tak perlu waktu lama untuk Akagi sampai ke depan gudang, hatinya makin merasa tidak nyaman saat sampai. Dengan ragu ia mencoba untuk membuka pintu gudang tersebut.
"Terkunci?" batin Akagi.
Tanpa pikir panjang, langsung saja Akagi menendang pintu gudang tersebut. 4 tendangan sudah cukup untuk membukanya.
Akagi kaget bukan main, tatapan matanya bertemu dengan kedua mata Rieyu yang tampak menindih sesuatu. Barang-barang di gudang menutupinya.
"Waw, ada pengganggu disini." Sungguh terlihat dengan jelas, kalau Rieyu tak suka dengan kedatangan Akagi.
"Apa maksudmu? dimana [name]?" Akagi masih sabar.
"Hmmm, entahlah. Ah begitu ya, barang-barang di depanku menutupinya dan suaranya tak terdengar karena aku tutup pakai tanganku ya~."
Tak ada jawaban dari Akagi, ia hanya berjalan mendekat. Sampai akhirnya ia mengetahui apa maksud Rieyu.
Tak ada lagi kata sabar, emosi mulai menyelimuti Akagi. Tepat didepan matanya ia melihat [name] berada dibawah tubuh Rieyu sedang menangis dengan pakaian yang nampak begitu kacau.
Pakaian milik [name] terangkat hingga bagian perut, membuat bagian perut milik [name] terekspos. Tangan Rieyu berada didepan bibir [name] yang membuat [name] tak dapat bersuara sama sekali.
"Brengsek!" Sedetik kemudian, sebuah pukulan mendarat di pipi kiri Rieyu.
Rieyu tersenyum mengejek. "Hanya segitu?"
Ia bangkit dari posisinya, membuat [name] terbebas dari kukungan Rieyu. Dengan cepat [name] mencoba untuk bangun, tapi nihil ia susah untuk berdiri karena kakinya yang terluka.
"Aw," Ringis [name] kesakitan.
Fokus Akagi berpindah kepada [name]. "[Name]!" Akagi mendekat kearah [name].
"Cih, hahaha. Pangeran yang khawatir kepada tuan putrinya? menggelikan."
Bugh
Hantaman keras mengenai bagian belakang kepala Akagi, membuat Akagi linglung untuk beberapa saat.
"Dasar bajingan pengganggu suasana." Emosi Rieyu meningkat.
Satu pukulan kembali Rieyu berikan, Akagi berhasil menghindarinya. Tangan kanan Akagi dengan cepat menahan pukulan tersebut, lalu tangan kirinya ikut memegang tangan Rieyu. Dengan sekuat tenaga Akagi berhasil membanting Rieyu.
"Sialan." Rieyu memegangi punggungnya yang merasa kesakitan.
Akagi berdiri, mengusap pelan bagian belakang kepalanya yang terkena hantaman.
Belum sempat ia memberikan tendangan kepada Rieyu, teriakan dari Pak guru sudah terdengar dari depan pintu gudang.
"Berhenti sampai disitu!"
Akagi dan Rieyu langsung mengalihkan pandangan mereka kearah pintu gudang, Rieyu mendecih dan Akagi hanya diam.
"[Name]!" Teriak Tomat, ia berlari menuju [name] yang sedang duduk sambil terisak pelan itu. "Apa yang terjadi?" Ia memeluk tubuh [name].
"Ri-rieyu, hiks. Ia mencoba untuk, hiks. Huwaaa," tangis [name] pecah didalam pelukan Hana.
Akagi yang mendengar [name] dengan cepat melirik tajam Rieyu, kedua tangannya ia kepalkan kuat-kuat.
"Rieyu, kamu ikut saya. Jelaskan semuanya di ruang BK," jelas pak guru.
Sebelum Rieyu pergi, ia mengukir sebuah seringai tipis dan tatapan tajam untuk Akagi.
Akagi tak peduli, ia pergi menghampiri [name] dan Hana yang sedang duduk didekat lemari tua itu.
Akagi merasa bersalah, harusnya ia datang untuk mengecek lebih awal. Jika saja ia tidak terlambat, maka keadaan [name] tak akan seperti ini. Menangis dengan keadaan yang sangat kacau.
"Tunggu, kakimu terluka?" tanya Akagi.
[Name] melirik Akagi sekilas, lalu kembali membenamkan kepalanya di pelukan Tomat. "Iya." Suaranya begitu serak.
[Name] bergidik kaget, tubuhnya tiba-tiba diangkat Akagi ala bridal style. Reflek kedua tangannya ia kalungkan dileher Akagi. "Turunkan aku!" perintahnya.
Akagi diam, wajahnya nampak begitu serius. Langkah kakinya begitu cepat. Ia tak menggubris [name] yang terus meminta untuk diturunkan.
Sekitar 5 menit [name] terus mengoceh minta untuk diturunkan dengan suaranya yang serak itu, ia tersadar bahwa Akagi membawanya pergi menuju UKS.
"Permisi," ucap Akagi memasuki ruang UKS. Padahal ruangan ini sedang kosong karena pengurus UKS baru saja dipanggil ke ruang BK.
[Name] didudukkan diatas kasur UKS yang kosong, dengan cepat Akagi mengambil kotak P3K.
"Aih, tak ada air es disini?" Akagi mengacak rambutnya frustasi.
[Name] hanya bingung dengan apa yang sedang dilakukan Akagi, ia hanya memilih diam memperhatikan.
"Tunggu disini, aku akan segera kembali," ucap Akagi, lalu melesat pergi keluar dari UKS.
[Name] mengangguk pelan, mengelap air matanya yang mulai kembali berjatuhan. Jujur, ia sangat takut. Gudang akan menjadi mimpi buruknya mulai hari ini.
Beberapa saat kemudian Akagi kembali, ia terlihat ngos-ngosan. Tangannya penuh dengan beberapa barang, mulai dari botol minuman dingin, sekotak tisu basah dan kering, jaket klub voli miliknya, sebuah roti dan susu kotak.
Akagi menjatuhkan barang-barang yang ia bawa disamping [name], lalu ia kembali bergerak untuk mengambil beberapa barang lagi. Kain kering bersih yang berada didekat lemari obat dan sebuah baskom kecil kini berada ditangannya.
Akagi lalu mengambil sebuah kursi pendek, menaruhnya didepan kaki [name] lalu ia mendudukkan dirinya diatas kursi tersebut.
Botol minuman dingin tadi dibuka, lalu isinya dituangkan kedalam baskom kecil yang baru saja ia ambil. Kain bersih tadi ia taruh kedalam baskom yang sudah terisi air dingin lalu memerasnya.
"Lipat celana mu, bagian kirinya saja," perintah Akagi.
[Name] tak menjawab, ia hanya mengikuti apa yang Akagi perintahkan.
Kain yang sudah diperas tadi kini mulai Akagi usapkan dipergelangan kaki [name] yang terluka.
"Aw," ringis [name], rasanya benar-benar menyakitkan.
Tangan kiri Akagi menuntun kedua tangan [name], tangan kanan [name] ia taruh dipundak bagian kanannya dan tangan kiri [name] berada dipundak bagian kirinya.
"Remas saja pundakku jika kau merasa sakit atau tidak cakar saja," tutur Akagi. Ia mulai mengompres pergelangan kaki [name].
[Name] yang merasakan rasa sakit luar biasa dengan reflek memegang pundak Akagi dengan begitu keras. Akagi tak marah, selama [name] dapat menyalurkan rasa sakitnya.
"Sakit...," lirih [name].
"Maaf, ku mohon untuk tahan sebentar saja. Oke?" Pinta Akagi.
Setelah mengompres kaki [name], Akagi memperbanyak dengan sangat hati-hati agar [name] tak merasa kesakitan.
"Selesai," Akagi merasa puas dengan hasil kerjanya, kaki kiri [name] sudah diperban dengan rapi.
Tangan Akagi kembali bergerak, pertama ia memakaikan jaket miliknya kepada [name]. Lalu ia membuka kotak tisu yang ia beli dari kantin, mengusap sisa air mata [name] dan seluruh wajah [name] dengan tisu.
Setelah beres, ia lalu memberikan roti dan sekotak susu untuk [name]. "Makan ini, lalu aku antar pulang," ucapnya.
"Terima kasih." [Name] mengambil roti dan sekotak susu tersebut dari tangan Akagi.
Akagi tersenyum lebar saat melihat [name] mulai memakan roti yang ia berikan, [name] yang makan dengan tenang merupakan pemandangan tersendiri untuk Akagi.
"Aku ambil surat izin dulu, lalu ku antar pulang oke?" ucap Akagi dengan senyuman hangat, tangannya mengelus kepala [name] dengan lembut.
- Hari selasa, selesai. -
Chapter ini tidak mendapat revisi, jadi mohon maaf jika banyak kesalahan kata dan terdapat beberapa kata yang sulit untuk dipahami.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top