➵ D-4
- Hari minggu. -
Akagi menatap datar handphone miliknya. Suara musik yang terdengar sedih itu memenuhi setiap sudut kamarnya, notifikasi yang terus bermunculan dilayar handphonenya sama sekali tak disentuh.
Sudah dari kemarin Akagi seperti ini. Berdiam diri dikamar, mengacak rambut dengan kasar, berguling kesana kemari, berteriak kesal, sampai berbicara kepada dirinya sendiri.
Ia masih mengingat dengan jelas kejadian di Sekolah tadi, kedua matanya dengan jelas mendapati sosok [name] sedang bergandengan tangan dengan murid laki-laki.
Keduanya saling bersenda gurau, nampak seperti pasangan yang serasi. [name] bahkan tersenyum dengan cerah di hadapan laki-laki tersebut.
Hatinya merasa iri, sampai detik ini pun Akagi tak pernah diberikan senyum seperti itu oleh [name].
Hal menyakitkan yang paling Akagi ingat adalah ketika [name] berkata bahwa laki-laki tersebut adalah pacarnya.
Flashback
Akagi terdiam, badannya terasa seperti batu. "[Name]...?"
[Name] mengalihkan pandangannya, kedua pasang matanya saling terkunci dengan tatapan mata sendu Akagi.
"Iya, kenapa?" Ekspresi yang sebelumnya terlihat kaget kini telah beralih menjadi ekspresi datar diikuti dengan nada suara yang selaras.
Suara Akagi tertahan, rasanya ia tidak mampu untuk mengeluarkannya. "Ehm...i-itu teman...mu?"
"Bukan, dia pacarku."
Flashback end.
"Setiap tindakan pasti ada risikonya." Akagi menutup wajahnya dengan bantal.
Suara musik tadi tiba-tiba berhenti, tergantikan oleh suara nada dering telepon. Tangan kiri Akagi mencoba untuk mengambil handphone yang berada di ujung kasur tersebut.
Diangkatnya panggilan telepon itu. "Halo?"
"Halo, ini aku Shinsuke." Mendengar nada datar yang khas itu membuat Akagi terbangun dari kasur.
"Ah ya? Apa Shinsuke-san perlu sesuatu?"
"Apa kau masih sedih?"
"Ehm, begitulah."
Akagi tersenyum kecut, baru kali ini ia merasakan sakit hati yang amat mendalam.
"Keluarlah, aku sudah ada didepan rumahmu."
Akagi tersentak kaget, dengan buru-buru ia berlari keluar dari kamar menuju ke halaman depan rumah.
"Shinsuke-san sudah berapa lama berdiri disini???" Akagi merasa tak enak, membuat seseorang menunggu itu tidak sopan.
"Tenanglah, aku juga baru sampai." Shinsuke menyodorkan sebuah kantong plastik yang berisikan buku-buku pelajaran. "Aku tau kau sedang sedih, mungkin dengan belajar fokus mu bisa sedikit teralihkan."
=^._.^=
Jam di dinding menunjukkan pukul 2 siang, sudah sekitar 4 jam Shinsuke dan Akagi belajar. Sudah begitu banyak kertas cakaran yang berhamburan di lantai dan juga meja ruang tamu.
"Bagaimana bisa aku lupa dengan rumus ini, sebelumnya aku bisa menjawab soal ini dalam 5 menit." Akagi sibuk menggerakkan pulpennya itu diatas kertas.
"Sudah ku ingatkan agar tidak terlalu fokus terhadap [name], pelajaran lebih utama saat ini." Nada bicara Shinsuke masih sama seperti biasanya, terkesan datar.
Akagi berhenti menggerakkan pulpen tadi. "Soal [name]...."
"Jika faktanya memang seperti itu, maka ikhlaskan lah. Jika kalian memang ditakdirkan, ia pasti akan datang kepadamu dengan sendirinya."
Akagi tak bisa berkata-kata, ucapan Shinsuke memang tidak salah. Dirinya hanya bisa menerima fakta yang ada.
"Mungkin kata-kataku akan membuat mu kembali merasa sakit hati, tapi aku penasaran."
Menarik, ini bukan Shinsuke yang biasanya. Baru kali ini Akagi mendengar Shinsuke berkata bahwa ia penasaran tentang sesuatu.
"Kenapa harus [name]?"
Akagi langsung memahami apa yang dikatakan Shinsuke. "Aku sendiri juga tak tau, mungkin ini yang orang-orang sebut sebagai cinta pertama?"
"Begitu ya." Shinsuke menghela napas sesaat.
"Aku pernah membaca sebuah tulisan, bahwa menyukai seseorang itu hanya berlangsung selama beberapa bulan saja. Jika sudah lebih dari itu, artinya kau mencintainya." Shinsuke menampilkan sebuah senyuman tipis diwajahnya.
"Benarkah? Aku sudah menyukai [name] selama 1 setengah tahun...." Akagi nampak berpikir. "Itu...artinya...aku mencintai [name]?!"
Kedua pipi Akagi tiba-tiba berubah menjadi merah jambu, tubuhnya mendadak menjadi kaku.
Akagi menutup wajahnya yang memerah itu dengan kedua tangannya, Shinsuke sendiri hanya diam menyaksikan tingkah laku Akagi yang menurutnya seperti perempuan.
Shinsuke merasa sedikit tidak nyaman, tiba-tiba saja ia merasakan ada sesuatu yang bergerak di tangan kanannya.
Ia menoleh dan mendapati seekor rubah kecil sedang bermain sambil mengelus-elus kan bulunya yang halus itu ditangan Shinsuke.
Diangkatnya rubah kecil tersebut. "Kau memelihara rubah?"
"Ah...rubah itu ditemukan oleh [name]." Akagi menggaruk pipinya canggung. "Rubah itu terluka lalu aku menawarkan diri untuk merawatnya."
Rubah tersebut dipangku oleh Shinsuke, tangannya dengan lembut mengelus rubah kecil itu. "Kau memberikannya nama?"
"Iya."
"Namanya?"
"[Last name]."
Shinsuke tersenyum tipis, tangan miliknya masih setia mengelus rubah itu. "Itu cinta, bukan rasa suka lagi."
"Seperti itu ya...." Perlahan tapi pasti, sebuah senyuman manis muncul diwajah Akagi.
"Aku...." Shinsuke menghentikan ucapannya, dirinya ragu untuk mengatakan hal ini.
"Ada apa?"
"Aku belum lama ini juga...bertemu dengan seorang wanita."
"Eh?! Shinsuke-san?"
"Kenapa kau terkejut? bukankah ini hal biasa yang bagi laki-laki?"
"Errr...maksudku, rasanya sedikit aneh jika Shinsuke-san yang membahas seorang wanita."
"Benarkah?"
"I-iya. Ehmmm...apa Shinsuke-san memiliki perasaan kepadanya?"
"Akan ku ceritakan sedikit."
=^._.^=
Kipas dinyalakan dengan kecepatan tinggi. Didalam kamar bercat warna biru muda itu, terdapat dua orang perempuan yang saling duduk berhadapan satu sama lain diatas kasur.
"Sudah ku katakan untuk tidak gegabah bukan?" Ini sudah yang kesekian kalinya Hana menghela napas.
[Name] menidurkan kepalanya diatas bantal. "Aku tidak gegabah, rencana ku ini sudah matang!"
"Jadi, bisa jelaskan rencana aneh mu kali ini nona [name]?" Dari raut wajahnya saja, sudah terlihat jelas kalau Tomat sedang menahan emosi.
"Ih! ini bukan rencana aneh tau!" [Name] melempar pelan bantal kecil yang berada disampingnya kearah Tomat.
Dengan cepat, kedua tangan Tomat menangkap bantal kecil tersebut. "Ya ya terserah."
"Aku ingin tahu reaksi Akagi saja, kemungkinan juga saat ini ia merasa kalau itu hanya bohongan."
"Tapi memang bohongan kan?"
"Iya sih. Lalu? aku harus bagaimana."
Kesabaran Tomat habis. "ASTAGA [NAME] BUKANKAH KAU BARU SAJA MENGATAKAN KALAU RENCANA MU ITU SUDAH MATANG?!"
[Name] terdiam, sudah lama sekali ia tak melihat Tomat marah sambil berteriak seperti ini. "Bu-bukan gitu."
"BUKAN GITU APANYA? GINI YA KAMU SUKA AKAGI, AKAGI SUKA KAMU. KALIAN TINGGAL JADIAN! RIBET!"
"Dengerin du-."
"DAN KENAPA HARUS MILIH SI RIEYU BUAT DIJADIIN PACAR BOHONGAN?! RUMOR TENTANG DIA ITU Nggak BAGUS TAHU!"
"TOM—."
"UDAH YA, AKU PULANG AJA. CAPEK AKU NGASIH SARAN, KALAU DALAM WAKTU DEKAT INI KAMU MASIH AJA LABIL KAYA GINI, JANGAN MINTA SARAN SAMA AKU LAGI."
Tomat mengambil tas miliknya, dengan cepat ia melangkah pergi keluar dari kamar [name].
"IIIIHHHH KOK GITUUU! MAAAAT!"
- Hari minggu, selesai. -
R
ieyu : original character milik author.
Apakah itu bisa disebut clue?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top