➵ D-2

- Hari jumat -

Akagi merasa sangat frustasi saat ini. Dirinya terduduk lemas, makanan dihadapannya pun tak disentuh sama sekali.

Bagaimana tidak? Saat ia hendak mendekati [name], selalu saja ada yang menghalangi.

Saat digerbang sekolah tadi, Akagi hendak membetulkan tali sepatu [name] yang terlepas. Tapi, [name] malah menyadarinya lebih dulu dan memperbaiki tali sepatunya sendiri.

Saat pembagian kelompok, Akagi awalnya sekelompok dengan [name]. Tapi, pak guru tiba-tiba mengubah daftar kelompoknya. Jadilah Akagi terpisah kelompok dengan [name].

Akagi hendak memberikan jaket klub voli miliknya kepada [name] yang bajunya basah karena kran air yang bocor ditoilet wanita. Tapi, Tomat sudah lebih dulu memberikan jaket klub tenis miliknya. Ingin sekali kesal pada Tomat, tapi Akagi sadar dirinya juga akan melakukan hal yang sama jika temannya memiliki kejadian yang serupa.

Akagi menarik napas kasar, jika seperti ini terus bagaimana bisa dirinya akan dekat dengan [name]?

"Akagi-san tampak lesu, ada apa?" tanya Atsumu.

Akagi terdiam, tak ada niatan didalam dirinya untuk bangun dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Atsumu.

"Kalau kau sakit, pulanglah." Shinsuke menepuk pundak Akagi pelan.

Akagi masih diam tak bergeming sama sekali.

"Sepertinya ini soal [name]." Ucapan Aran menarik perhatian yang lain.

Shinsuke, Aran, Omimi, Atsumu, Osamu, Suna dan Ginjima saling bertukar pandang satu sama lain.

Omimi tertawa, "Oh, ahahaha Akagi sedang dilanda kegalauan karena cinta."

Akagi bangun. "Itu tak lucu, Omimi-san." Wajahnya cemberut, tapi ada sedikit semu merah dipipinya.

"Kau tak perlu malu, itu hal wajar ketika seseorang sedang jatuh cinta." Omimi kembali memberikan komentar.

Suna sepertinya mengerti apa yang sedang dialami senpainya itu. "Akagi-san terhalang sesuatu ya? terkadang hal itu memang terjadi. Saat aku mencoba untuk berpacaran pun, Nao menghalangi kami dengan mencoba menjauhkan kami."

Osamu mendadak tertarik dengan percakapan yang sedang berlangsung ini. "Oh, jadi Nao dimana sekarang?"

Suna menghela napas, mengacak rambutnya pelan. "Orang tuanya memindahkannya, aku tak tau secara rincinya. Intinya dia sudah tak bersekolah disini."

Mereka terus berbincang-bincang, membahas tentang pengalaman mereka dalam mendekati perempuan. Kecuali, Shinsuke Kita, Ojiro Aran, dan Omimi ren. Atau lebih tepatnya anak kelas 3 sama sekali tak memiliki pengalaman dalam melakukan hal tersebut.

"Akagi-san harus sedikit bersabar, moment untuk bersama itu munculnya dimana saja dan terkadang tidak diduga sama sekali." Osamu memberikan saran terakhirnya, karena waktu istirahat telah usai.

Para anak kelas 2 pun lebih duluan pamit untuk ke kelas masing-masing. Anak kelas 3 yaitu Aran dan Omimi juga ikut pamit untuk kembali ke kelas.

Menyisakan Shinsuke dan Akagi yang masih setia duduk dikantin itu.

Shinsuke melirik Akagi sebentar, lalu berdiri ingin pergi ke kelas juga. "Semuanya tak bisa berjalan sesuai keinginan, tetaplah berusaha."

Shinsuke pun pergi meninggalkan Akagi sendirian.

"Ugh, tapi aku ingin segera dekat dengan [name]."

=^._.^=

Selesai istirahat hingga pulang sekolah, semua terasa hampa dan membosankan bagi Akagi. Seharian ini dirinya tak bisa mendekati [name] sama sekali.

Ia memutuskan untuk pulang ke rumah sendiri, tak seperti biasanya jika ia pulang pasti bersama anak kelas 3 yang lainnya.

"Haaah, sirna sudah harapanku." Gerutunya.

Akagi sibuk mengomel dalam hati karena harinya yang kacau ini, hingga ia tak sadar jika ia baru saja berjalan melewati [name].

"Oh, sudah kuduga kau akan menyerah secepat itu."

Suara tersebut terdengar tidak asing ditelinga Akagi, segera saja ia membalikkan tubuhnya.

Kedua matanya melihat [name] yang sedang berjongkok, tangannya memegang seekor rubah yang kakinya terluka.

[Name] menatap Akagi sinis. "Kalau tak ada urusan lagi pergilah."

"Eh? E...eh? Ah! Itu errr...." Akagi menundukkan kepalanya, merutuki dirinya sendiri karena bersikap aneh didepan [name].

"Apa? Bicara yang benar dong."

"Ah, apa rub...rubah...itu terluka?" Akagi gugup diluar kendalinya, masih tidak menyangka akan bertemu dengan pujaan hati saat ini juga.

"Iya, kakinya terluka."

"Biar ku bantu mengobatinya."

"Eh, kau membawa perban?"

Akagi diam, dirinya baru sadar jika didalam tasnya hanya terdapat alat-alat tulis dan buku yang ia gunakan untuk belajar. Wajar saja, dia berasal dari kelas 3-6, saat ini juga sudah tahun terakhirnya di Sekolah dan akan segera menempuh ujian kelulusan.

Hening untuk sesaat, hanya terdengar suara hembusan angin yang membuat daun-daun di pohon berjatuhan.

"Haaa, sudahlah." [Name] berdiri, memeluk rubah tersebut.

"Aku saja yang membawanya pulang, rubah itu akan kurawat!" teriak Akagi, membuat [name] menghentikan langkah kakinya.

[Name] berpikir. "Kau yakin bisa merawatnya?"

"Iya."

"Yasudah kalau begitu, akan ku bawa rubah ini sampai rumahmu. Aku juga sekalian pulang."

"Eh?" Akagi mematung, otaknya seakan berhenti untuk bekerja.

Ada satu pertanyaan yang muncul dalam benaknya. "Rumah kita sejalur?"

[Name] tetap berjalan. "Wah, padahal aku sering melihatmu menyiram bunga dihari minggu."

"Eh?! Benarkah?" Akagi berlari kecil, menyamakan jaraknya dengan [name]. "Aku tak tau kalau rumah kita searah.

"Hm." jawab [name] singkat.

Hening melanda kedua orang tersebut. [Name] masih setia memeluk rubah yang terluka itu, sedangkan Akagi diam memikirkan topik yang tepat untuk dibicarakan bersama [name].

"[Name] selalu pulang sendiri?"

Basa-basi pertama dari seorang Akagi hanya dibalas sebuah anggukan kepala dari [name]. Menandakan pertanyaannya tak menarik sama sekali.

Akagi kembali berpikir, mencari topik yang mungkin akan dapat menarik perhatian seorang perempuan.

Diingatnya kata-kata dari adik kelasnya Atsumu.

"Berikan saja kata-kata rayuan, semua perempuan menyukai hal itu."

Akagi mempersiapkan diri untuk memberikan sebuah kata rayuan untuk [name], jujur saja ini akan menjadi moment pertama dimana Akagi memberikan sebuah gombal kepada perempuan. Ayolah, Akagi ini sifatnya ceria dan memberikan kesan positif, baik pada teman laki-laki ataupun perempuan. Tapi yang satu ini berbeda, ini tentang perasaan, lagi pula ini juga tentang gombalan. Meski sudah sering melakukannya bersama anak-anak voli sebagai bentuk candaan, tapi juga harus dibawa serius rasanya sangat aneh untuk dirinya.

Akagi menarik napasnya pelan. "[Name] itu seperti udara di pagi hari."

[Name] menahan untuk tidak mengeluarkan suara tawanya. "Menyejukkan, iya kan?"

"Eh...kenapa kau bisa tahu?" Akagi nampak sedikit kecewa.

"Entahlah, karena gampang ditebak."

Percobaan basa-basi kedua Akagi gagal. Ia kembali memikirkan sebuah topik yang bagus untuk dibahas.

Sampai-sampai dirinya tak sadar jika ia dan [name] sudah sampai didepan rumah miliknya.

"Ku titip rubah ini kepadamu, akan ku jenguk jika ia sudah sembuh." [Name] memberikan rubah tersebut kepada Akagi.

Akagi bersabar, mungkin hari ini keberuntungan memang tidak berpihak kepada dirinya.

"Kalau begitu aku pamit."

Akagi terus memandangi [name] yang berjalan pulang. Sedikit lagi [name] akan benar-benar menghilang dari pandangannya.

"USAHAMU SUDAH LUMAYAN, KU TUNGGU LAGI USAHAMU DIESOK HARI. AKAGI-KUN!" teriak [name] dari kejauhan. Ia menampilkan sebuah senyuman kepada Akagi.

Akagi terbelalak kaget, dirasa kedua pipi dan telingannya mulai terasa panas. Dipeluknya rubah itu.

"Hari ini tidak buruk juga." Sebuah senyuman manis terukir diwajahnya.

Degup jantungnya yang cepat itu bertahan hingga ia masuk ke kamar miliknya.

"AAAAAAA AKU SANGAT SENANG!"

Disaat yang bersamaan, [name] membenamkan wajahnya diatas bantal. Kaki miliknya bergerak kesana kemari.

"AAAAAAA, TIDAK! AKU BAHAGIA!"





- Hari jumat, selesai. -





Palaku nge-stuck, ngak bisa mikirin yang uwu uwu. (#'Д')

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top