#36. Debat


Malam itu mereka berbaring di ranjang yang sama. Bercengkrama satu sama lain menceritakan apa yang mereka alami seharian ini.

Awalnya Keyla melarang Farel untuk naik ke ranjang. Takut kalau cowok itu melewati batas. Tapi Farel benar-benar meyakinkan kalau mereka tidak akan macam-macam.

"Cuma tidur sambil peluk doang kok. Lagian nggak ada Tante Fina."

"Tetep aja, nggak boleh, Rel. Nanti yang ada kamu kebablasan. Kita kan belum sah."

"Lagian Kamu nunda-nunda mulu."

"Aku belum siap."

"Kamu raguin aku?"

"Bukan gitu. Aku masih banyak tanggungan. Harus melunasi semua hutang-hutangku, cicilan motor, dan akhir tahun ini, sewa rumah sudah mau habis."

"Biar aku yang lunasi. Bilang kamu butuh berapa?"

"Rel, ini tanggunganku. Aku nggak mau libatin siapapun."

"Keyla..."

"Rel, aku nggak mau orang-orang hanya menilai aku sebagai pembawa beban."

"Nggak akan ada yang menganggap kamu kayak gitu."

"Tapi aku yang ngerasa kayak gitu."

"Aku ini laki-laki normal, Key. Apa kamu nggak mikir gimana rasanya nahan sesuatu setiap deket kamu. Mangkanya aku pingin cepat-cepat nikah sama kamu, biar kamu bisa bebas aku kendalikan di atas ranjang."

Jantung Keyla berdebar-debar. Kata-kata Farel terdengar cukup vulgar. Ia tahu maksud arah pembicaraan Farel. Mereka sudah sama-sama dewasa. Jelas mengerti perihal seks dan semacamnya.

"Aku menahan semua untuk menghargai kamu." lanjut Farrel lagi.

"Tapi kamu nggak melampiaskan ke cewek lain?"

"Enggak. Aku mau kamu orang yang pertama."

Keyla sedikit tidak percaya dengan kata-kata Farel. Rasanya mustahil kalau Farel tidak pernah main sama cewek sebelumnya. Apalagi dia mantan Nessa, cewek secantik itu mana mungkin Farel tidak tergoda.

"Kalau aku mau lakuin sekarang, kamu mau bersedia?" Farel menatap Keyla sambil menahan getaran di hati. Ia yakin pasti Keyla menolak. Sebab tidak hanya sekali dua kali.

Mereka bertatapan. Keyla tidak tahu lagi cara menolak permintaan Farel. Tapi dia memang tidak bisa melakukan itu sekarang.

"Aku nggak mau."

"Aku bakal pake pengaman."

"Lagi datang bulan." Keyla berbohong. Farel tahu Bulan ini Keyla sudah kedatangan tamu merah di tanggal awal.

"Jadi kapan bisa dihalalin? Kalo nolak terus lama-lama aku bikin kamu hamil dulu."

"Tunggu sewa rumah habis."

"Kapan?"

"Kan tadi aku bilang penghujung tahun."

"Masih 4 bulan lagi?"

"Ya gimana lagi."

"Masih lama, Key? Lagian hubungan kita udah serius. Banyak orang di luar sana yang melakukan ini sebelum mereka sah." Entah kenapa Farel masih ngotot

Keyla menggeleng. Ia akan tetap pada pendirian.

"Aku janji nggak akan main kasar."

"Please Rel, hargai aku. Nanti aja kalo kita udah sah." Mata Keyla memancarkan permohonan.

Entah kenapa Farel merasa kecewa. Tiba-tiba sedikit memberi jarak di antara mereka. Lalu ia duduk dan memunggungi Keyla.

"Rel."

Farel tidak menyahut. Padahal ia yakin laki-laki itu pasti mendengarnya.

"Rel, kamu marah?" Keyla menyentuh punggung Farel, namun cowok itu masih bergeming.

Tiba-tiba Keyla merasa bersalah. Namun, bukan berarti Keyla Harus menyerah diri saat ini juga.

"Kalo kamu emang nggak bisa nunggu aku, kamu boleh pergi ke Diskotik malam ini. Di sana banyak kok yang ngelakuin dengan suka rela."

Keyla juga memunggungi Farel. Tidur di pinggir ranjang dengan berbalut selimut. Hatinya sedikit terluka saat tahu Farel marah karena Keyla menolak keinginannya. Padahal tadi ia janji tidak akan macam-macam. Laki-laki memang tidak bisa dipercaya sepenuhnya.

Farel sendiri tidak percaya Keyla mengucapkan itu dengan jelas. Apa dia rela kalau Farel melakukan dengan perempuan lain.

"Bisa-bisanya kamu ngomong gitu?" Ucap Farel dengan emosi meluap-luap.

"Aku nggak berhak buat ngelarang kamu. Kamu boleh lakuin itu sama orang lain." Keyla tetap pada posisinya, tidak bergerak sama sekali.

"Mendengar kamu ngomong kayak gini tuh buat aku yakin kalo selama ini kamu emang nggak pernah tulus cinta sama aku."

"Loh? Kok kamu bisa mikir sampe gitu?" Keyla makin emosi.

"Terus kenapa kamu nyuruh aku main HB sama cewek lain? Segitu nggak ada harganya aku di matamu?"

Tidak disangka, ucapan Farel menciptakan luka di hati Keyla.

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Tanpa pamit, Farel pergi dari rumah Keyla.

Keyla menangis sesenggukan sepeninggal Farel. Bisa-bisanya mereka bertengkar karena masalah Keyla yang ingin menjaga kehormatannya.

Apa salah jika Keyla menolak keinginan Farel. Toh mereka belum jadi suami istri.

Kalau Farel sakit hati dan merasa Keyla tidak pernah mencintainya, maka pria itu salah menduga. Keyla hanya tidak bisa mengatakan secara terbuka. Bahkan saat cemburu dengan Nessa, ia hanya bisa marah.

*****

Setelah kejadian malam itu, mereka tidak lagi bertemu lebih seminggu. Mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing. Tidak pernah chat dan menelepon untuk bertanya lagi apa atau sudah makan apa belum.

Tiba-tiba saja mereka saling menjauh.

Pola pikir mulai tidak karuan. Rasa curiga dan semacamnya memenuhi kepala mereka.

Tidak ada salah satu dari mereka yang memulai untuk menyadari kesalahan masing-masing. Keegoisan sudah menguasai keduanya.

Keyla menduga ini hanya cara Farel untuk menghindarinya secara perlahan. Nessa sudah ada di kota yang sama. Farel punya kesempatan besar jika ingin kembali dengan mantan pacarnya itu.

Sore, sepulang kerja ia berencana menemui Hendery. Kata sang atasan, Hendery mengundurkan diri. Tapi bagaimana mana mungkin Hendery mendadak resign. Bukankah ia sudah bertahun-tahun jadi Barista di Cafe ini?

Keyla berkali-kali menelepon nomer Hendery, tapi Keyla lupa kalau sekarang cowok itu tidak punya HP.

Sekarang Keyla mendadak dibuat cemas oleh sahabatnya. Dengan rasa khawatir Keyla mendatangi rumah Hendery. Namun ia menemukan hal yang membuat Keyla semakin kecewa akan kenyataan.

Pada Pagar rumah Hendery, tertulis jelas bahwa rumah sudah terjual.

Keyla tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini ia dan Hendery jarang bertemu. Hanya gara-gara cowok itu sekarang tidak punya HP, padahal mereka bisa bertemu langsung.

Hendery tidak pernah bersikap seperti ini. Jika ia punya masalah kenapa ia tidak pernah menceritakannya?

"Hen... Lo masih ada di dalam, kan?"

"Hen...  Kalo emang ada di dalam, bukain pintu. Gue pengen ketemu!"

"Lo kenapa jadi ngejauh dari gue sekarang? Salah gue apa sama elo?"

Keyla seperti orang gila yang bicara pada pintu. Lalu di detik berikutnya, tiba-tiba ia menangis. Air mata berlinang membasahi pipi.

Aroma asap rokok tercium dengan jelas.  Sejak tadi Keyla memiliki firasat jika Hendery masih ada di dalam sana. Tapi kenapa Hendery tidak mau keluar untuk menemuinya.

Apa yang membuat Hendery begitu menjauhinya? Sebesar apa kesalahannya?

"Hen...  Bilang kalo gue ada salah. Jangan bikin gue kayak gini."

Sambil mengesampingkan perdebatan beberapa hari lalu, Keyla menelepon Farel, siapa tahu dia bisa membantunya.

Namun panggilan tidak terjawab.

Sekali,
Dua kali,
Sampai tiga belas kali panggilan tidak juga diangkat.

Keyla semakin frustasi. Farel tidak bisa diandalkan saat ini.

"Kalian berdua sama aja!" teriaknya dengan intonasi tinggi disertai isak tangis. Memukul pintu dengan keras sebelum ia beranjak pergi dari Rumah Hendery.

Nyatanya di balik pintu itu, Hendery memang ada di dalam. Menghabiskan ber botol-botol alkohol dan juga beberapa puntung rokok berceceran di lantai.

Ia bahkan tau dengan jelas kedatangan Keyla baru saja. Hanya saja ia tidak mau terlihat kasihan di depan Keyla. Tatapan Hendery memancarkan kekosongan belaka. Hatinya kembali tergores oleh sayatan ketika mengingat kenyataan bahwa Keyla benar-benar tidak bisa dimiliki.

Ia meringkuk kedinginan di atas lantai, bermodal alas kain yang sangat tipis. Kondisinya amat sangat menyedihkan. Seolah-olah ia memang menyerah akan hidupnya yang sudah tidak punya harapan.

Penjualan rumah kecil yang Hendery tinggali hanya cukup untuk membayar semua hutang beserta bunganya. Tidak ada sisa sama sekali barang sepeser pun.

Besok ia sudah harus angkat kaki dari rumahnya. Kini Hendery menjadi tunawisma. Entah kemana ia membawa sisa hidup yang ia miliki. Ia tidak bisa menjadi Hendery dikenal oleh Keyla lagi.

Anggap saja Hendery sudah mati....

Hendery tidak mau terlihat menyedihkan di hadapan Keyla.

Keyla tidak perlu tahu kini ia sudah hancur sehancurnya.

Tentang hidupnya, dan juga perasaanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top