#35. Gengsi
Farel berjalan terburu-buru mengejar Keyla. Ia tahu saat ini Keyla kesal karena hadirnya Nessa secara tiba-tiba. Perasaan Farel jadi kacau. Nessa yang lama menghilang tiba-tiba muncul dan terang-terangan mengaku rindu dan mengatakan kemungkinan mereka bisa kembali bersama.
Kalau saat ini ada yang bertanya apa ada sisa perasaan yang tertinggal, ia pun juga tak tahu. Apakah perasaan untuk Nessa belum sepenuhnya padam? Farel tidak pernah berharap Nessa kembali lagi. Dalam hidupnya saat ini ia sudah memiliki Keyla. Dalam hati Farel, ia tidak memiliki niat untuk kembali lagi dengan cinta lamanya.
"Key! Tungguin kenapa sih!"
"Aku mau pulang sama taxi aja!" kata Keyla dengan ketus.
"Berangkat bareng, pulang juga bareng."
"Anterin aja tuh Nessa. Dia kan minta anterin."
"Key, bisa nggak sih nggak keburu marah?"
"Kamu seneng kan, ketemu dia lagi?"
"Kamu cemburu?"
"Nggak. Kamu balikan sama dia juga aku nggak peduli."
Farel mencengkeram tangan Keyla dengan erat. Memaksa Keyla untuk masuk mobil. Walau Keyla meronta, Farel berhasil membawanya masuk.
Farel melajukan mobilnya saat mereka sudah duduk di sana.
"Rel,aku mau turun."
"Bisa diam? Aku lagi nyetir!"
Keyla tahu itu hanya alasan Farel untuk menghindari perdebatan.
Lalu sepanjang perjalan, mereka hanya membisu tanpa kata. Hanya saling melirik satu sama lain dengan sembunyi-sembunyi.
Suasana mendadak tidak menyenangkan saat mereka saling bersikap seperti ini.
Sampai di depan rumah Keyla, mobil berhenti. Jam menunjukkan pukul 5 sore. Rupanya ibunya tidak ada di rumah. Seperti biasa, ia mendapat bookingan dari orang yang sedang melangsungkan resepsi pernikahan.
"Kalo cemburu bilang aja!"
"Enggak," katanya dengan nada kesal.
"Ya udah aku balik buat nganter Nessa pulang, ya?" kata Farel bercanda.
"Anter aja sana! Nggak usah ketemu kita mulai sekarang!" Keyla membuka sabuk pengaman sambil menggebu-gebu. Membuka pintu mobil dengan kasar. Dia frustasi, Pintu di kunci.
"Bukain!"
Farel tertawa. "Kamu lucu."
"Nggak lagi ngelawak, Rel."
"Kenapa sih, nggak terang-terangan aja. Rel, aku cemburu, jangan deket-deket sama Nessa!"
Keyla menimpuk wajah Farel dengan tasnya. "Emang kamu seneng ya,kalo aku cemburu?
"Banget."
"Ya udah, balikan sama sama Nessa. Kita putus aja!"
Farel menarik tubuh Keyla dalam dekapan. Lalu melepas dan menatap Keyla penuh sayang.
"Jangan sembarangan ngomong putus! Kita ini bukan ABG yang hidupnya hanya untuk main-main."
Keyla berusaha melepaskan diri dari Farel.
"Cemburu itu katanya tanda cinta. Mangkanya kalo kamu cemburu aku merasa menang. Karena aku menang dapetin hati kamu," ucap Farel lagi sambil menatap Keyla.
Perasaan Keyla berangsur-angsur membaik. Tidak semarah tadi.
"Aku cuma takut dia ngambil kamu lagi."
Farel tersenyum. "Ya udah, kalo gitu besok kita nikah aja!"
"Ya... Gak secepet itu, Rel. Aku belum bisa."
"Kamu tiap diajak nikah ditunda terus. Kenapa sih?"
"Belum tepat waktunya."
"Tepatnya kapan?"
"Ya, nggak tahu."
"Nunggu dihamili dulu baru mau nikah?"
"Farel, mulut kamu!"
"Bercanda. Nggak mungkin juga aku kayak gitu sebelum ijab qabul. Tapi nggak tahu juga kalo nanti berubah pikiran."
Pernyataan yang membuat Keyla seketika mencubit Farel sampai cowok itu meringis kesakitan.
Cinta tidak harus di buktikan lewat berhubungan intim. Ada cara lain untuk menunjukkan rasa cinta itu sendiri.
Entah kenapa Farel merasa bahagia saat tahu Keyla menunjukkan rasa cemburunya itu. Lalu di tariknya wajah Keyla dengan lembut. Keyla memejamkan mata saat Farel menautkan bibirnya dengan lembut.
Keyla menggelayutkan tangannya pada leher Farel. Matanya terpejam oleh setiap ritme yang berlangsung.
Ketika ciuman itu terlepas, mereka lagi-lagi saling menatap. Lalu tersenyum dengan perasaan bahagia.
"Aku cinta kamu. Sejak dulu, kemarin, hari ini, besok sampai seterusnya," ucap Farel bersungguh-sungguh. Bahkan jika sejuta kali pun ia disuruh mengatakan itu, ia tidak akan bosan.
"Iya. Udah tahu."
"Jangan percaya lagi kalo sampai ada yang bilang Aneh-aneh soal aku. Apalagi sama Nessa."
"Iya."
"Kamu nggak ada yang mau diutarakan sama aku?"
"Ngga ada."
Seperti biasa, jawaban Keyla tidak pernah memuaskan. Farel gemas. Kadang butuh pemaksaan dulu untuk membuat Keyla mengatakannya.
"Bilang aku juga cinta kamu apa susahnya sih?"
"Kamu ngerti bahasa perempuan, kan? Mereka itu biasa pake bahasa tubuh," ucap Keyla beralasan. Padahal aslinya dia Gengsi mengatakan secara blak-blakan.
Farel mendorong tubuh Keyla ke samping hingga ia terpojok pada kaca mobil. "Nggak ngerti. Jelasin dong!"
Ketika wajah dan tubuh Farel berjarak tipis, ada rona merah di pipi Keyla. Gadis itu merasa jantungnya tidak berdetak dengan normal.
Untuk kesekian kali Farel menghujami Keyla dengan ciuman panas. Keyla dibuat kuwalahan menghadapi Farel yang semakin brutal.
"Cantik banget sih calon masa depanku." Farel mencium Puncak hidung Keyla.
"Ganteng banget sih pacarku, kayak Jaehyun Nct." balas Keyla tak mau kalah.
"Ganteng juga aku daripada Jaehyun."
"Gantengan Jaehyun."
"Terserah. Yang penting kamu milikku, bukan milik Jaehyun."
"Idih."
"Mama ngebet minta cucu."
"Tapi aku belum siap buat nikah."
"Belum siap karena apa?"
"Takut diunboxing."
Farel tertawa melihat kepanikan pada wajah Keyla. Sebab itu terlihat menggemaskan tanpa dibuat-buat.
*****
"Kamu udah 3 bulan ini nunggak. Hutang orang tua kamu itu masih sisa banyak, jadi kapan kamu bisa lunasi semua?"
"Om, saya usahan buat nyari uang secepatnya. Kasih saya kesempatan. Saya baru kena musibah."
Sudah sejak setengah jam yang lalu Hendery berusaha untuk bernegosiasi dengan seorang pria yang usianya setengah abad lebih. Pria itu tampak marah karena dalam tiga bulan ini Hendery menunggak cicilan hutang peninggalan ayahnya.
"Ya, itu urusan kamu. Yang saya mau kamu lunasin tunggakan kamu."
"Dompet saya dicopet, Rekening sama KTP saya hilang. Gimana saya bisa bayar?"
"Saya ini sudah cukup bersabar ya. Hutang ayah kamu itu sebenarnya pelunasannya harus dua tahun yang lalu. Memang kamu mau punya hutang seumur hidup?"
"Cari uang susah, Om. Saya sudah ambil lembur tiap hari."
"Jual saja rumah ini buat lunasin hutang. Saya ini bosen nagih terus ke kamu."
"Terus saya tinggal di mana?"
"Bukan urusan saya. Pokoknya minggu depan kalo belum ada uang buat melunasi tunggakan, terpaksa saya panggil pihak bank buat sita rumah ini."
Sambil menendang meja, pria itu beranjak pergi bersama para antek-anteknya.
Kini Hendery mencengkeram sendiri kepalanya. Rasanya ia ingin memecahnya menjadi dua bagian. Agar kepalanya tidak lagi menampung beban sialan ini.
Dia tidak tahu harus melakukan apa untuk menyelesaikan masalahnya? Rasanya ia ingin menyerah untuk menjalani hidup ini.
Apa menjual rumah adalah keputusan terbaik? Lalu bagaimana dia kedepannya?
****
Tengah malam Farel melajukan Motornya dengan sangat kencang. Begitu mendengar Keyla menangis kesakitan di telepon, Farel langsung bergegas mengeluarkan kunci motor untuk ke rumah Keyla.
Ibunya belum pulang. Kemungkinan masih besok pagi. Belakangan ini banyak orang dari luar kota yang menggunakan jasa dari ibu untuk hajatan besar.
Farel sampai rumah Keyla. Ia mencoba mengetuk- ngetuk pintu namun sepertinya dikunci dari dalam.
"Keyla?" Saat Farel memanggil Tidak ada sahutan. Pintu depan terkunci dari dalam.
Farel lagi-lagi mendengar suara isakan Keyla. Ia semakin khawatir dengan keadaan gadis itu.
Ia malah mengintip lewat cela jendela kamar Keyla, dan terlihat gadis itu meringkuk kesakitan sambil menangis.
"Keyla..."
Keyla benar-benar tidak bisa untuk sekedar menyahut Farel, apalagi untuk duduk. Ia hanya bisa memegangi perutnya sambil menangis kesakitan.
Farel terpaksa membuka jendela dengan paksa. Ia memecahkan jendela kamar untuk membuka grendel pintu.
"Key... Kenapa?"
"Perutku, sakit banget." katanya sambil menangis. Pasti maghnya kambuh. Keyla memang sudah menyangkut perut. Dia tidak akan tahan.
"Tante Fina nggak ada?"
"Mama belum bisa pulang."
"Ke rumah sakit, ya?"
"Beliin obat aja. Itu resepnya di laci."
"Kamu sih makan pedes terus."
"Aku cuma makan seblak tadi sore."
"Ke Rumah Sakit pokoknya!"
"Beli obat aja nanti sembuh, Rel."
"Aku antar kamu ke rumah sakit."
"Dari pada maksa ke rumah sakit, mending kamu pulang aja."
Farel menghela napas, menatap Keyla tak habis pikir. Lagi-lagi ia lupa kalau Keyla bisa mendadak keras kepala saat mendengar kata Rumah Sakit. Kalo nggak sayang, Farel mungkin tidak usah datang. Bisa-bisanya ia punya pacar berkepala batu macam ini. Keyla benar-benar tidak suka dipaksa. Memang susah buat membuat Keyla nurut.
"Ya udah, tunggu sini! Aku beliin obat."
"Cepetan ya, Rel."
Beberapa menit Farel sudah kembali. Sambil membawa nampan berisi segelas air dan juga obat.
"Minum obat, habis itu makan bubur!"
Farel membantu Keyla untuk duduk untuk minum obat. Badan Keyla terlihat lemas. "Ini badan apa kapas sih, ringan amat."
"Kurus dikatain nggak dikasih makan, gendut dibilang nggak terawat."
"Bukan itu yang jadi masalah. Yang bikin khawatir itu kesehatan kamu. Ngerti nggak sih?"
"Iya ngerti."
"Jangan keseringan makan pedes lagi!" tuturnya Sambil menyuapi Keyla.
"Nggak tahu ah" jawab Keyla.
"Key... " Farel menatap dengan sungguh-sungguh.
"Apa sih, Rel?"
"Janji?"
"Mana enak sih makan nggak pedes?"
"Keras kepala. Apa susahnya sih nurut kali ini aja!"
"Biarin."
Lalu terdengar helaan nafas frustasi dari Farel.
"Aku pulang!"Dengan kesal ia meletakkan piring itu dengan kasar.
Farel bergegas untuk keluar meninggalkan Keyla. Ia sudah susah payah ke sini malam-malam karena sangat khawatir,tapi Keyla malah nggak mau ngerti.
Keyla terkejut saat Farel tiba-tiba marah. Padahal ia hanya sedikit bercanda dan sekedar ingin tau reaksi Farel.
"Rel, aku... " Keyla rasa ia memang keterlaluan. Tapi mana mungkin ia mengakui hal itu.
"Aku capek habis lembur. Dari tadi belum istirahat."
Tidak disangka-sangka Farel benar-benar pergi. Meninggalkan Keyla yang meringkuk sendirian di atas kasur. Sambil memegangi perutnya yang masih sedikit sakit, pikiran Keyla mulai merambat ke mana-mana.
Apa ini cara Farel untuk mengakhiri hubungan secara halus. Nessa sudah kembali, bisa jadi itu memang caranya.
Ia belum mempercayai Farel sepenuhnya soal masalah ini. Tapi di sisi lain, ia juga takut kalau Nessa benar-benar mengambil Farel lagi.
Saat Ia sibuk berkecamuk dalam pikirannya, Farel tiba-tiba kembali.
"Hp Ku ketinggalan," ucapnya sambil mengambil HP yang ada di atas meja.
Dalam suasana yang cukup hening, Farel menatap punggung Keyla yang membelakanginya. Bahkan suara jam dinding terdengar begitu nyaring.
Farel sebetulnya sengaja meninggalkan ponselnya agar punya alasan untuk kembali. Sungguh,dia tidak bisa marah dengan Keyla lama-lama. Baru beberapa menit saja ia sudah kepikiran.
"Masih sakit?" tanya Farel sambil menatap Keyla di atas kasurnya.
"Udah mendingan."
"Maaf, ya kalo aku marah barusan."
"Nggak papa."
"Kalo gitu aku pulang, ya?"
"Iya."
Keyla mau menahan Farel untuk tetap tinggal, tapi ia takut ganggu kalau Farel capek. Sementara Keyla bisanya merepotkan. Padahal sebenarnya ia juga takut sendirian saat ini.
"Hati-hati, Rel."
"Cepet sembuh, aku pulang."
"Iya," jawab Keyla singkat.
Entah kenapa Farel merasa semakin frustasi saat mendapati Keyla sama sekali tidak menahannya. Seharusnya Keyla melarang dia pergi. Keyla sakit dan sendirian. Ia butuh teman. Apa Keyla tidak ada niat untuk meminta Farel di sini saja.
Farel melangkah keluar dengan ragu. Keyla masih membelakanginya tanpa ada pergerakan. Bahasa tubuhnya seolah mempersilahkan Farel pergi.
Kemudian, dalam sepersekian detik, tanpa peduli bahwa mereka baru saja berdebat, Farel naik ke atas ranjang Keyla dan menarik selimut. Memeluk punggung Keyla dari belakang.
"Kenapa balik? Katanya capek mau pulang." Suara Keyla berbeda. Ada iringan isak tangis di dalamnya.
Ia takut Farel benar-benar meninggalkannya saat ia sedang sakit dan sendirian.
"Ssst, aku nggak mau ya kalo sampe lihat pacar aku besok hilang gara-gara diculik setan," kata Farel menenggelamkan wajahnya di pundak Keyla.
"Idih. Mana ada."
"Udah jangan berisik. Kamu sendiri juga takut kan tadi mau aku tinggal. Gede amat itu gengsi Neng."
"Enggak kok. Siapa yang takut. Pergi aja nggak apa-apa," kata Keyla berdusta.
"Suaranya aja kedengaran kalo lagi nangis."
"Bodoh. Farel jelek kayak monyet," maki Keyla dengan kesal.
"Jangan marah-marah terus. Sini, peluk!"
"Nggak mau!"
"Sini!"
"Nggak."
Pada akhirnya Farel urung pergi dan tetap menemani Keyla malam ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top