#33. Luka Yang Tersembunyi
Menjelang cahaya matahari mulai memudar, lampu-lampu di sepanjang jalan telah dinyalakan. Keyla mengemudikan motornya di antara banyaknya lalu lintas kendaraan. Tubuh Keyla terasa dingin karena disapa oleh hembusan angin. Salahkan dia yang tidak membawa jaket.
Sepulang kerja, Keyla mau ke rumah Hendery. Sudah dua hari ini ia tidak terlihat datang. Yang membuat Keyla khawatir ponselnya tidak aktif. Hendery tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ia bahkan nyaris tidak pernah absen untuk bekerja walau sering terlambat gara-gara kena tilang.
Setengah jam lebih dalam perjalanan, Keyla meletakan motornya di depan rumah Hendery. Seperti biasa, tanpa ketuk pintu Keyla langsung masuk dan berteriak memanggil.
"Hen... Lo di mana?"
"Hen.. masih hidup, kan lo?"
Tidak ada sahutan. Seperti biasa, rumah Hendery selalu seperti kota yang telah diterjang badai. Pakaian berceceran di mana-mana. Bungkus snack, kulit kacang dan juga puntung rokok berserakan. Benar-benar tidak estetik.
Bekas kopi di gelas banyak didatangi pasukan semut entah dari pulau mana. Makanan di piring terlihat basi dan banyak dihinggapi lalat.
"Hendery... "
Keyla tidak habis pikir Hendery bisa nyaman menempati rumah seperti ini. Setidaknya kalau rumah bersih, tidur pun jadi tenang.
Di sofa ruang tengah, Keyla melihat cowok itu masih terbalut selimut. Hendery tampak tak berdaya bahkan untuk sekedar menyahut panggilan Keyla.
"Hen? Kok tidur sih? Keyla menghampiri Hendery sambil mengguncang tubuhnya.
"Badan lo panas?" Keyla panik seketika. Ia mengecek dengan menyentuh kening cowok itu. Wajahnya pun babak belur. Parah. Mata kirinya bahkan terlihat lebam. Bekas darah di sudut bibirnya terlihat sudah mengering.
"Hen... kenapa jadi gini? Siapa yang bikin lo babak belur?"
Dibantu Keyla duduk, Hendery berusaha untuk bangun "Motor gue dirampok," ucapnya secara singkat dan jelas.
Keyla terkejut mendengar cerita Hendery. Cowok itu terlihat amat kacau.
"Seenggaknya kasih kabar, Hen? Gue bukan sahabat lo, ya?"
"Dompet, HP, sama motor dibawa lari, Key. Gue udah nggak punya apa-apa. Gue nggak bisa minta tolong ke siapapun." Ada emosi yang terdengar jelas ketika Hendery berbicara.
Keyla hendak memotong cerita Hendery, namun Hendery masih berlanjut.
"Badan gue terlanjur babak belur. Gue nggak sanggup jalan ke rumah sakit ataupun kantor polisi. Satu-satunya yang dekat cuma rumah."
"Kenapa sih nggak minta tolong?"
"Gue lembur. Jam dua baru pulang. mau minta tolong siapa?"
Keyla meletakkan kepala di pundak Hendery. "Maafin gue, Hen."
Seperti biasa ia tetaplah Keyla yang sama. Cewek yang hatinya mudah rapuh oleh suatu hal yang mungkin sepele bagi orang lain.
"Untuk apa?" tanyanya dengan nada datar.
"Gue nggak ada saat lo kesusahan."
Hendery tersenyum kecut. "Gue udah biasa kali."
Jawaban singkat yang membuat Keyla semakin merasa bersalah. Seolah-olah memang Keyla orang seperti itu.
Keyla merasa sikap Hendery tidak seperti biasa. Dari pada sering mengeluarkan lelucon, Hendery lebih dingin hari ini. Tapi Keyla memahami kondisi Hendery saat ini.
"Hen..."
"Sekarang lo pulang aja!"
Tiba-tiba jantung Keyla seperti dihantam oleh bebatuan. Hendery mengusirnya? Dia seriusan melakukannya?
"Hen, apaan sih?"
"Kenapa apanya?"
"Lo lagi bercanda kan?"
"Emang gue kelihatan ngelawak?"
Keyla makin bingung dengan sikap Hendery yang membuat dirinya kebingungan.
"Salah gue apa?" suara Keyla terdengar bergetar karena takut. Hendery tidak pernah seperti ini. Sebab itulah Keyla teramat takut akan perubahan sikap secara tiba-tiba. Lagi pula, Keyla tidak sedang berulang tahun hari ini. Tidak mungkin ini prank.
Hendery tidak peduli. Dia lalu kembali meringkuk di sofa. Saat melihat Keyla, pemandangan menyakitkan itu kembali melintas di kepala. Perasaaan Hendery semakin kacau.
"Hen, kalo lo marah karena gue nggak ada saat lo sakit, gue minta maaf. Bilang, gue harus nebus sama apa?"
"Gue mau lo pulang! Paham?"
"Gue habis bikin kesalahan apa sih Hen?" tanya Keyla dengan suara pilu.
"Gue bilang pulang, Key! Kehadiran lo bikin perasaan gue makin kacau."
Sekarang Keyla semakin tidak mengerti. Kenapa Hendery berbicara mengenai perasaan?
"Gue pernah bikin Lo sakit hati? Kalo iya, bilang!"
"Hen?"
Keyla menghela nafas, masih menunggu jawaban Hendery.
"Bukan Lo!"
Sementara itu di balik selimutnya, Hendery terdiam. Dia harus bagaimana? Hatinya sudah meronta. Dia sudah cukup lelah memendam perasaannya. Namun di dalam kepalanya, ia berpikir bahwa Hendery merasa tidak pernah berhak.
Dalam luka fisiknya yang terlihat kacau, ada lagi luka lain di hati yang lebih dalam dan menyakitkan.
"Terus siapa?siapa orang yang udah nyakitin perasaan Lo?"
"Udah deh, gak usah kepo."
"Kalo gitu kenapa sikap Lo seolah gue udah nyakitin Lo?
"Lo pulang aja! Kepala gue makin pusing lihat lo datang."
Keyla beranjak sambil memasang muka kecewa. Walau begitu gadis itu tidak benar-benar pergi.
*****
Pukul 9 malam Hendery terbangun. Tiduran di sofa sejak siang membuat kepalanya sangat pusing. Untuk bangun dari tidur pun rasanya sangat berat.
Mata Hendery menatap sekeliling. Lampu di semua ruangan sudah menyala. Semua ruangan terlihat bersih dan rapi. Di atas meja ia melihat secarik kertas dengan beberapa baris kalimat,
Gue buatin bubur di meja makan, entar kalo pas bangun buburnya udah dingin, hangetin sendiri!
Jangan makan mie instan terus. Gak sehat.
Oh ya luka lo udah gue obatin, habis mandi re apply sendiri. Jangan dicuekin kalo sakit.
Oh iya, Hen. Semua baju kotor lo gue masukin ke mesin cuci. Besok lo jemur sendiri.
Gue tetep temen lo dalam keadaan apapun.
-KeyLa
Hendery beranjak memeriksa meja makan. Benar saja, ada semangkuk bubur yang masih setengah hangat. Segelas air putih beserta obat untuk Hendery.
Hatinya terasa hangat. Di dunia ini memang hanya Keyla yang memahaminya. Hanya saja sikap Keyla membuat perasaan Hendery makin bertumbuh. Seakan-akan ada banyak harapan dan kesempatan untuknya. Padahal tidak ada peluang sama sekali.
Hendery duduk dan memasukkan sesuap bubur ke mulut. Lantas ia tersenyum. Rasanya keasinan. Tapi Hendery tetap suka. Apa saja yang berhubungan dengan Keyla, Hendery suka.
Akan tetapi, Hendery harus menyudahi perasaan ini. Sejak awal ia sudah tahu bahwa semesta tidak mengijinkan ia memiliki Keyla.
Dia merasa tidak pernah berhak untuk mengungkapkan perasaannya. Atau itu akan menambah beban untuk Keyla. Karena tujuan hidupnya adalah kebahagiaan Keyla.
Kenyataannya, Tuhan menghadirkan Farel dalam hidup Keyla untuk hidup bahagia.
Hendery menjadi saksi bagi keduanya saat itu. Ketika Farel dan Keyla saling memagut bibir satu sama lain di bawah guyuran hujan. Dari kejauhan, lagi-lagi, dengan hati berlumur luka, Hendery melihat semuanya. Bahkan ketika mereka mengungkapkan perasaan masing-masing.
Itulah sebabnya Hendery sudah ingin berhenti. Mungkin perlahan-lahan ia akan menghilang dari kehidupan Keyla. Entah bagaimana nanti cara Tuhan akan memisahkan mereka.
Hendery mungkin akan selamanya menyimpan perasaan ini. Perasaan yang tidak penting dan justru mungkin akan membebani Keyla. Dan Ia tidak mau merusak kebahagiaan Keyla.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top