#32. Tamu Istimewa
Langit Jakarta begitu cerah sore ini. Semilir angin terasa sejuk menyapa. Farel terlihat tidak bisa menyembunyikan senyumnya sepanjang mereka bersama. Genggaman tangannya tidak terlepas sejak tadi. Seakan-akan Keyla bisa hilang kalau sampai tidak digandeng.
Ya, Keyla Elfara Azalea. Demi mendapatkannya, Farel harus jungkir balik terlebih dahulu. Mati-matian berjuang hanya untuk menjadikan Keyla miliknya.
"Make up gue udah bener belum?" tanya Keyla saat mereka berada di depan pintu rumah Farel.
Sempurna. Namun Farel menggunakan kesempatan ini untuk menatap Keyla lama-lama. Cowok itu berekspresi seolah-olah ada yang salah dengan make up Keyla.
"Bedak gue nggak rata, ya?"
Farel menggelengkan kepala.
"Lipstik gue belepotan?"
"Nggak kok."
"Terus kenapa kayak gitu lihatnya?"
"Ya, nggak papa. Emang nggak boleh lihatin bidadari di depan mata?"
Keyla memukul lengan Farel. Dia sudah capek. Sedari tadi Farel membuatnya salah tingkah terus. Sangking seringnya, Keyla sampai bingung mau buang mukanya ke mana.
"Calon mantu Bu Ratna galak juga."
"Ihh apa sih?" Keyla tidak bisa sembunyikan wajahnya yang merona.
"Ma..." Farel membuka pintu sambil teriak.
"Salam dulu bisa nggak sih?" kata Keyla mencubit lengan Farel.
Farel mengaduh kesakitan. "Iya iya maaf."
"Assalamualaikum, Mama... Farel bawain yang special nih. Tapi bukan Martabak telur."
Keyla memukul kecil lengan Farel seraya tertawa, "Kok Martabak sih?"
"Karena kamu sama martabak sama-sama spesial."
"Eh tumben ngomong aku-kamu."
"Kan kita udah pacaran. Masa iya masih harus manggil elo gue. Gak baik nanti buat anak-anak kita."
Kata-kata yang membuat hati Keyla meletup-letup. Anak? Ah, ya ampun. Hanya begini saja kenapa membuatnya melayang.
"Jangan gitu dong, Rel."
"Kenapa? Nggak mau? Atau nggak sabar punya anak dari aku?"
"Rel..." Keyla menutup mukanya. Wajahnya memanas. Ingin sekali ia raib dari bumi.
Farel tertawa. Senang sekali ia membuat Keyla salah tingkah.
"Di keluarga ini, dilarang nyebut Lo, gue. Dan kamu udah jadi bagian dari kami."
"Apa nggak aneh kedengarannya?"
"Nggak aneh kalo udah biasa."
"Keyla?" Sapa Ratna yang sepertinya bersiap mau keluar. Memakai make up ala ibu-ibu arisan.
"Tante?"
"Udah dibilangin panggil Mama!" katanya sembari menyentuh dagu Keyla.
"Eh... Iya Ma" Keyla masih canggung.
"Mau kemana?" Tanya Farel.
"Arisan bentar."
"Ini ada Keyla masak ditinggal."
"Kan ada kamu. Sama kamu aja dulu, Mama cuma bentar kok."
Kini pandangannya beralih ke arah Keyla. "Nanti makan malam di sini ya? Jangan keburu pulang."
Keyla mengangguk. "Aura ada, Ma?"
"Aura pulangnya agak malem. Ngerjain tugas di rumah temennya."
Selepas ibu Farel pergi, Keyla menatap sekeliling. Apa dia akan berdua saja dengan Farel di rumah ini. Keyla tidak mau membayangkan kalau nanti Farel melakukan hal yang aneh aneh.
"Aku mau mandi. Mau ikut nggak?" ucap Farel sambil tertawa.
"Sinting."
*****
Keyla membantu Mbak Hesty menyiapkan makan malam. Gadis itu terlihat cekatan memotong daging dan juga sayur. Dia sudah terbiasa memasak sendiri saat ibunya sibuk membuat kue. Malah Mbak Hesty lebih banyak nganggur karena semua kerjaan di ambil alih.
Wanita itu terlihat lesu dan juga lelah. Ia berkali-kali memegangi kepalanya karena rasa sakit.
"Mbak istirahat aja kalo nggak enak badan."
"Nggak, Neng. Masak tamu disuruh masak sendiri. Nanti saya yang nggak enak sama Bu Ratna."
"Nggak papa. Aku nanti yang bilang."
"Bener enggak apa-apa? Kepala saya lagi pusing. Mau istirahat bentar boleh, ya?"
Keyla mengangguk.
"Mas Farel belum saya buatkan kopi."
"Iya, nanti saya buatkan."
Mbak Hesty undur diri ke kamar. Kini Keyla berada di dapur sendiri.
Tiba-tiba Keyla menghirup aroma Wangi. Bukan masakan, melainkan parfum laki-laki yang amat dia kenal. Jujur saja, Keyla selalu berdebar dengan keberadaan Farel di sampingnya.
"Mbak Hesty mana?"
"Dia capek. Aku suruh istirahat. Gak papa kan? Jangan marahin, ya?"
Farel malah mencubit hidung mancung Keyla. Dia terkekeh pelan sehingga terlihat jelas pipinya yang berlubang.
"Nggak kok. Mana mungkin sih."
"Mama Ratna dulu ngapain aja sih pas hamil kamu?" tanya Keyla sambil menatap Farel.
Jujur saja, mengganti sebutan Lo jadi kamu masih terasa aneh. Tapi, kalo kata Nathan dan Salma, kayak orang pacaran beneran.
"Kenapa? Ganteng, ya?"
Pandangan Keyla malah menyelam semakin dalam pada mata Farel. Membuat ia tidak tahu harus apa untuk menetralkan suasana ini.
"Sejak kapan sih suka bikin orang salting?"
"Siapa yang bikin salting? orang aku cuma bilang suka sama lesung pipit kamu." Keyla ngeles.
"Sama orangnya enggak?"
Keyla diam. Wajahnya sedikit mencondong ke atas menatap Farel. Cowok itu malah semakin mendekati wajah Keyla.
Entah kenapa Keyla selalu tidak berkutik ketika Farel bertanya tentang hal itu. Walau hatinya mengakui, namun bibirnya belum bisa dengan mudah mengatakan.
Ketika bibir mereka sudah dekat, Keyla tiba-tiba mendorong kening Farel dengan satu jari telunjuknya.
"Tuh, minum kopinya!"
Farel tersenyum seraya memalingkan wajah. "Tumben menghindar? Kayak gak pernah dicium aja. Padahal udah pernah menjelajah jauh. Hahaha."
"Ngomong apa sih? Ngaco deh." Keyla pura-pura tidak peduli. Dia melanjutkan berkutat dengan alat dapur walau hatinya berdebar.
Farel malah memeluk pinggang Keyla. Menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Keyla. Ia lantas menghirup wangi aroma gadisnya sambil memejamkan mata.
"Aku sayang kamu." begitu kata Farel. Terdengar tulus dan menggetarkan. Lagi-lagi Farel membuat kejutan yang tak disangka-sangka. Sebuah kotak beludru merah terbuka tepat di depan matanya. Terlihat sangat jelas cincin berlian yang berkilauan.
"Rel," Mata Keyla berkaca-kaca menatap kotak itu. Lalu ia berbalik badan menatap Farel.
"Jadilah istriku, jadilah ibu dari anak-anakku kelak. Menyambut aku ketika pulang kerja, membuatkan kopi, jalan-jalan setiap liburan. Aku yang akan jamin hidup kamu akan bahagia. Kamu akan lepas dari semua beban yang kamu pikul selama ini."
Air mata Keyla malah semakin deras. Takut jika ini hanya mimpi yang kemudian akan menghempaskannya jatuh ke jurang paling dasar.
Farel menawarkan begitu banyak kebahagiaan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Janji-janji yang diucapkan terdengar meyakinkan. Rupanya semesta memiliki cara lain untuk membuat seseorang menemukan kebahagiaanya.
"Kok nangis? Ada kata yang nyakitin?"
Keyla menggeleng pelan. "Aku takut ini cuma halusinasi."
Farel melingkarkan tangannya pada pinggang Keyla. Menatap dengan perasaan Cinta luar biasa yang ia miliki, "kamu harus tahu, aku nggak pernah main-main soal perasaan ini."
"Aku percaya kamu serius." Tangannya menggelayut pada leher Farel. Jarak mereka kini hanya beberapa inci.
"Tapi kamu nggak mau bilang kalau cinta?"
"Emang harus di ucapkan terang-terangan?"
"Nggak harus sih. Yang penting kamu udah,"
"Aku juga sayang sama kamu," ucap Keyla terdengar jelas.
Dengan perasaan meletup-letup, bibir keduanya saling memagut. Farel terus mendorong tubuh Keyla sampai Mentok pada meja dapur. Keyla tak sengaja menjatuhkan talenan berisi irisan bawang dan cabe.
Keyla menoleh sejenak, lalu kembali saling menatap. Lagi-lagi Farel mencium bibir Keyla. Nafsunya seakan-akan meledak-ledak. Tangan Kiri Keyla berusaha mematikan kompor yang masih menyala.
Dapur sepi. Suara decapan dua bibir terdengar jelas. Farel tidak peduli. Baginya, bercumbu dengan Keyla adalah hal yang sangat candu. Benar-benar menjatuhkan kewarasan yang ia miliki. Dia selalu menyukai cara Keyla menyeimbangkan gerakan bibirnya.
Keyla tahu kini dapur terbengkalai. Semua bahan masakan di meja carut marut. Keyla janji setelah ini ia akan merapikan semua.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top