#25. Sebuah Harapan
.
.
.
----------______----------
Sepulang dari Nonton, mereka memutuskan untuk mencari makan. Tapi Ibunya menelpon agar mengajak Farel ke rumahnya. Rupanya ia membuat banyak masakan dan sengaja mengundang Farel secara spesial.
"Makan yang banyak, ya," kata Fina pada Farel sambil meletakkan sajian makanan di atas meja.
"Makasih, Tante. Jadi ngerepotin."
Rupanya selain Keyla yang dapat perhatikan dari keluarga Farel, Ibunya pun menaruh perhatian pada Farel. Mereka ini seolah akan bersatu menjadi keluarga.
Sayangnya itu tidak akan terjadi. Memang Keyla mengharapkan apa dari Farel? Sejak awal dia sudah sadar kalau hubungan mereka sekedar perjanjian di atas kertas.
Keyla tidak mau terlalu banyak berharap jika Kenyataannya Farel masih terbayang-bayang dengan Nessa.
Dia tidak sengaja melihat notifikasi chat Nessa yang muncul di jendela kunci layar. Rupanya mereka masih sering berinteraksi. Keyla memilih diam dan berasa tidak memiliki hak untuk bertanya-tanya. Lagipula waktu mereka tinggal beberapa minggu lagi.
Dan pada akhirnya semua akan kembali pada tempat masing-masing.
"Key, ambilin nasinya buat Farel!" titah ibunya.
Keyla sedikit bergeser dari duduknya. Lantas mengambilkan Farel nasi beserta lauk. Persis seperti seorang istri yang melayani seorang suami di meja makan. Tidak perlu bertanya, Keyla tahu menu apa yang disukai Farel. Bahkan ketika ada irisan daun bawang di piring, Keyla dengan telaten mengambil satu persatu dengan sendok.
Hati Farel terasa damai melihat pemandangan saat ini. Apa akan seperti ini rasanya jika nanti dia punya istri? Apa akan sama jika orang itu bukan Keyla?
Sama seperti Keyla, Farel mudah beradaptasi dengan keluarga Keyla. Mengobrol dengan akrab bahkan terlihat bercanda. Dan yang paling sering adalah mereka membicarakan Keyla terang-terangan. Dan juga Semua kebiasaan Keyla yang mereka sepakati bersama.
Kebersamaan mereka pun sampai larut. Rasanya Farel belum mau pergi. Padahal ini sudah jam setengah sebelas. Masalah pekerjaan di restoran tidak terjamah sejak kemarin. Entah kenapa, semakin dekat dengan hari perpisahan, ia seakan ingin setiap hari bertemu Keyla.
5 bulan yang sangat bermakna akan segera berakhir.
"Udah malam! Pulang lo!" Usir Keyla terang-terangan. Mereka kini duduk pada kursi yang ada di teras.
"Ngusir?"
"Iyalah."
"Gue pulang, lo jangan kangen ya."
"Ngapain? Kepedean lo."
"Besok jalan lagi mau?"
"Jalan mulu, nggak bosen apa lihat muka gue?" tanya Keyla terheran. Sebab dalam minggu ini mereka hampir bertemu setiap hari dan Farel selalu mengajaknya suatu tempat.
"Kita kan tinggal dua minggu lagi. Masak lo ngga mau gitu puas-puasin jalan sama gue."
Mereka diam sejenak lantas saling memandangi wajah satu sama lain.
"Sesuai perjanjian, lo yang nanggung semua biayanya."
"Iya..."
"Termasuk makan dan lain-lain."
"Iya, Esmeralda!"
"Rel, Lo nggak ada pikiran buat nagih ini semua, kan?"
Farel terkejut mendengar itu. Kenapa Keyla bisa berpikir ke sana?
"Lo ngomong apa sih?"
"Kalau kita udah ngga sama-sama lagi, dan mutusin untuk gak saling kenal, lo nggak ada niat nagih semua, kan? Biaya jalan-jalan, makan, Netflix dan lain-lain."
Farel tertawa sambil mengacak-acak rambut Keyla. "Emang lo pikir gue cowok kayak gitu?"
"Ingat ya, Rel. Gue nggak sanggup kalo nanti lo minta semua dibalikin. Nanti gue bayar pake apa? Hidup gue udah susah."
"Nggak usah khawatir."
"Ya udah pulang! Udah malem."
"Dada sayangku." Farel berdiri sambil menggoda Keyla.
Dipanggil seperti itu Keyla hampir melempar vas bunga yang ada di meja kecil sebelah kursi. Aneh sekali mendengarnya. Dan Farel malah tertawa keras.
"Gue pulang, ya!"
"Salam buat Aura sama Mama kamu."
Farel mengangguk. "Mau kiss dulu nggak?"
"Lo pulang apa enggak sih?"
Farel mendekati wajah Keyla. Dengan refleks Keyla memejamkan mata. Seakan-akan tahu apa yang akan pria itu lakukan.
"Tuh, kan nunggu dicium," katanya dengan senyum kecil.
"FAREL...!"
Frustasi sekali Keyla menghadapi Farel. Sejak bergelar pacar sementara, Cowok itu selalu berusaha menggoda Keyla dan membuat Keyla seakan salah tingkah.
------
Suasana pagi di rumah Farel memang tidak ada sepinya. Selalu ada yang membuat pagi hari berisik. Mulai dari Farel yang teriak-teriak mencari bokser nya, Ibu yang konser via dapur sambil membantu Mbak Hesty memasak. Dan belum lagi Aura yang kesal karena Jepri ngompol di kasurnya.
Teriakan saling bersahutan bersama dengan suara pisau mengetuk talenan, penggorengan beradu dengan spatula dan juga ikan lele yang berenang dalam minyak panas.
"Mbak Hesty... Tolongin Aura!"
"Mbak..."
"Ma... Ambilin Aura handuk. Lupa nih." Teriak Aura yang saat ini mandi di kamar mandi bawah. Keran di kamar mandi Atas memang sedang rusak.
"Ra... Password wifi kamu ganti, ya?" teriak Farel yang saat mau menelpon orang di restoran namun tidak ada jaringan.
"Bukan aku, Mama kali."
"Ngapain sih, Ma!"
"Ya gak papa. Gabut aja."
Farel menggelengkan kepala maklum. Ibu memang suka begitu.
Semua sibuk dengan aktivitas masing-masing. Hingga mereka berakhir di tempat makan.
"Ma, aku nanti pulang agak sore," kata Aura sambil menciduk nasi.
"Ngelayap, ya?" Tuduh Farel sekenanya.
"Ih, apaan sih."
"Mama nanti sore juga mau arisan."
"Kak, uangku mau habis."
"Cepet banget perasaan. Hemat dong, Ra!"
"Bulan ini kebutuhan lagi banyak. Buat ini buat itu,"
"Udah masuk."
"Hah?"
"Cek aja! udah masuk."
"Yey... Makasih abangku ganteng."
"Gantengnya waktu ngasih duit doang," sindir Farel.
"Enggak kok, Kak Farel itu ganteng everyday every time."
Farel mencebikkan bibir pada Aura.
"Rel, kamu sama Keyla gimana?"tanya Ibu.
Farel terdiam. Meletakkan sendok di atas piring. Keyla selalu berharap ini segera berakhir. Gadis itu seakan ingin cepat-cepat pergi dari kehidupan Farel. Setidaknya itu yang ia tangkap dari sikap Keyla.
Ia merasa 5 bulan yang mereka jalani hanya berarti untuknya seorang.
"Kalo udah cocok, cepet cariiin dia cincin! Mama tuh udah srek banget sama Keyla."
"Kayaknya aku nggak bisa lanjutin ini."
"Kenapa?" Aura langsung heboh. Melototkan mata selebar mungkin. Ia pikir Farel akan berjuang, nyatanya dia pasrah.
"Ya, dia yang nggak mau."
"Dia bilang gitu?"
"Enggak, tapi aku yang ngerasa gitu."
"Mama sebenernya merasa jahat kalau maksain kalian. Tapi kalo bisa jujur, perasaan kamu sama Keyla itu gimana?" tanya Ibunya dengan hati-hati.
Farel menunduk. Ia nggak yakin sama perasaan ini. Apa ini disebut cinta? Dia selalu merasa bahagia saat bersama Keyla. Ia juga merasa ingin bertemu saat tidak bersama.
"Ma, maafin Farel, ya?" Farel menatap ibunya dengan rasa bersalah. Dia gagal membahagiakan ibunya untuk kali ini.
"Kenapa kamu merasa bersalah?"
"Farel nggak bisa bawa Keyla ke tengah-tengah keluarga kita. Padahal Mama sudah Seneng sama Keyla."
"Kamu sudah mau jalan sama dia pun Mama udah seneng. Mama bahagia bisa kenal sama Keyla." Mata Ibunya sedikit berlinangan.
"kak! Ini bukan saatnya menyerah," seru Aura sambil menggenggam tangan Farel.
Farel mengalihkan muka menatap Adiknya. Semua kubu mendukung hubungan ini. Tapi apa semesta juga demikian?
Jika memang tidak, apa bisa perasaan ini hilang saja mulai dari sekarang?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top