#24. Tercyduk
.
.
.
Waktu melesat begitu cepat. Ada banyak hal yang mereka lewati selama masa pendekatan yang telah disepakati. Keduanya sudah melewatinya dalam 4 bulan terakhir. Dan semua itu cukup membuat Farel memahami bagaimana Keyla selama ini.
Sifat, Kebiasaan, makanan kesukaan, Hobi dan semua hal tentang Keyla, Farel tahu.
Keyla yang suka dengan makanan pedas, Keyla yang lebih suka telur dadar ketimbang telur ceplok. Keyla yang benci dengan berbagai jenis Teh dan banyak lagi hal yang ia tahu tentang gadis itu.
Artinya kebersamaan mereka kini tinggal satu bulan lagi. Yang Farel sesali kenapa waktu begitu cepat berlalu? Tidak bisakah waktu diulang lagi dari awal?
Ia berdiri di balkon atas sambil menatap birunya langit malam. Gedung-gedung bertingkat dengan lampu-lampu kota yang menyala terlihat meriah ketika malam hari tiba. Jalanan Raya juga masih ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang. Sama dengan isi kepalanya yang tidak pernah sepi.
Benar kata orang-orang, Jakarta tidak pernah tidur.
"Kak?"
Suara Aura tiba-tiba membuatnya menoleh sejenak. Kemudian ia kembali menatap apa yang ada di depannya.
"Ngelamunin apa sih?"
"Siapa juga yang ngelamun."
Aura berdecak. Farel pikir Aura tidak memperhatikan sedari tadi?
"Halah emang aku nggak tau?"
"Apa sih, Ra. Orang lagi lihat pemandangan."
"Kak Farel tuh emang lihatin pemandangan, tapi pikirannya ke yang lain, kan?"
"Sok tahu banget, Maemunah."
"Mikirin apa sih? Kerjaan?"
"Nggak."
"Ada masalah di restoran?"
"Nggak. Kamu kok cerewet kayak Emak-emak."
"Terus kenapa? Mikirin Kak Keyla ya?" Tebaknya asal.
Farel tertegun sejenak menatap Aura. Jantungnya seakan-akan merosot ke perut ketika mendengar nama Keyla disebut.
Melihat ekspresi Farel, Aura tidak perlu bertanya lagi. Itu sudah cukup mewakili rasa ingin tahunya.
"Kalau suka bilang aja kali. Jadi laki-laki itu yang gentle!"
"Nggak usah ngawur. Kamu kan tahu Keyla itu bukan tipe idaman aku!"
Aura tersenyum sinis. Dia hafal saat ini kakaknya itu sedang dalam mode tidak jujur. Terlihat sekali dari sorot matanya.
"Cepet ungkapin sebelum dia diambil orang lain!" Aura selalu punya alasan ketika ia menyuruh Farel untuk mengungkapkan perasaannya
"Aku tuh nggak ada rasa sama dia. Bodoh amat!"
Lagi-lagi Farel berbohong. Dan itu sangat kentara dari ekspresi wajahnya.
"Emang ada orang yang ngga suka tapi nyosor-nyosor gitu?"
Farel melototi Aura. Sial, rupanya dia ketahuan. Tapi bagaimana bisa?
"Dari mana kamu tahu?"
"Aku sendiri saksi matanya."Aura tersenyum bangga. Apalagi dengan wajah sang Kakak saat ini.
Farel berdehem dengan canggung "Di mana? Kapan?"
"Udah sepi, tengah malem, di dapur, sebelah kulkas. Pake mojok segala lagi."
Farel lantas berpaling membelakangi Aura.
"Kalian kayak suami istri mau nyolong tau nggak." tawa Aura menggelegar.
Sebenarnya Aura tidak tahu bagaimana asal-usul mereka bercumbu malam itu. Tahu-tahu mereka sudah saling memagut.
Saat itu dia keluar karena melihat Keyla tidak ada disampingnya. Namun, saat masih ada di lantai atas di suguhi pemandangan seintim itu. Dia benar-benar baru tidak tahu Farel sangat ahli dalam berciuman. Ia paham betul perbedaannya. Yang Farel lakukan bukan sekedar nafsu, tapi ia melakukan penuh perasaan.
"Aku tahu kok kalo Kak Farel jatuh Cinta."
Tatapan Farel berubah teduh. Raut wajahnya kini jadi tidak semangat. Bagaimana bisa perasaanya muncul ketika waktu kebersamaan mereka tinggal sebentar lagi.
"Mungkin ini jatuh cinta sepihak. Nggak usah dibahas. Nanti juga hilang kok," kata Farel pelan.
"Kenapa? 5 bulan emang kurang lama ya buat mengenal satu sama lain?"
"Mangkanya, ada baiknya aku lupain dia dari sekarang."
"Kak Farel yakin kalau dia juga nggak pernah ada perasaan?"
Farel mengedikkan bahunya. Dia memang bodoh dalam menebak perasaan. Selalu menebak-nebak isi kepala Keyla, namun tidak pernah temukan jawaban.
******
Keyla sibuk memilih baju terbaik sore ini. Setelah Farel menelepon dan mengajaknya nonton, ia langsung antusias persiapkan diri. Bagaimana mungkin ia menyia-nyiakan kesempatan ini. Nonton ke bioskop, sudah gratis, dijajanin lagi. Indahnya sore hari ini.
Sejak Farel membuat keputusan mereka akan berstatus pacar sampai waktu yang ditentukan, entah kenapa Keyla terlihat selalu antusias setiap Farel mengajaknya pergi.
Repot memandangi penampilan, bingung memilih baju, harus pakai jepitan model rambut seperti apa dan sepatu apa. Semua itu membuat dia tampak selalu sibuk ketika akan keluar bersama Farel.
Sebelumnya ia tidak pernah sampai seperti ini.
Suara motor Farel terdengar di halaman rumah. Keyla melihat kedatangan Farel dari balik gorden. Lagi-lagi jantung Keyla tidak bisa dinetralisir. Ada perasaan aneh ketika isi pikirannya berhubungan dengan cowok itu.
Bagi Keyla Farel adalah pahatan dari sang pencipta yang sangat sempurna. Hingga membuat Keyla berpikir dia tidak layak sudah pernah jadi salah cerita dalam bab kehidupan Farel.
Itulah sebabnya ia tidak mau terlalu menaruh harap. Nanti setelah semua selesai, maka semuanya sudah harus benar-benar berakhir. Tanpa meninggalkan harapan-harapan yang mungkin akan melukai hatinya
Keyla keluar dari rumahnya. Farel mau turun untuk mengetuk pintu.
"Yuk!" Ajak Keyla sambil memasukkan HP dalam tas.
"Gue pamit dulu ke Mama lo."
"Nggak usah, gue udah bilang ke dia."
"Ya udah. Naik!" Farel mengarahkan dagunya ke jok belakang.
Keyla memegang pundak Farel untuk naik motor tersebut. Seperti biasa, Farel membawa motor mode Jablay yang kalau buat boncengan selalu buat yang dibonceng melorot ke depan. Mangkanya Keyla selalu menaruh helmnya diantara mereka biar ada jarak di antara mereka.
"Dipakek dong helmnya."
"Nggak."
"Lo pikir Jalan Raya empuk kayak trampolin."
"Ya lo aja yang hati-hati bawa motornya."
"Susah banget disuruh make helm doang. Gue gak mau kena tilang, ya gara-gara lo."
"Gue yakin gak ada polisi kok."
"Keyla pake Helmnya! Sama calon suami nurut."
"Dih, ogah banget lo jadi suami gue."
Farel belum juga menjalankan motornya hanya karena berdebat dengan Keyla.
"Tinggal make aja apa susahnya? Sini gue pakein."
Masalahnya Keyla tidak mau terlihat mepet dengan Farel saat dibonceng.
"Nggak, nggak usah."
"Pake apa gue cium?"
Keyla menghadiahi Farel pelototan tajam.
"Rel, "
Dengan kasar Farel menarik kepala Keyla dan mencium bibirnya. Hal itu membuat pikiran Keyla semakin tak karuan. Walaupun ciuman itu hanya sekejap, namun mampu membuat Jantung Keyla bak genderang yang terus ditabuh.
"Lo mau make helmnya, apa kita disini aja ciuman sampai pagi."
Farel kurang ajar. Bagaimana bisa dia bicara seberani itu.
"Iya gue pake," kata Keyla dengan perasaan tak karuan. Memakai helmnya sambil tangannya gemetar. Sangking saltingnya, Keyla sampai tidak bisa mengaitkan kancing helm yang ia kenakan.
Farel menarik lagi kepala Keyla, lantas membantu Keyla memasangkan. Membuat Keyla menahan nafas saat wajah Farel berjarak beberapa inci saja.
Farel menghidupkan motor dan melajukan motornya melewati jalanan besar. Walaupun Keyla berusaha menjaga jarak, namun hasilnya tetap saja ia selalu merosot ke depan.
"Pegangan yang erat!"
"Nggak."
"Gue mau ngebut."
"Pelan-pelan aja kenapa sih?"
"Keburu filmnya mulai."
"Udah. Gue udah pegangan." Keyla malah berpegangan pada besi bagian belakang.
Farel mempercepat laju motornya. Sengaja menyetir dengan ugal-ugalan. Keyla berteriak sambil memaki Farel dengan berbagai macam sumpah serapah.
"Anjing Lo, Rel!"
"Monyet lo!"
"Babi."
"Kambing."
"Setan!!"
Semua hampir disebutkan oleh Keyla. Namun Farel tetap mempercepat laju motornya.
Ia Heran kenapa Farel niat sekali membuat Keyla sakit jantung. Mau heran tapi ini Farel.
Farel menarik tangan Keyla agar melingkar di pinggangnya. Kini tidak ada jarak di antara keduanya. Saat Keyla ingin melepaskan, Farel malah menahan tangan Keyla agar tetap ada tempatnya.
"Pegangan yang kuat biar nggak jatuh." Begitulah kata Farel. Ada senyum tersembunyi dari balik helm yang ia kenakan saat ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top