#19. Berdua


.
.
.

Haiii aku balekkkk 🎊🎊🎊
Selamat membaca guys....
Maaf lama gak updet, lagi sibuk di real.
Yang belum kenalan sini kenalan...
Kalian askot mana?

-----------

Kata Dokter kondisi Keyla stabil setelah mendapat infus. Beberapa hari demam, dan tidak mendapatkan nutrisi makanan membuatnya kurang asupan gizi. Berat badannya pun juga turun 1kilo dari sebelumnya.

Keyla tidak suka berada di tempat seperti ini. Pasti segalanya akan di atur. Terutama dalam hal makanan.

"Ma, pulang aja, ya?"

"Kata Dokter boleh pulang kalo sudah bener-bener stabil."

"Ma, aku udah ngga papa. Lagian aku harus kerja. Minggu depan Bayar kredit motor, terus hutang di Ibu...." pikiran Keyla tak bisa lepas dari tanggung Jawab.

"Pikirin itu nanti," potong ibunya.

"Mana bisa dipikirkan nanti. Sekarang malah tambah biaya Rumah sakit," Keyla merasa pasrah.

"Farel udah bayar. Nggak usah khawatir."

Dalam hati Keyla memikirkan maksud perlakuan Farel padanya akhir-akhir ini. Semua membuat ia bingung. Keyla nggak mau jadi ke GR an dengan sikap cowok itu. Bisa saja hanya karena rasa iba.

"Ma, habis ini jangan mau nerima bantuan dari siapapun termasuk Farel."

"Kenapa?"

"Aku nggak mau hutang Budi."

"Mama udah janji bakal kembalikan uangnya kalo sudah ada."

Keyla sedikit merasa lega. Walau ia tahu itu akan menambah beban lagi untuknya.

"Kamu istirahat saja. Mama telepon Farel buat jaga kamu. Hari ini Mama harus bikin kue pesanan orang."

"Kenapa harus Farel sih?'

"Cuma dia yang free. Mama suruh dia kesini biar ada teman ngobrol buat kamu."

Padahal mereka sepakat untuk tidak bertemu sementara.

"Yang ada teman perang cekcok." ucap Keyla nyaris tak bersuara.

"Mama mau pulang. Bentar lagi dateng kok Farel. Dia lagi perjalanan ke sini."

****

Sepeninggal ibunya keluar dari rumah sakit, Keyla di ruangan sendiri. Tidak ada suster yang menemani. Dia kesepian. Farel belum juga datang seperti yang dikatakan ibunya.

Tapi tiba-tiba pintu terbuka. Bukan Farel yang datang, melainkan Laika dan Juga Hendery.

"Keyla...." teriak Laika dengan keras. Rupanya ia lupa kalo ini adalah rumah sakit.

"Lama amat kalo sakit. Cafe sepi tahu nggak ada Lo," katanya sambil menatap Keyla.

"Masak sih? Jadi gak sabar buat masuk kerja."

"Lo sakit apa sih emang? Sakit kanker ya?" tanya Hendery blak-blakan.

"Huss!! Itu mulut minta ditampol?" Laika melotot seraya menjitak kepala Hendery.

"Kanker! Kantong Kering."

"Oh... Kirain," ucap Laika sambil cekikikan.

"Itu udah makanan sehari-hari, Hen. Mangkanya kalo nengok gue itu lo harus bawa duit banyak. Sembuh deh."

Hendery memeriksa suhu Keyla. Sudah tidak panas, tapi Keyla masih terlihat lesu.

"Kebanyakan dosa ya, Lo?"

"Suka ngaco. Mau nengok apa nyari musuh lo?"

"Hendery itu kalo nggak ada elo nggak fokus kerja tau, Key. Muter sana muter sini kayak orang kebingungan. Kerjaan berantakan."

"Jadi kangen sama gue nih ceritanya?" tanya Keyla dengan nada candaannya.

"Lebih tepatnya kangen noyor kepala lo nih!"

"Bilang aja kalo kangen gak apa-apa Hen. Ngeles mulu," kata Laika terus mengolok-oloknya.

"Gaje lo, Ra. "

"Iya, kan? Kalo nggak ada Keyla dia kerja kayak orang anemia. 3L"

Mereka tertawa dan dilanjutkan dengan cerita-cerita mereka. Tentang apa saja kegiatan selama sepekan ini, makan apa saja dan pergi ke mana saja. Semua terdengar menyenangkan saat mereka saling bertukar cerita.

Sesekali Hendery terciduk memerhatikan Keyla diam-diam.

Sampai pintu terbuka lagi. Ada Farel yang berada di ambang pintu. Membawa bungkusan kantong plastik putih tanpa logo.

"Loh itu, kan?" Laika melongo melihat kedatangan Farel.

"Itu bukannya yang pernah marahin lo di cafe?" lanjutnya dengan menatap keheranan

"Iya."

"Kok bisa ke sini?"

"Panjang ceritanya."

Farel mendekati ke arah ranjang sembari meletakkan kantong tersebut di atas meja.

"Kalo udah ada yang nemenin, gue mending pulang ya."

"Kita mau balik kok. Ada urusan lain. Kamu di sini aja nungguin Keyla," kata Laika dengan canggung. Entah kenapa dia seolah peka dengan situasinya saat ini.

Hendery sebenarnya masih ingin di sini. Tapi karena suatu alasan ia terpaksa ikut pergi.

****

"Nih makan! Ada sup hangat dari Mama," kata Farel sambil meletakkan rantang makanan di atas meja.

"Bosen ah! Nggak ada yang pedes. Nggak selera."

"Lihat kondisi lo kayak gimana? Emang sekarang perut lo cocok sama makanan gituan?"

"Gue kuat kok. Ayo dong Rel. Beliin gue ceker setan yang ada di dekat warung pecel lele itu loh."

"Ceker setan ndasmu!" lo nggak denger tadi Dokter bilang apa? Perut lo lagi ada masalah!"

"Lo nggak ngerti orang lagi ngidam apa?"

"Najis. Emang siapa yang buntingin lo? Monyet?"

"Lo nggak mau latihan gitu jadi bapak yang baik? Entar kalo istri lo hamil kan bisa siaga layanin dia. Jadi sekarang latihan dulu." Keyla mulai ngaco.

"Siapa?" Farel melipat tangan di dada. Menatap Keyla sinis.

"Istri lo nanti."

"Siapa yang nanya?"

"Farel...! Lo mending mati aja! Benci gue sama elo!" teriak Keyla sambil memukuli lengan Farel. Walaupun keadaan Keyla seperti itu, tapi tetap saja Farel merasa badannya sakit semua.

"Udah dong, Key! Kayak monster aja lo! Sakit nih!"

"Kenapa sih harus lo yang ada di sini. Nyebelin banget."

"Terima nasib aja. Lo bakalan sama gue beberapa Bulan lagi."

"Semoga aja gue diberikan kesabaran."

Farel menyodorkan sup hangat itu. "Ini makan! Biar kuat ngadepin gue. Lagian kalo elo nggak sembuh-sembuh mana bisa cepet keluar dari sini."

Farel benar. Dia akan lebih lama tinggal di sini kalau masih keras kepala. Ia harus kembali berjuang hidup.

Dengan segera ia memakan sup tersebut. Rasanya sangat lezat. Jika kemarin dia masih memuntahkan makanan, kali ini semua masuk. Keyla merasa lumayan setelah ia meminum obat.

Dia janji kalau sudah sembuh bakalan mukbang ceker mercon.

*****

Sampai menjelang waktu petang, Ibunya belum juga kembali. Ia akan kesepian jika saja Farel tidak ada di sini. Meskipun dari tadi mereka hanyalah saling teriak dan beradu argumentasi, setidaknya Keyla tidak kesepian. Lagi pula siapa yang akan memenuhi kebutuhan harian jika ibunya tidak bekerja saat ini.

Berkali-kali Keyla mengusir Farel ketika ia kesal. Namun, pada akhirnya Farel kembali lagi. Dia juga tidak tahu kenapa. Rasanya belum ingin pulang dan masih ingin melihat Keyla.

"Ngapain balik lagi. Kan, udah gue usir."

"Gue kasihan ya lihat lo kesepian," kata Farel ketika 5 menit tadi pergi.

"Dih, Kalo mau pulang ya pulang aja."

"Di kamar sebelah ada yang meninggal. Yakin mau ditinggal?"

"Iya. Gue nggak takut!" Ia bisa merasa tenang karena pasti ibunya sebentar lagi akan datang.

"Awas aja ya lo sampe nangis keluar ingus," ejek Farel sambil berjalan ke arah luar sambil menutup pintu.

Beberapa menit Sepeninggal Farel, Ia mendapatkan chat dari ibunya. Mengatakan kalau dia Tidak bisa datang ke rumah sakit. Hujan diluar turun sangat deras mengguyur ibu kota.

Keyla menatap sekeliling. Sudah sepi sekarang. Hanya suara air Hujan yang memecah suasana. Sepertinya dia akan sendirian malam ini. Dia belum pernah merasa sesepi ini. Dia harus bagaimana untuk menetralisir rasa takut ini?

Keyla meringkuk di atas ranjang. Keyla tidak mungkin bersikap seperti anak kecil yang akan memanggil suster ketika dia ketakutan. Kecuali jika dia saatnya minum obat.

Pada akhirnya Keyla menutup semua tubuh dengan selimut. Memejamkan mata. Berharap pagi cepat datang.

Dia teringat Hendery. Kalau dia meminta tolong sama cowok itu, apa dia mau datang?

Kenyataan ponsel Hendery tidak aktif.

Keyla meletakkan HPnya di meja. Kemudian meringkuk lagi dan tenggelam dalam selimut. Tidak ada yang bisa dia harapan saat ini.

Sampai kemudian pintu terbuka.

Demi apapun. Keyla merasa bahagia dengan kedatangan Farel kali ini. Farel kembali sambil membawa sekantong besar snack dan juga susu kemasan. Cowok itu masuk sambil meletakkan kantong plastik itu di atas meja.

"Tuh kan, nangis." kata Farel sambil menyibak selimut Keyla.

Keyla terisak. Mata dan hidungnya memerah. Ingusnya sampai keluar. Salah satu hal yang Farel hafal dari Keyla adalah cengeng. Dari awal bertemu sampai sekarang Keyla sering menangis. Kadang terlihat kasihan kadang pula tetap menyebalkan.

"Nih! Makan snack biar nggak kayak kambing cengo."

"Lo balik ke sini cuma mau ngetawain gue, ya?"

"Ya udah gue pulang nih."

"Heh! Kalo lo pulang siapa yang bantu gue ngabisin semua ini?"

"Habisin sendiri lah! Itu badan biar nggak tepos."

"Tega ya lo sama gue."

"Emang lo siapa gue? Pacar bukan saudara bukan."

"Farel!"

"Apa?"

"Main Truth or dare yuk!" ini hanya alasan Keyla menahan Farel untuk pulang.

"Bocah lo! Ogah gue."

"Lagian hujan lo mau pulang?"

"Mending gitu daripada di sini."

"Ya udah pulang sana!" Keyla menarik selimutnya kembali dan meringkuk.

Walaupun awalnya Farel menolak mentah-mentah. Tapi pada akhirnya mereka kini duduk lesehan di lantai sambil bermain. Melempar pertanyaan,melempar tantangan. Tertawa, teriak dan juga saling memberi hukuman bagi yang melanggar sansi.

"Truth or dare?" tanya Farel saat ujung botol mengarah pada Keyla.

"Dare."

"Minum ini sepuluh detik habis." Farel memberikan air mineral botol ukuran 1 liter.

"Gila lo!"

"Satu..."

Keyla langsung meneguk minuman itu dengan tergesa. Hingga akhirnya dia tersedak dan terbatuk. Mana mungkin dia kuat dengan tantangan itu. Farel sinting.

"Psyicopat lo!"

Farel tertawa terbahak-bahak. Senang sekali melihat Keyla tersiksa. Sementara itu Keyla menatap Farel dengan tatapan kesal

"Truth or dare?"

"Truth."

"Kenapa Lo cium gue waktu di mobil?"

Farel tertegun menatap Keyla. Ia tidak mengerti harus mengisi dengan jawaban semacam apa. Masalahnya dia sendiri tidak tahu.

"Kayaknya gue mulai suka sama lo."

Jantung Keyla meletup-letup seperti popcorn yang ada di penggorengan. Wajahnya merona merah. Sepertinya Farel mau coba-coba membuat Keyla melayang untuk kemudian dihempas setingginya.

"Tapi bohong."Tawa Farel menggema di dalam ruangan.

Keyla kesal. Ia pun menghujam Farel dengan cubitan sana-sini. Tidak peduli walau cowok itu teriak kesakitan.

"Sakit tau."

"Ya rasain. Bikin kesel sih."

"Emang lo ngarepin gue jawab apa?"

Keyla membatu. Benar juga. Memang dia mengharap jawaban yang seperti apa dari Farel?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top