#06_ Gara-gara IPhone






"IPhoneku... "

Langkah Keyla berhenti ketika dirasa kakinya menginjak benda keras di bawah. Jantungnya berdebar karena takut. Lantas ia melihat pria di sampingnya yang kini menatap Keyla dengan kesal dan amarah yang memuncak.

Sial. Masalah besar akan datang. Dia harus apa sekarang?

"Mati!" kata Farel sambil mencoba menekan tombol power berkali-kali. Jelas saja mati. Bentuknya layarnya saja sudah tidak karuan.

"Maaf,"cicitnya takut-takut. Keyla mundur sambil menundukkan kepalanya.

"Kamu pikir maaf bisa ganti HP yang udah kamu injak sampai kayak gini bentuknya? Kamu tidak tahu berapa biaya servisnya?"

Iya, tanpa diberi tahu Keyla sudah tahu harganya. Kenapa ia terkesan merendahkan Keyla?

"Tap ini bukan salah saya sepenuhnya." Keyla masih berusaha mencari pembenaran diri. Itu memang benar. Salah siapa tiba-tiba HPnya jatuh saat ia lewat. Mana mungkin ia mendadak menghindari kecelakaan.

"Kalo kamu nggak injak, mungkin masih bisa nyala. Mangkanya kerja itu mata Jangan jelalatan!"

Keyla menghela pasrah. Pria di depannya kini seakan-akan mengajaknya perang. Jika bukan takut dipecat dari pekerjaannya, ia sudah pasti memakinya habis-habisan.

Demi apapun, selama bekerja di cafe ini sedikitpun tidak pernah dapat skandal.

"Mana atasan kamu? Kenapa bisa dia punya pelayan nggak becus kayak gini."

Keyla langsung kalut. Menatap Farel penuh permohonan. Masalahnya, atasan Keyla orang yang sangat perhitungan apalagi jika masalahnya begini. Ia yakin habis Keyla akan ada masalah dengan gajinya. Atau bisa jadi dipecat. Ia sudah membayangkan beban-beban hutang akan semakin mencekiknya.

"Seharusnya orang kayak kamu dipecat aja! Bisanya cuma ngerugiin aja!"

Keyla sampai menangis karena sudah dimaki-maki sampai seperti itu. Farel dan Keyla kini menjadi pusat perhatian. Orang-orang di cafe merasa iba pada Keyla yang terlihat dimarahi habis-habisan. Gadis itu terlihat mencengkeram bajunya dengan erat. Sialan sekali dia dipermalukan di depan umum.

"Cengeng." ucap Farel lirih seraya mencebikkan bibir.

Keyla tidak peduli. Ia hanya memikirkan nasib selanjutnya.

"Ada apa ini?"

"Anda pemilik restoran ini?"

Pria bersetelan jas itu mengangguk.

"Lihat apa yang dilakukan karyawan anda?" Farel menunjukkan HPnya yang kini retak.

"Keyla? Benar kamu yang melakukan?"

Keyla menggeleng. Dia takut menatap bossnya saat ini.

"Bagaimana bisa Anda memiliki pelayanan ceroboh?"

"Nggak, Pak. Saya tidak sepenuhnya bersalah. Dia dulu yang..." ucapannya terhenti dilanjutkan dengan suara sedu sedan.

"Nggak, pokonya saya minta ganti rugi. Bisa-bisanya cafe seperti ini melihara pelayan kayak gini."

Keyla melotot selebarnya. Dia pikir dia ini hewan peliharaan?

"Mari kita bicarakan baik-baik di ruangan saya?"

Farel mengikuti sang pemilik Cafe. Sementara Keyla takut nasib buruknya akan datang. Gadis itu menunggu sambil mengharap cemas. Beberapa saat kemudian Farel keluar ruangan dengan santai dan wajahnya terlihat lebih tenang. Keyla semakin panik hal buruk akan menimpanya.

*****

Keyla menangis lagi di taman belakang cafe. Dadanya sesak mengingat keputusan sang atasan. Dia memang tidak dipecat. Tapi, gajinya bulan depan akan dipotong setengahnya untuk ganti biaya servis.

Ia memikirkan bagaimana nanti ke depannya. Gaji bulanan dan hasil kerja ibunya saja sudah pas-pasan untuk kebutuhan hidup dan membayar hutang. Dan sekarang malah dipotong. Benar-benar menjengkelkan.

Keyla sungguh ingin menjerit. Kenapa hari ini sungguh sial? Memang mimpi apa dia semalam sampai ketemu cowok sombong itu. Dia bersumpah kalau ketemu pria itu lagi akan mencincangnya habis-habisan.

"Udah dong nangisnya!" Hendery duduk di samping Keyla sambil menyodorkan es krim rasa cokelat favoritnya. Bagi Keyla es krim seperti makanan penawar stress. Tidak peduli mendung atau panas, Keyla selalu suka.

Gadis itu langsung menyahut dengan ganas. Membuka kasar dan menyendoknya besar-besar. Air matanya masih mengalir, namun kini ia sudah sedikit tenang karena teralihkan oleh rasa es krim yang ia makan.

"Ajaib bener, ya? Cuma es krim daong," cowok itu terkekeh sembari menatap Keyla.

"Kalo nggak takut kehilangan pekerjaan, gue udah pasti siram tuh cowok sama air comberan." Kata Keyla menggebu-gebu.

Hendery kembali tertawa karena melihat sikap Keyla. "Ngomong langsung ke orangnya, dong!"

"Iphone 13 doang sombongnya selangit." Lanjut Keyla masih emosi.

"Orangnya nggak ada baru berani maki-maki. Itu namanya berani lihat pantat takut lihat muka," Hendery semakin kompor.

"Diam Hen! Mau gue telan bulat-bulat? Nggak tau orang lagi emosi?"

"Tahu kok! Dah makan es krimnya biar nggak marah-marah lagi." Hendery duduk di sisi Keyla sambil membuka es krimnya juga. Matanya menatap sekeliling. Kendaraan berlalu lalang di sana.

"Hen!"

"Kenapa, Key?"

Keyla menatap Hendery ragu. Ia ingin mengutarakan sesuatu, tapi rupanya urung. Keyla sudah terlampau sering minta bantuan Hendery. Rasanya kalau keseringan juga dia sungkan sendiri. Apalagi cowok itu selalu baik dan mau menolong bagaimanpun itu sulitnya.

"Nggak deh.

Cowok itu lantas mengacak tatanan rambut Keyla sampai berantakan. "Kebiasaan, bikin orang penasaran." ucapnya kemudian.

Yang tidak disadari hal itu membuat hatinya meletup-letup seperti popcorn.

******

"Udah 10 perempuan, Rel?" ucap Ratna dengan frustasi yang tertahan.

"Nggak ada yang cocok," jawab Farel dengan entengnya. Matanya sibuk memperhatikan Jepri yang sibuk melompat ke sana kemari mengejar cicak.

"Kamu dicarikan, nggak ada yang cocok, disuruh nyari sendiri nggak ada pergerakan sama sekali. Kalo cara kamu kayak gini sampe kapanpun pun kamu terus lajang."

Rasanya ia ingin menyidang Farel habis-habisan. Bagaimana tidak? Ia bahkan sudah mencarikan perempuan baik, cantik dan yang sekiranya pas dengan kriteria idealnya, tapi semua berakhir begitu saja.

"Kak, Emang mau nyari yang kayak gimana sih?" tanya Aura yang ikut berunding.

"Kan aku bilag, aku belum mau me-ni-kah" ucapnya diperjelas.

"Karena nggak ada yang kayak Nessa?" tanya Aura sambil menautkan alisnya.

Farel diam. Munafik jika ia bilang tidak. Ia memang belum bisa melupakan Nessa. Entah perasaan itu masih atau tidak, dia juga bingung.

"Kamu nggak kasihan sama Mama, Rel?" Ibunya menatap dengan mata sendu.

"Ma, kalau Mama nyuruh nikah cuma karena pingin cucu, anak kecil di panti asuhan banyak."

"Nggak sama."

"Sama aja. Daripada maksa Farel terus?" emosinya tersulut.

"Jadi mau bikin Mama kecewa?"

Farel membuang nafas dengan kasar. Kenapa Ibunya bersifat seperti bayi, yang kalau maunya tidak dituruti akan marah.

"Lagian Ya, umur segitu kamu udah pantes kok punya istri."

"Ayolah Ma! Jangan seolah-olah buat Farel terlihat kayak anak durhaka."

"Ya mangkanya, Rel!"

Farel mengacak rambunya frustasi. Dia harus mengatakan apa lagi sama ibunya kalau dijelaskan pun ibunya tetap kukuh dengan pendirianya. Memaksa anak laki-lakinya untuk segera menikah, padahal dia tahu selama ini Farel single. Tidak pernah dekat dengan perempuan kecuali Ibu dan adiknya. Jadi mana bisa semudah itu ia mendapatkan seorang gadis yang pas untuk diajak berkomitmen seumur hidup?

"Jadi gimana? Mau nyari sendiri apa di cariin?" Tanya Ratna sekali lagi.

"Kak, aku cariin aplikasi biro jodoh ya?" tawar Aura sambil memegang ponsel, membuka playstore.

"Enggak enggak. Apaan sih? Cantik di profil doang nanti."

"Kalo gitu foto Kak Farel aja yang dipasang."

"Yang waras kenapa, Ra? Kayak Kakakmu ini nggak laku aja."

Sementara Aura cekikikan, Farel berdiri sambil menggerutu. Dia tidak habis pikir adiknya ada rencana memasang foto dirinya di aplikasi nggak jelas. Ia harap Aura tidak melakukannya diam-diam.


Haiii apa kabar kalian? Jangan lupa share kalo suka yaaaaa 🥰🥰.
Mohon krisar jika ada typo hehe



Salam:
Reyalizta.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top