#02- Tentang Keyla
Hidup ini memang tentang mimpi dan perjuangan hidup. Namun, yang Keyla pikirkan hanya tentang bagaimana tetap menyambung hidup.
Hidupnya serba pas-pasan semenjak Ayahnya meninggal dunia. Ada tanggungan yang harus ia penuhi. Sebuah sepeda motor yang harus lunas dalam dua tahun. Belum lagi hutang ini itu yang sudah lama jatuh tempo. Sampai-sampai bunganya menumpuk.
Sementara ibunya hanya tukang kue yang sering menitipkan pada tempat-tempat tertentu. Yang jelas saja penghasilannya tidak tetap. Kalaupun sedang rejeki, ada orang yang menyewa jasanya untuk acara-acara tertentu.
Cafe Gloria, Di cafe inilah tempat Keyla mencari pundi-pundi rupiah. Gadis itu tampak ramah melayani pelanggan yang datang.
"Meja no 11 kamu yang antar, ya," Laika mengatakan Keyla sambil berteriak mengantar pesanan.
"Kak, boleh minta mayonaise lagi?"
"Boleh."
"Kak, nambah gula dong."
"Key, stok creamer tinggal dikit," Laika menambahkan.
"Key! Itu meja no 8 udah dilayanin belum?"
Celotehan Saling bersahutan. Alunan musik menggema di setiap sudut ruangan. Selain ibunya, rupanya semesta mengirim teman-teman yang sangat baik untuknya.
Keyla pernah punya mimpi untuk menjadi seorang Dokter bedah. Namun, semua mimpi harus ia kubur secara perlahan karena keadaan yang tidak memungkinkan. Kini ia berakhir hanya menjadi seorang waitress.
Pernah melamar kerja kesana-kemari, namun di era saat ini tidak ada perusahaan yang mau menerima pegawai hanya bermodal ijazah SMA.
Keyla tahu, ia tak seberuntung orang lain. Tapi ketika ia melihat sekeliling, ia merasa dirinya harus banyak bersyukur. Tidak bisa kuliah karena biaya, sementara di tempat lain banyak yang mengeluh karena hanya untuk makan saja susah.
Untuk saat ini Keyla mengalah dengan takdir. Ia tahu bahwa kondisi hidupnya tidak mampu untuk mencapai apa yang sejak dulu diimpikannya.
******
Begitu sampai rumah, Keyla langsung tengkurap di atas kasur.
Ini Sabtu Malam, tidak heran jika pengunjung lebih banyak dari biasa. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Lampu-lampu kompleks sudah mulai padam. Yang terdengar hanya sepi sunyi.
"Udah makan malam?" Fina membuka pintu kamar Keyla.
"Udah, Ma."
"Sudah sholat belum?"
Keyla mengangguk.
Ibunya mendekat ke tempat Keyla sembari memijit kaki putrinya, "Capek, ya?"
Keyla menggeleng sambil mengganti posisinya menjadi terbaring.
"Maafin Mama. Kamu sampai kerja keras kayak gini."
"Nggak usah merasa bersalah, Ma."
Fina memijit lengan Keyla dengan lembut. Ada perasaan menyesal sudah membuat Keyla harus seperti ini.
"Lagipula kita nggak mungkin maksa keadaan, kan?"
Fina menatap Keyla dengan perasaan sedih. Putri satu-satunya yang semestinya mewujudkan apa yang diimpikan, kini terpaksa mengubur segala angan. Menyimpan baik-baik keinginanya dalam kotak impian.
Keyla merintih saat tangan ibu menyentuh pundak sebelah kiri.
"Kenapa?" Fina membuka baju Keyla pada bagian pundak. Yang kemudian membuat ia menghela napas kesal. Sebab ia melihat ada bekas pukulan dan juga cakaran yang masih memerah.
"Irwan," suara Fina terdengar murka. Tanpa bertanya Ibunya tahu siapa dalang di balik luka di bahu Keyla.
"Udahlah, Ma!" Ucap Keyla mencoba mengontrol emosi sang Ibu.
"Orang kayak dia dibiarin makin menjadi-jadi."
"Melawan juga makin menjadi."
"Emang kenapa lagi sih dia?"
"Nggak tahu. Kesurupan mungkin," ucap Keyla yang tidak mau membahas apa yang dialaminya tadi pagi.
"Kamu seharusnya menghindar,Keyla."
"Udah terlanjur kena pukul."
"Kenapa nggak kamu congkel saja matanya."
Keyla malah tertawa kecil melihat ibunya yang tampak seperti ingin menelan seseorang. Padahal jika orangnya benar-benar ada, nyalinya menciut.
"Kamu diaapain sama dia? Ada lagi yang dipukul?"
"Bahu aku ditendang sambil diinjak," cerita Keyla dengan mata berkaca-kaca.
Mendengar itu matanya memancarkan amarah menggebu.
"Mama tahu orang itu kalau makin diladenin makin menjadi."
"Mama nyesel pernah menikah lagi. Mama pikir dia bisa membantu Menjaga kamu dan menjadi pengganti Papa kamu, ternyata malah semakin menyakiti."
Kepala Fina seakan ingin meledak. Kini yang ada hanya penyesalan-penyesalan yang sudah tak bisa lagi memulihkan keadaan.
Saat Fina menjadi Istri Irwan, setiap hal yang dilakukan oleh pria itu hanya menjadi beban. Tidak pernah bekerja, dan hanya menghisap berbatang-batang rokok, duduk santai sambil ngopi. Hal itu yang membuat Fina menggugat cerai
Namun, walau mereka sudah bercerai secara pengadilan agama maupun negri. Irwan tidak pernah menerima keputusan tersebut. Baginya, dua perempuan itu seperti sebuah talenan. Yang dibutuhkan hanya untuk dicincang-cincang. Soal status itu tidak akan berpengaruh baginya. Memeras akan tetap menjadi passion.
"Ya udah! Kamu istirahat kalo capek." Ucap Fina sembari mencium puncak kepala Keyla.
"Good Night, Ma!"
Sambil menutup pintu kamar, Fina tersenyum pada Keyla.
Sepeninggal Fina, Keyla meringis perih. Ia baru merasakan lagi rasa sakit itu. Padahal saat ia gunakan untuk bekerja tidak terasa. Ia ingat sekali bagaimana kerasnya Irwan mendaratkan sepatunya berkali-kali pada bundak bagian kanan.
Ia ingat betul, Irwan sangat brutal menyakitinya. Orang itu seperti kesetanan saat Keyla menolak keinginanya. Hal itu tidak dilakukanya sesekali, namun berkali-kali ketika sedang dalam pengaruh alkohol.
Tangan Keyla juga perih karena cengkeraman kuku tajam. Dia berusaha melakukan perlawanan ketika Irwan memaksa untuk melayani dirinya. Hal yang tidak ingin ia ceritakan kepada siapapun.
Keyla pernah sesekali mendapatkan pelecehan seksual. Tepatnya saat ia SMA kelas 12. Ada satu bagian tubuhnya yang dilecehkan. Walaupun bukan secara garis besar, semua itu cukup membuat Keyla traumah.
Tidak ada yang tahu apa yang ia alami. Bahkan ia tidak berani menceritakan pada ibu.
Keyla takut setengah mati jika melihat wajah Irwan. Terlebih saat mendapat pemaksaan secara brutal.
Tahun demi tahun hidupnya tidak mendapat ketenangan. Apalagi ketika Irwan masih satu rumah dengannya. Rasa takut itu selalu datang ketika dia sedang di rumah seorang diri
Keyla membuka laci sebelah ranjang. Membuka sebuah album foto yang sepertinya sudah lusuh sangking seringnya dibolak-balik. Di sana terdapat beberapa foto ia dan keluarganya.
Saat Ayah kandungnya masih hidup, ia merasa hidupnya baik-baik saja. Keyla seolah sudah yakin bahwa ia akan bisa mencapai mimpinya suatu hari. Ayahnya yang selalu mendukung Keyla. Apapun yang Keyla inginkan ia selalu turuti walaupun dia bukan berasal dari keluarga menengah ke atas.
Ayahnya pernah membangunan sebuah castle untuk masa depan Keyla. Namun, selepas kepergian sang Ayah, Castle itu hancur dan luluh lantah.
Semua harta benda yang mereka miliki direbut oleh keluarga sang Ayah yang tamak. Entah bagaimana caranya mereka bisa membalikkan nama surat. Membiarkan Keyla dan Ibunya berakhir dengan penderitaan.
.
.
.
Haiiii aku balekk.
Kalau kalian suka cerita ini tolong share yaaaa...
Babay....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top