#01- Hibernasi

.

.

Ponselnya bergetar sejak limabelas menit yang lalu. Akan tetapi Sang empu sama sekali tidak bergegas mematikannya. Dia begitu malas sekedar membuka kata sandi saat matanya masih dalam mode off.

"Kak Farel!" teriakan Aura menjadi rutinitas setiap pagi yang terpaksa harus ia dengar.

"Kak, bangun!"

Suara itu semakin membuat Farel mengeratkan tubuhnya dengan selimut. Ditutupinya kedua telinga dengan bantal sampai suara itu tidak lagi terdengar. Persetan dengan adiknya yang sebentar lagi pasti mengadu.

Aura sejak tadi berusaha membangunkan kakaknya dengan cara apapun. Mencongkel hidung dengan bulu kemoceng, menggelitik Kaki Farel dan lain sebagainya. Nyatanya Farel belum mau bangun.

Kemarin Restoran lumayan Ramai. Banyak pelanggan yang datang. Hal itu membuat Farel harus berlanjut mencatati rincian laporan keuangan sampai larut.

Untung ia memiliki orang yang dipercaya untuk menjaga restoran saat ia sedang tidak bisa datang.

"Kebo apa orang sih?" kata Aura sembari menarik Selimut yang dipakai Farel.

"Sialan!" sambil mengusap pulau yang mengalir di pipi, cowok itu dengan cekatan merebut selimutnya karena hawa dingin pagi menyerang tubuhnya.

"Udah Siang! Disuruh bangun sama Mama!"

"Aku masih ngantuk, Ra!"

"Nggak sholat subuh, ya?"

Farel tidak menyahut. Jadi dugaan Aura memang benar.

"Jam berapa? Lihat dong!"

"Keluar, nggak? Gangguin orang aja."

"Mama yang nyuruh bangunin. Lagian kalo denger alarm tuh langsung wake up dong!"

Farel berlagak tuli. Yang penting hari ini dia mau bangun seenaknya. Melanjutkan masa hibernasi.

"Kak! Bangun dong!" kata Aura yang masih ngotot. Farel pura-pura tidak mendengar. Hari ini tidak akan ada yang bisa mengganggunya.

Hari sudah diawali dengan langit mendung beserta hujan sedang. Matahari belum menampakkan sedikitpun cahayanya. Itulah yang membuat Farel semakin malas beranjak dari ranjang. Ketika Aura menarik selimutnya, ia merasa ada di gunung es kutub selatan.

Beberapa saat Aura pergi dari kamarnya, Farel pikir ia akan kembali tenang tanpa gangguan makhluk yang satu rahim dengannya. Namun kali ini kembali terdengar suara sepatu Highheels yang terdengar nyaring mengetuk lantai.

Aura masuk bersama Si Jepri yang ada digendongan.

"Jep, Bangunin tuh Bapakmu!" kata Aura sambil mengelus kepalanya dengan lembut. Jepri melompat turun kemudian naik ke atas ranjang. Mendekati Farel seraya menggoyang-goyangkan ekornya. Kucing itu memandangi Farel sambil mengeong berkali-kali.

"Cakar aja kalo nggak bangun!" titah Aura pada Jepri dengan lantang.

"Kena azab kamu!"

Jepri memberikan tatapan yang seolah-olah dia begitu menaruh rasa iba. Farel kini memang tampak kelelahan. Sebab semalam dia juga menemaninya lembur sampai jam tiga pagi.

"Mangkanya bangun."

"Aura, aku capek!"

"Mama.... Kak Farel nggak mau bangun!"teriak Aura menggunakan jurus mengadu.

"Hmmm, mulai deh!"Gumamnya pelan. Sementara Jepri menyusup masuk kedalam selimut sambil sibuk mengeong pelan.

"Rel, anterin ke indomaret bentar aja. Barusan Mama lihat di grub whatsapp Emak Rempong minyak goreng lagi ada diskon." kata Ibunya Antusias. Dia sudah ganti pakaian dan bersiap-siap sambil menenteng tas dompetnya. Padahal Farel juga belum pasti mau mengantar apa tidak.

"Ma.... Farel capek!" katanya lagi-lagi sambil mengeluh. Ia harap ibunya paham dengan kondisinya saaat ini. Bahwa ia sedang tidak ingin diganggu.

Namun apapun keadaanya, pada akhirnya ibunya adalah seseorang yang tidak akan bisa ditolak kemauannya dengan bermacam-macam alasan. Demi apapun dia masih ingin tenggelam diantara bantal dan selimut.

Dia akan benar-benar kehilangan waktu hibernasinya hari ini.

"Nanti balik tidur lagi! Ayo keburu kehabisan, Rel."

"Kemarin kan pas belanja bulanan udah beli minyak, Ma!"

"Ini anak! Dibilangin mumpung diskon. Kan, lumayan,Rel!"

Ia menengok ke arah Jendela yang gordennya tadi sudah dibuka oleh Aura. Rupanya butir air langit yang jatuh semakin banyak. Dia sudah bisa membayangkan bagaimana dinginnya udara diluar. Dan sekarang Ibunya minta antar ke indomaret.

"Kan, hujan di luar?"

"Bawa mobil. Di bagasi ada payung."

Farel mendengus. Ibunya selalu punya senjata. Dia tidak mungkin menyuruh untuk memesan abang Grab atau mencari kendaraan umum sendiri. Pasti dia akan berceramah tujuh hari tujuh malam atau lebih panjang lagi.

"Kamu itu jangan durhaka sama orang tua, bla bla bla.... "

"Kamu itu dimintain tolong gitu aja udah ngeluh ini itu."

"Rel, Mama dulu pas seumuran kamu itu blablalbla...."

Pokoknya kalo sudah sekali kena ceramah, dia harus siapin telinga yang super tebal. Karena dia akan mendapatkan ceramah sepanjang hari dan bahkan sampai sempat mengungkit masalah yang sudah-sudah terjadi.

"Ayo,Rel!"

Farel akhirnya bangun dengan perasaan dongkol. Kalau ditanya iklas apa enggak, jujur dia nggak iklas. Tapi kalau ibunya sampai tahu isi hatinya dia pasti dikasih label 'Malin Kundang'.

Rencana untuk bersantai hari ini pada akhirnya gagal hanya gara-gara minyak goreng yang katanya lagi diskon. Padahal kalo dipikir-pikir harganya hanya selisih sedikit dari yang nggak diskon.

Farel mengambil kunci mobil dan segera keluar kamar. Ingin rasanya protes dan mengeluh. Tapi ya sudahlah, Bu Ratna bukanlah tandinganya.

Mereka adalah keluarga ekonomi dengan kelas menengah ke atas. Kehidupan mereka kecukupan dan kalaupun kekurangan itu jarang sekali. Rumah yang mereka tinggali berlantai dua yang balkon atasnya dipagari besi.

Rumah ini hanya memiliki satu assistan rumah tangga. Mbak Hesty hanya membantu masak dan bersih-bersih. Dia juga sengaja tidak menyewa supir pribadi dan tukang kebun karena itu akan membuat mereka dikit-dikit bergantung pada orang lain.

Baginya selama mereka bisa mengerjakan sendiri kenapa harus menggaji orang lain?

"Masak nganterin Mama make baju kayak gitu?" ia melihat penampilan Farel yang acak-acakan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Farel masih mengenakan pakaian tidur dan rambut tidak disisir seperti tersengat listrik.

"Aku nggak ikut turun!"

"Ganti baju yang lebih rapi, Rel!"

"Habis ini balik tidur lagi kan?"

"Jangan malu-maluin! Ganti baju sana! Cuci muka kalo nggak sempet mandi. Masker Jangan sampe ketinggalan!"

Farel akhirnya menurut saja demi tidak mendengar ocehan ibunya lagi. Kalau sang Ibu sudah keluar cerewetnya dia tidak akan berhenti sampai apa yang dia mau dipenuhi.

*****

Namanya Farel Raditya Mahendra. Putra sulung dari Perempuan bernama Ratna Fitria. Usianya mau 26 tahun tiga bulan lagi. Selain menjadi tulang punggung keluarga, ia juga seorang pria yang paling diandalkan dalam mengelola restoran peninggalan Ayah.

Ayahnya meninggal Empat tahun silam. Ketika itu Farel baru saja di wisuda dan lulus dengan gelar s1. Meninggalnya sangat mendadak. Kecelakaan adalah pemicu dari tewasnya sang Ayah. Kepergiannya membuat mereka sekeluarga berkabut oleh duka. Ratna adalah orang yang paling terpukul. Butuh waktu berbulan-bulan untuk mengembalikan semangat hidupnya.

Namun, kehidupan masih harus berjalan. Ada banyak hal yang harus mereka lakukan daripada terus menerus terpuruk dalam kesedihan akan rasa kehilangan.

Farel memainkan HPnya dalam mobil. Menunggu orang berbelanja adalah hal yang menjenuhkan. Gerimis sudah berhenti. Matahari sudah mulai terlihat dan menghangatkan bumi. Namun jalanan masih terasa lembab. Menyisakan hawa dingin yang seakan memeluk erat tubuhnya.

Ibunya selalu menghabiskan waktu berlama-lama untuk berbelanja. Itulah salah satu alasan kenapa ia malas kalau ibunya yang minta antar. Yang ia yakini, wanita itu pasti hanya berputar-putar tidak jelas mencari yang bukan menjadi tujuan awal.

Farel jenuh dalam mobil. Lalu ia pun keluar sambil berjalan melihat sekitar. Suasana jalanan di hari minggu ramai seperti biasanya. Pedagang pinggir jalan saling memenuhi trotoar.

Padahal mereka sudah diingatkan untuk tidak berdagang di sana. Tapi semua peringatan itu hanya jadi angin lewat.

Dari pintu keluar indomaret seorang gadis terlihat berjalan dengan tergesa-gesa. Menengok HP tanpa memperhatikan sekitar. Dibalik masker yang ia kenakan, terlihat raut wajah yang panik. Sampai-sampai hal itu membuatnya tak sengaja menabrak Farel yang diam di tempat.

Kantong belanja tampak terjatuh dan membuat isinya porak-poranda. Semua barang belanjaan terpental dan menggelinding ke berbagai arah.

"Hati-hati kalau jalan, Neng," sambil membantu memunguti barang yang jatuh, tiba-tiba isi kepala Farel memikirkan Parfum apa yang dipakai sama gadis ini. Aromanya khas bunga sakura. Ia tidak meninggalkan kesan membosankan. Farel suka. Semakin mengendus, semakin wangi.

Astaga, hari ini otaknya sangat Random.

"Maaf, ya. Lagi buru-buru. Makasih udah bantu," Gadis itu memasukkan barang-barang ke dalam kantong.

Ada satu barang yang jatuh agak jauh. Tepatnya pada bawah mobil Farel. Warnanya biru muda dan bergambar daun. Kalau gak salah mereknya Charm. Yang ia tahu itu adalah barang sangat privasi untuk perempuan

"Ini ada yang ketinggalan."

Gadis itu menerima dengan canggung. Lalu ia segera memasukkan ke dalam kantong plastik. Wajahnya terlihat merah meski tertutup masker dibaliknya.

Farel tidak mengerti, kenapa semua gadis sangat malu kalau roti khususnya ketahuan orang lain. Sama seperti Aura, adiknya itu pernah marah-marah karena Farel tidak tahu itu benda untuk apa gunanya.

Jelas saja dia marah. Farel sering memakainya untuk mainan Lempar-lemparan sama Jepri.

Gadis itu sudah pergi jauh. Padahal dia ingin bertanya merek parfum apa yang ia gunakan.

Karena kalau sudah penasaran pasti Farel terngiang-ngiang.

Sepulang dari sini, dia akan browsing semua merk parfum yang memiliki aroma bunga sakura. Dia harus beli.

Selang beberapa menit, ia Melihat ibunya keluar dengan banyak belanjaan. Tampaknya kesusahan membawa. Padahal tujuan tadi hanya minyak. Tetapi kenapa dia membeli lebih dari itu. Pantas saja lama dan hanya berputar-putar.

Ada rasa ingin marah karena membuat Farel menunggu begitu lama. Tapi sudahlah, ibunya tetap juara. Apapun yang terjadi, dia yang maha benar.

"Rel, itu liontin siapa jatuh?"

Liontin inisial huruf yang jatuh tepat di sebelah kaki Farel.  Ia pun memungutnya dan memasukkan dalam saku celana. Farel langsung berpikir Jangan-jangan itu milik gadis yang tadi.

"Nanti kalo ada yang nyari kita kasih."

Sambil membukakan pintu bagasi, Farel mengambil alih belanjaan yang dibawa sang Ibu.

Haiiii...  Apa kabar?

Semoga ada yang baca 🥺🥺
Aku bakal lebih semangat nulis lagi kalau ada yang bersedia nunggu kelanjutannya.

Salam
-Reyalizta-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top