•Payne Sister•Part 7
[Back To Alexa's Point Of View]
Aku menatap ke depan sejauh mata memandang. Angin nakal di musim semi memainkan rambut hijauku yang kali ini kubiarkan menjuntai panjang.
Setelah mengatakan ingin membocorkam rahasianya, Niall menarikku ke rooftop dan mencampakkan bola oranye yang tadinya terus ia mainkan.
Di rooftop, aku bisa melihat pemandangan dari kota London. Aku bahkan bisa melihat Big Ben yang merupakan maskot dari kota ini. Aku juga bisa melihat barisan mobil dari yang sudah tua sampai yang baru keluar dari pabrik, tengah menunggu giliran mereka berjalan sambil berharap bahwa kemacetan tak akan berjalan lama.
Sejak saat kami berdua menginjakkan kaki kami di rooftop, tak ada satupun dari kami yang mengeluarkan suara. Kami berdua berakting menjadi orang bisu. Hanya keheningan yang melingkup. Aku sendiri tidak ingin mencoba memecah gelombang keheningan karena kupikir, seharusnya Niall yang memulainya.
Sambil menunggu Niall membuka suaranya, aku menghitung jumlah mobil yang sedang terjebak macet. Kurang kerjaan memang, tapi kurasa ini lebih dari pada bosan. Aku sendiri juga kurang suka melihat pemandangan macam ini, awalnya aku kagum namun lama kelamaan bosan karena pemandangannya tetap sama tak bisa bergonta-ganti.
"Aku tidak yakin ini bisa dibilang sebagai 'rahasia'." Niall mengeluarkan suaranya, mata birunya melirik ke arahku yang berdiri satu meter darinya. "Tapi, aku menganggapnya sebagai rahasia."
Aku tidak mengerti maksud ucapan Niall beberapa detik lalu. Ucapan Niall terlalu berbelit-belit dan ucapan semacam itu akan sulit diterima oleh otakku yang kadang berjalan lamban, bahkan kupikir loading internet lebih cepat dari pada loading dari otakku.
"Jadi, apa ini rahasia?" tanyaku kemudian, melirik Niall yang masih melirikku. Untuk beberapa detik lamanya kedua mata kami beradu.
"Baik, terserah kau menganggapnya apa," kata Niall sambil mengangkat kedua bahunya.
Niall kemudian kembali melemparkan pandangannya kepada pemandangan kota London. Aku sendiri masih melihat Niall, menunggu pemuda bermata biru itu membuka suaranya.
"Apa kau percaya bahwa Cass adalah kembaranku?" tanya Niall, masih menatap pemandangan kota London.
Aku menggeleng, tanpa mempedulikan fakta bahwa kemungkinan besar Niall tak melihatnya. Masa bodoh dengan itu semua, aku hanya malas membuka mulutku walau hanya untuk menggumamkan kata 'tidak' walau aku tahu, berbicara sepatah kata tak akan membuatku kelelahan.
Kembali pada pertanyaan Niall tadi, aku tidak percaya bahwa Niall dan Cass adalah saudara kembar walau memang keduanya memiliki rambut pirang, mata biru dan keduanya juga berasal dari Irlandia. Cass dan Niall tidak punya nama belakang yang sama. Nama belakang Cass adalah Paddock sedang Niall memiliki nama belakang Horan.
"Tapi, bagaimana jika itu kenyataannya?"
Butuh beberapa detik bagiku untuk bisa mencerna ucapan Niall. Mataku membulat begitu sadar dengan maksud ucapannya. Jadi, Niall dan Cass adalah saudara kembar? Tapi mengap--
"Kami tidak memiliki nama belakang yang sama karena Cass tinggal bersama mom dan aku bersama dad. Kedua orang tua kami memutuskan bercerai sejak kami berdua baru berumur lima belas tahun. Awalnya, semua hak asuh akan diberikan pada mom tapi aku yang lebih dekat dengan dad memutuskan untuk tinggal bersama dad dan tetap menggunakan Horan sebagai nama belakangku," seolah mengetahui apa yang ada dipikiranku, Niall menjelaskan panjang lebar.
Aku mengangguk-angguk mengerti. Perceraian memang membuat semuanya menjadi tak lagi sama dan membuat semuanya menjadi lebih rumit.
"Jadi, apa ini rahasiamu?"
Niall mengangkat satu alisnya, untuk beberapa saat ia terlihat seperti berpikir.
"Tidak juga. Ada banyak yang belum kuceritakan."
"Oh, benarkah? Ceritakan kalau begitu," kataku yang mulai penasaran dengan rahasia Niall yang sebenarnya. Tadinya aku tidak tertarik, tapi mendengar cerita singkat Niall tadi, rasa penasaranku seolah terdorong.
Niall menghela napas dalam sebelum akhirnya ia menceritakan kisah hidupnya. Semuanya. Seolah tak ada lagi kebenaran yang ia tutupi.
###
Aku menatap ke arah langit-langit kamar asramaku. Omong-omong, aku sekarang tinggal di kamar seorang diri. Semenjak insiden yang membuatku dilarikan ke rumah sakit, Cass dipindahkan ke kamar lain. Mr. Walker berusaha keras agar Cass maupun Cam berada di jarak yang jauh dariku.
Aku sedang mengingat-ingat kembali percakapanku dengan Niall tadi siang, di mana Niall menceritakan rahasianya yang ternyata adalah kisah hidupnya yang selama ini tak tersentuh. Kini aku berpikir, untuk apa Niall menceritakan semua ini? Maksudku, aku ini siapa? Aku bukan siapa-siapa, aku hanyalah seorang gadis yang secara tidak sengaja menjadi dekat dengan Niall karena alat musik yang disebut gitar. Kami berdua belum terlalu mengenal satu sama lain. Dan, bukankah rahasia hanya akan dibongkar pada orang yang dipercaya?
Lantas, apakah Niall mempercayaiku?
Aku binggung. Sangat bingung. Terlalu banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepalaku tanpa mendapatkan jawaban apapun. Aku berharap, kepalaku tak pecah karena telah menampung terlalu banyak pertanyaan.
Masih jelas di ingatanku tentang apa saja yang Niall katakan tadi siang. Dan untuk kesekian kalinya, suara Niall mengiang-ngiang di kepalaku.
"Mungkin sulit untuk dipercaya, tapi pada suatu hari--saat kami berusia empat belas tahun--Cass datang padaku, kami berbicara santai dan normal seperti biasanya tapi di akhir percakapan Cass bilang padaku bahwa ia mencintaiku lebih dari seorang adik pada kakaknya. Ia mencintaiku sebagai seorang lelaki bukan sebagai saudara kembar. Saat itu, aku mulai menjauhi Cass. Aku selalu berusaha menegaskan pada Cass bahwa kami berdua tak akan pernah menjadi satu, kami bukanlah dua molekul yang bisa di satukan. Kami sama, dan karena kesamaan itulah kami tidak bisa disatukan.
"Setelah perceraian. Seperti yang aku bilang, Cass diasuh oleh Mom dan aku dengan Dad. Aku kemudian pindah ke Inggris tepatnya London sedangkan Cass dan Mom menetap di Irlandia. Saat liburan musim panas, aku dan Dad kemudian kembali ke Irlandia dan mengunjungi Mom dan Cass. Sekilas, semuanya terlihat sama. Akan tetapi ... Cass disiksa, dia disiksa habis-habisan oleh mom dan hal itu jelas bukanlah hal yang baik. Dad dan aku kemudian membawa serta Cass ke London dan aku dan Cass kemudian sekolah di sini.
"Cass mengenal Cam. Mereka menjadi dekat dan di saat yang bersamaan Cass berubah. Dia menjadi seseorang yang suka mem-bully orang lain. Dia seolah ingin membalas apa saja yang dilakukan oleh mom padanya.
"Cam kemudian berpacaran denganku. Aku memacari Cam karena sebuah game bernama truth or dare. Aku memilih dare dan teman-temanku menantangku untuk memacari Cam selama seminggu. Sejak berita aku dan Cam tersebar, Cass marah besar. Aku tau, bahwa Cass masih mencintaiku sebagai seorang lelaki. Kujelaskan padanya bahwa aku tidak benar-benar suka pada Cam dan saat itu dia mengerti.
"Aku kira, everything gonna be okay tapi ternyata aku salah. Semuanya tidak baik-baik saja sejak itu. Cam ternyata terobsesi padaku seperti Cass. Sejak aku memutuskan Cam, Cam dan Cass jadi semakin sering mem-bully murid yang lain. Target bullying mereka adalah gadis-gadis yang suka denganku atau dekat denganku."
Aku tidak pernah menyangka bahwa alasan mengapa saat itu Cass ikut-ikutan menyiksaku karena dia mencintai Niall bukan sebagai saudara kembar tapi lebih dari itu.
Aku berpikir, kenapa cerita ini sangat rumit? Kenapa sesuatu yang orang-orang sebut dengan cinta sangatlah rumit?
###
Cinta
Terdiri dari huruf C I N T A. Orang-orang melankolis berkata bahwa cinta itu adalah sesuatu yang tidak bisa didefiniskan, yang jelas cinta memiliki makna yang sangat dalam. Cinta tidak bisa digambarkan bagaimana rupanya, tapi setiap manusia bisa merasakan bagaimana rasa cinta.
Sedang para ahli filsuf berpendapat bahwa cinta adalah sebuah hawa napsu yang memang ada pada setiap manusia, binatang dan jin.
Lalu, mana yang bisa dipercaya? Cinta sebagai sesuatu bermakna dalam atau cinta sebagai hawa napsu.
Cinta itu ... Rumit ya?
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top