•Payne Sister•Part 4
Aku tidak tahu secara pasti kapan hal ini mulai terjadi dan siapa yang memulai yang jelas, aku dan Niall sekarang sudah dekat. Kalau tidak salah sih, karena kami satu kelas dalam kelas musik dan Niall sangat hebat dalam bermain gitar. Aku yang dari dulu ingin bermain gitar namun tak bisa sontak saja meminta si pirang itu untuk mengajarkanku tanpa ada niat apapun selain belajar. Niall meng-iya-kan dan saat itulah kami menjadi dekat. Kalau tidak salah, ceritanya seperti itu. Aku memang bukan orang yang mudah ingat soal bagaimana aku dan orang lain menjadi dekat. Aku bahkan tidak ingat sama sekali bagaimana aku dan Harry menjadi dekat.
Oh, ya. Apa aku pernah bilang soal aku tidak akan mendekati Niall karena Cam? Ya, sebenarnya aku memang sudah mengatakan pada diriku untuk jauh-jauh dengan Niall seperti bumi yang berjauhan dengan matahari yang merupakan pusat tata surya. Tapi, sungguh! Aku lupa saat itu! Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa aku lupa untuk menjauhi Niall.
Tapi, sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur dan bubur tidak akan pernah jadi nasi 'kan? Jadi, aku mencoba untuk tidak menyesali kedekatanku dengan si pirang Horan itu.
Kini aku duduk di ruang musik sendirian. Kelas musik sudah berakhir sejak sekitar empat menit yang lalu. Semua orang berlomba-lomba untuk keluar termasuk Niall yang katanya sudah kelaparan itu (padahal, sebelum kelas musik dia sudah makan. Aku tidak mengerti kenapa Niall memiliki perut yang sangat elastis yang bisa menampung banyak makanan didalamnya tapi tidak menjadi gemuk seperti Bill) kecuali aku yang tetap duduk disini.
Aku menatap drum yang ada di sudut kiri ruang musik. Melihat drum aku jadi ingat soal Bill (Bill itu salah satu murid di Royal Academy yang memiliki badan gemuk. Entah, dosaku sudah sebesar apa hingga aku satu kelas dengannya disemua kelas. Ya, SEMUA! Ini!!) yang pernah menjadi drum untuk Fred (siswa terbengal di Royal Academy) aku tidak tahu apa Bill tidak pernah meminum vitamin yang membuatnya menjadi sedikit pintar atau dia memang lahir sebagai orang teridiot, dia mau-mau saja untuk menjadi drum Fred dan semua orang tertawa akan hal itu.
Oke, kalau boleh jujur, kini aku merasa bodoh karena memikirkan soal Bill dan Fred yang pastinya tak pernah repot-repot memikirkan gadis berambut hijau bernama Alexa Payne ini.
Suara derap langkah kaki membuatku secara refleks menoleh ke arah yang kuanggap sebagai sumber suara. Rupanya Cam yang kini tengah memakai pakaian pemandu sorak. Matanya menatapku tajam, lebih tajam daripada tatapan kakak tiriku yang kejam, Liam. Dia juga melotot kearahku hingga aku pikir bola matanya akan keluar dari tempatnya sebentar lagi.
Cam kemudian berjalan lagi lebih dekat denganku. Jadilah jarak kami sangat dekat hingga aku berpikir bahwa orang-orang pasti mengira aku tengah berciuman dengan Cam saat ini. Ugh, memikirkannya aku jadi ingin muntah. Itu menjijikkan!
"Apa yang kau lakukan?" tanyanya, mengingatkanku pada sosok Liam.
Aku pikir, Cam ini cukup mirip dengan Liam kecuali bagian jenis kelaminnya. Liam itu laki-laki sedangkan Cam sudah jelas perempuan.
"Aku bernapas," jawabku sambil mengangkat dua bahuku. "Kau tidak bodoh, Cam."
"Dasar jalang belia! Kau sudah mendekati Niall Horan! Harusnya kau tahu diri bahwa kau dan Niall bukan dua makhluk yang bisa disatukan! Dan kupikir kau sudah tau bahwa Niall milikku! Hanya milik seorang Camellia Aston," ujar Cam tepat di hadapanku.
Apa dia bilang? Niall miliknya? Dia gila! Niall itu milik dua orang tuanya! Bagaimana mungkin Niall miliknya? Oh, atau mungkin dia ini ibu dari Niall. Hahah!!! Lucu kalau begitu. Berarti, hanya penampilannya saja yang seperti seorang remaja berjenis kelamin perempuan namun sebenarnya dia adalah seorang wanita dalam masa menopause yang memiliki anak. Lucu sekali! Aku jadi ingin tertawa.
"Aku. Benci. Dirimu," ujar Cam dengan penekanan di setiap kata yang ia ucapkan.
"Ya, terima kasih. Aku juga."
Cam tiba-tiba menjambakku. Dia seperti ingin menyabut rambutku dari kepalaku. Dia pikir rambutku ini rumput apa? Duh, rasanya sangat sakit hingga aku yakin bahwa setelah ini sudah pasti kepalaku akan pusing. Tapi, bagaimanapun juga aku tidak mungkin menunjukkan sisi lemahku di hadapan si jalang bernama Cam ini. Jika aku menunjukannya, aku berani bertaruh, dia akan bahagia dan aku tidak mungkin membiarkan orang yang menindasku ini bahagia.
Tanganku dengan cepat ikut menarik rambutnya. Hingga terjadilah adegan jambak-menjambak yang menjijikkan ini. Kepalaku sakit sekali tapi aku tidak mau kalah, aku harus bisa membuatnya lebih sakit dariku. Jadi, aku membuat rambutnya tertarik lebih keras. Cam meringis kesakitan. Senyum tercetak di atas wajahku yang cantik.
Suara langkah kaki seseorang terdengar mendekati ruang musik. Senyumku kembali mengembang kala melihat Cass masuk kedalam ruang musik dengan tangannya membawa sebuah batu. Aku yakin satu juta persen bahwa Cass akan berpihak padaku.
Namun aku salah. Aku menjadi pihak yang salah saat ini. Aku salah karena pada kenyataannya Cass memukulku dengan batu tersebut tepat di kepalaku.
Kejadiannya begitu cepat. Aku tak ingat apapun kecuali bagian bahwa aku terjatuh setelahnya dan baik Cass maupun Cam keluar dari ruang musik seolah tak ada apapun didalamnya. Dan kurasa setelah itu aku pingsan
Aku hanya berharap, ada yang menemukanku di tengah-tengah alat musik di sini. Aku tidak mau mati membusuk di sini.
TBC
Don't forget to hit the stars and leave some comment so i know what you guys think about this fiction so far.
Love,
Yossi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top