Ready
"Apa kau benar-benar ingin pergi?" tanya Grey kaku. Pria itu berdiri tegang di balik punggung Sarah yang sedang sibuk mengeluarkan pakaiannya dari dalam lemari. Sebuah koper besar sudah ia siapkan tak jauh dari kaki tempat tidur.
Sarah menggumam tak jelas. Sebuah gumaman yang berarti iya. Koper yang sudah ia persiapkan sebelumnya juga sudah menjawab semuanya tanpa perlu Grey bertanya.
"Apa kau tidak bisa membatalkan kepergianmu?" Grey bertanya kembali. Ia sedang berusaha mencegah Sarah pergi meski rasanya itu adalah sesuati yang mustahil melihat begitu seriusnya gadis itu mempersiapkan isi kopernya. "setidaknya tundalah kepergianmu barang beberapa hari." Grey mencoba menyembunyikan bujukan di balik kalimatnya.
Sarah sudah selesai mengeluarkan pakaiannya. Tinggal memasukkannya ke dalam koper. Tapi, ia menyempatkan diri untuk menghadapkan tubuhnya kepada Grey.
"Aku tidak akan menunda kepergianku meski kau memintanya, Grey," tegas gadis itu. Tatapan matanya juga menegaskan hal yang sama.
"Kenapa?"
Sampai saat ini Grey masih tidak mengerti kenapa Sarah bersikukuh untuk pergi.
"Aku ingin mengunjungi kedua orang tuaku, Grey."
Grey mendesah. Ia tahu jika Sarah hanya mencari-cari sebuah alasan belaka. Gadis itu hanya ingin menghindari Grey. Tapi, kenapa ia mesti melakukan hal itu? Di saat Grey ingin membangun sebuah tatanan rumah tangga yang sesungguhnya bersama Sarah, gadis itu malah hendak menjauhkan diri darinya.
"Itu bukan alasan yang sebenarnya, kan?" desak Grey. Pria itu melangkah ke depan dan jarak keduanya sangat dekat.
Sarah terhenyak. Sikap Grey benar-benar aneh.
"Aku mengatakan yang sebenarnya, Grey," kilah Sarah cepat. "apa aku salah jika merindukan mereka?"
Grey menyunggingkan senyum pahit.
"Kau ingin menghindariku?" tanya Grey penuh dengan kecurigaan. Ia sudah menyimpulkan hal itu sejak Sarah menurunkan koper itu dari atas lemari. "atau kau ingin meninggalkanku? Kau ingin menyiksaku lebih dalam lagi?"
Sarah menghembuskan napas kuat-kuat. Pertanyaan Grey benar-benar menguji kesabarannya.
"Aku hanya ingin pulang, Grey," tandas Sarah lagi. Mengulangi apa yang sudah dikatakan adalah hal yang menyebalkan buatnya.
"Apa kau akan kembali?" timpal Grey secepat yang ia bisa.
"Apa kau takut aku tidak kembali?" Sarah membalikkan pertanyaan Grey. Membuat pria itu semakin merasa dipermainkan oleh Sarah.
"Ya." Tak ada pilihan lain bagi Grey. Hatinya mengatakan hal yang sama.
Tapi, gadis itu bereaksi lain. Ia mengembangkan sebuah senyum pahit yang melambangkan ketidakpercayaan. Sarah tidak percaya pada apapun yang Grey ucapkan.
"Apa kau takut kehilanganku?" tanya Sarah kemudian. Lalu ia menyambungnya lagi dengan sebuah pertanyaan lain. "sebenarnya apa yang sedang kau takutkan, Grey? Kau takut tidak bisa melihatku lagi? Atau kau takut tidak ada yang menyiapkanmu sarapan, membantumu melepaskan lilitan dasi itu?" Sederet pertanyaan yang dimaksudkan gadis itu untuk menyinggung perasaan Grey.
Grey berdecak kaget mendengar serangkaian dugaan Sarah yang menurut pemikirannya begitu konyol. Dari mana ia dapat ide sebodoh itu?
"Kau masih belum mempercayai perasaanku?" Grey mencoba membalas Sarah dengan bersikap tenang. Ia hanya ingin menunjukkan betapa serius dirinya dengan kalimatnya.
Sarah menggeleng samar. Kepalanya nyaris tak tampak bergerak.
"Sulit untuk mempercayai seseorang yang pernah mengabaikan keberadaan orang lain, Grey. Mungkin dengan kepergianku kau akan tahu arti kehadiranku. Dan mungkin kau perlu belajar bagaimana sakitnya kehilangan," ucap Sarah serius.
"Kumohon jangan menguji atau menghukumku, Sarah," pinta Grey memohon.
"Aku tidak menghukummu, Grey."
"Lalu?"
Sarah terdiam sejenak. Untuk sekedar menelusuri kembali pikiran dan perasaannya terhadap Grey.
"Kau tidak pernah bersungguh-sungguh mencintaiku, Grey. Kalaupun kau pernah mengatakan kau mulai menyukaiku, buatku itu tidak tulus. Dan aku tidak butuh rasa sukamu yang mungkin tidak sebanding dengan rasa cintaku padamu, Grey. Kau bisa memahami perasaanku, kan?"
Grey terdiam.
"Dan... " Sarah melanjutkan kembali kata-katanya. "jangan menungguku, Grey. Aku tidak tahu akan kembali atau tidak." Suara Sarah kian melemah pada akhir kalimatnya. Sepertinya ia sedang gamang dengan perasaannya sendiri.
"Tapi, aku akan tetap menunggumu, Sarah. Sampai kapanpun." Grey menyambung kalimat Sarah. Ia sangat sadar dengan apa yang ia ucapkan.
"Bagaimana jika aku tidak pernah kembali?"
Grey tersenyum pahit. Gadis itu kembali memberinya sebuah perumpamaan.
"Aku akan tetap menunggumu meski kau tak akan kembali sekalipun."
Sarah tertegun mendengar penegasan Grey. Sepertinya ia memang bersungguh-sungguh dengan kalimatnya. Tapi, jauh di dalam hatinya, gadis itu masih merasakan keraguan pada Grey.
"Aku tetap akan pergi, Grey." Sarah tetap pada keputusannya semula. Meski ia sempat goyah beberapa saat yang lalu, tapi, ia sudah mantap akan pergi.
"Apa aku boleh memelukmu?"
Sarah tercekat mendengar permintaan Grey. Sebenarnya ia sudah lama menunggu saat-saat seperti ini.
Akhirnya gadis itu menganggukkan kepala. Ia setuju dan membiarkan tubuhnya jatuh dalam rangkuman hangat Grey. Itu adalah pelukan pertama mereka. Mungkin juga yang terakhir andai Sarah memutuskan tidak akan kembali.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top