Morning Beat

Sarah mengulum senyum pahit di ujung bibirnya yang kering. Gadis itu menghentikan langkah beberapa jengkal dari meja makan setelah melihat Grey sudah terlebih dulu duduk di sana. Ia tidak merasa terlambat bangun pagi ini, akan tetapi, kenapa Grey sudah berada di meja makan sepagi ini?

Apa ia masih aneh seperti kemarin?

Sarah mendekat kemudian menempati posisi di mana ia biasa duduk. Di atas meja makan sudah tampak dua porsi spagheti yang masih mengepulkan asap tipis. Sepertinya mereka baru saja diangkat dari kompor. Hal ini benar-benar membuat kening Sarah berkerut tajam.

"Oh... Kau sudah bangun?"

Sarah mengurungkan niatnya untuk bertanya karena Grey sudah melempar teguran terlebih dulu. Gadis itu hanya mengangguk pelan.

"Apa ini, Grey?" tanya Sarah sembari melayangkan pandangannya sekali lagi ke atas meja.

"Ini?" tanya Grey dengan lagak bingung. "aku tadi sengaja memasak ini untukmu. Supaya kamu bisa sarapan selain dengan roti tawar." Seulas senyum tipis terukir di bibir Grey.

Sarah tertegun dan belum bisa mempercayai apa yang baru saja ditangkap oleh telinganya. Spagheti? Grey? Sarapan? Ugh.

Sarah menyadarkan punggungnya pada sandaran kursi dan melenguh kuat-kuat. Grey masih belum normal.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Grey?" Meski pertanyaan ini pernah ia tanyakan sebelumnya, tetap saja ia mengulangnya. "aku masih tidak mengerti akan perubahan sikapmu. Sebelumnya kau bersikap sangat dingin dan tiba-tiba saja kau bersikap hangat. Bahkan kau memasak untukku. Ini sangat mengejutkan untukku, Grey. Ini aneh, kau tahu?" Sorot mata Sarah menusuk tajam ke dalam jantung Grey.

Grey mendesah pelan. Ia tahu Sarah akan bereaksi seperti ini. Bukan Sarah saja, semua orang juga akan bersikap sama. Tapi, sungguh ia tidak bermaksud membuat Sarah bingung. Ia hanya tidak bisa menjelaskan semuanya pada gadis itu.

"Aku hanya ingin berubah, Sarah. Aku hanya ingin lebih menghargaimu."

Kalimat Grey sontak membuat Sarah meledakkan tawa.

"Apa kau pikir aku akan percaya begitu saja dengan apa yang kau katakan?" Nada suara Sarah terdengar meninggi. Kedua alisnya juga berkerut. "apa hanya dalam semalam seseorang bisa berubah sedrastis itu tanpa sebuah alasan yang jelas?"

Grey bungkam. Pria itu mengunci bibirnya rapat-rapat.

"Hentikan sikap bodohmu ini, Grey!" Sarah bertambah kesal melihat kebisuan di bibir Grey. "kau tidak perlu bersikap baik padaku hanya karena kasihan. Aku tidak suka, Grey."

"Maaf jika sikapku membuatmu bingung, Sarah," ucap Grey sejenak kemudian. Setelah jeda beberapa saat menunggu luapan emosi Sarah mereda. "aku tahu pasti akan begini jadinya."

Sarah membuang pandangan ke arah lain. Mengabaikan ucapan Grey dan spagheti buatannya. Toh, makanan itu cepat berangsur dingin. Lagipula ia tidak berselera untuk menyantap apapun pagi ini.

"Aku sadar jika sikapku selama ini salah padamu." Grey melanjutkan kata-katanya. Kali ini ia mencoba bersikap tenang. "aku selalu mengabaikanmu dan mungkin kau berpikiran jika aku menganggapmu tidak pernah ada. Tapi, sekarang aku ingin lebih menghargaimu, Sarah. Aku ingin menjalani hidup berdua denganmu," ujar Grey memaksa Sarah mengalihkan tatapannya pada pria itu.

"Kenapa?" tanya Sarah cepat seperti sedang menghardik pria itu. "apa orang tuaku sudah mengancammu?" selidik gadis itu sembari memicingkan kedua matanya.

Tapi, Grey menggeleng.

"Tidak ada," jawabnya pelan. "oh ya, makanlah. Spagheti-nya pasti sudah dingin," suruh Grey terang-terangan ingin mengakhiri pembahasan di antara mereka.

Sarah bergeming. Ia hanya menatap gamang ke arah Grey. Pria itu mulai melahap makanannya dengan sedikit tergesa. Begitu banyak pertanyaan yang mendera kepala Sarah tentang Grey. Tapi, hanya Tuhan dan Grey saja yang bisa menjawabnya.

"Kau tidak mau makan?" sentak Grey begitu menyadari Sarah belum menyentuh makanannya.

Sarah menggeleng pelan. Harusnya ia senang bisa mencicipi masakan Grey yang seumur hidup belum pernah ia rasakan. Tapi, sikap-sikap aneh Grey seperti menahan gadis itu untuk tidak menyentuh makanan itu.

"Apa kau berusaha membunuhku?" gumam Sarah pelan, namun sudah cukup membuat Grey tersentak.

"Astaga, Sarah. Kenapa kau berpikiran seperti itu?" Sepasang mata Grey membelalak kaget. Ia tidak sejahat yang Sarah pikirkan. "aku tidak memberi racun pada makananmu, jadi makanlah."

Sarah mendesah. Namun, akhirnya gadis itu bersedia mencicipi masakan Grey. Meski pikirannya masih kacau, tapi, lidahnya berfungsi dengan baik. Spagheti buatan Grey lumayan enak.

Sarah serasa membeku di tempatnya berdiri saat meleps kepergian Grey. Pasalnya pria itu mendaratkan sebuah kecupan hangat di keningnya. Memaksa gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali hanya untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sedang tidak tidur. Kecupan Grey benar-benar nyata dan masih membekas di keningnya meski pria itu sudah menutup pintu apartemen beberapa menit yang lalu. Pria itu berangkat usai menghabiskan sarapan.

Aneh, konyol, gila!

Sebenarnya apa yang terjadi dengan Grey? Apa kepalanya terbentur sesuatu yang keras sehingga menyebabkan syaraf otaknya terjepit atau bergeser? Tapi, sama sekali tak ada tanda-tanda ia terluka. Lalu, apa yang terjadi dengan Grey? Apa ia akan meninggal? Bukankah seseorang yang akan meninggal seringkali berkelakuan aneh?

Tidak!

Sarah segera menjauhkan pikiran negatif dari kepalanya. Ia harus berpikiran positif. Sikap Grey sebenarnya tidak seburuk yang ia bayangkan. Ia jadi seseorang yang berbeda dan lebih baik. Harusnya ia gembira dengan perubahan pada diri Grey meski itu terjadi dengan tiba-tiba dan cukup mengejutkan baginya. Bukankah ini yang diharapkan Sarah selama ini?

Apa Grey mulai menyukainya? batin Sarah sembari melangkah ke dalam kamar lalu menjatuhkan tubuh di atas single sofa kesayangannya.

Atau Grey sedang mengasihaninya? batin gadis itu kembali. Kenapa hatinya masih meragukan sikap baik Grey?

Ah, Sarah ingin berteriak sekeras-kerasnya. Ia butuh penjelasan! Tapi, siapa yang bersedia memberitahunya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top