It happens
Inikah takdir?
Sarah terpaku dan termangu menatap lurus ke depan. Sepatu yang membungkus kedua ujung kakinya serasa melekat di atas trotoar yang mengarah ke apartemennya. Pegangannya pada kantung belanjaan bertambah erat dari sebelumnya. Bibirnya kelu dan hanya desah napas gadis itu yang memburu gelisah.
Dua meter di depan sana, berdiri seorang pria mengenakan jaket berbahan denim yang tampak lusuh. Rambut tebalnya dicat dengan warna merah menyala. Sebuah anting tampak menggantung pada ujung telinga kanannya. Jika dilihat dari wajahnya, pria itu berusia sekitar 30 tahun. Belum terlalu tua untuk seseorang yang biasa masyarakat sebut sebagai 'preman'. Dan di tangan pria itu terhunus sebatang pisau lipat yang ujungnya tampak mengkilat. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba pria itu muncul dan mengancam Sarah.
Di saat kepala Sarah penuh dengan pikiran tentang Grey dan obrolan mereka tadi pagi, pria itu mendadak muncul dan menghadang langkah gadis itu. Di trotoar yang sepi, ia sengaja memanfaatkan keadaan untuk mengancam seseorang. Ia seorang preman yang hendak merampok pejalan kaki yang sengaja lewat di sana. Dan kali ini adalah giliran Sarah.
Tetapi, hari ini bukanlah 23 September. Hari ini adalah tanggal 30 September. Kenapa kejadian yang saat ini terpampang di depan matanya mengingatkan Sarah akan artikel koran itu? Semestinya ini bukan kejadian yang tertulis pada artikel itu kan?
"Kenapa diam? Cepat serahkan uang dan ponselmu!"
Teriakan pria itu memaksa Sarah menyadarkan diri dari lamunan kecilnya. Bahwa pria itu sekarang sedang memegang pisau dan bisa saja ia menusuk Sarah kapanpun ia mau. Sepertinya pria itu adalah tipe orang yang nekat dan bisa bertindak apa saja tanpa memikirkan situasi juga dampak yang akan ia terima jika melakukan tindak kriminal. Lagi pula itu adalah tempat umum meski area itu lumayan sepi pejalan kaki.
Tubuh Sarah gemetar. Kaki dan tangannya juga sama. Toh, ia tidak membawa uang banyak ketika pergi belanja seperti sekarang. Perlahan gadis itu mengulurkan dompet miliknya kepada pria itu.
"Jangan bergerak!"
Suara teriakan itu nyaris membuat Sarah menjatuhkan dompet yang sedang terulur ke arah pria di hadapannya. Gadis itu tertegun dan spontan mencari sumber suara. Polisikah? batinnya sedikit bingung.
Di saat Sarah masih mencoba mengurai kesadarannya, tiba-tiba saja tubuhnya tertarik ke depan dengan gerakan cepat. Dalam sekejap mata, ia sudah berada di dekapan pria berjaket denim lusuh itu dengan pisau yang sudah terhunus di depan perut. Sedikit saja gerakan akan membuat perutnya tertusuk senjata tajam yang kini berada beberapa centimeter dari tubuhnya. Tubuh Sarah menegang dan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.
Dua orang polisi berpakaian preman tampak mengacungkan sebuah pistol ke arah pria itu dan Sarah. Salah seorang dari mereka mengenakan jaket hitam dan seorang lagi memakai kemeja kotak-kotak berbahan flanel. Tentu saja mereka tidak akan melepaskan tembakan selama Sarah masih ada dalam tawanan pria itu.
"Lepaskan dia, Hen!"
Polisi yang berjaket hitam berteriak. Menyuruh penjahat itu untuk melepaskan tawanannya. Tapi, apa penjahat itu akan begitu saja melepaskan Sarah? Tidak. Ia tidak sebodoh itu lantas menyerahkan diri.
"Buang pistol kalian dan aku akan melepaskan gadis ini," ucap pria itu seraya menyeringai. Tangan kanannya yang sedang menggenggam pisau tampak gemetar. Sesungguhnya ia takut dan hanya ingin menjadikan Sarah sebagai tameng belaka.
"Lepaskan gadis itu dan ikut kami ke kantor polisi. Atau kau lebih suka mendapat hadiah timah panas? Kau tahu, kami sudah puluhan kali melumpuhkan penjahat kelas teri sepertimu!" Polisi yang mengenakan kemeja flanel menghardik. Tampaknya ia sama sekali tidak mencemaskan keadaan Sarah yang sedang terancam keselamatannya. Mungkin ia memang seperti yang dikatakannya. Ia pasti seorang polisi yang percaya diri dan bangga terhadap profesinya.
Apa-apaan kalian ini? Sarah hanya bisa membatin dan menggerakkan kedua bola matanya ke arah dua polisi itu secara bergantian. Apa mereka perlu berdebat di saat yang genting seperti ini?
"Ayolah, Hen," ucap si polisi berjaket hitam. Tampaknya ia tidak suka terjadi perdebatan atau salah seorang dari mereka terluka. Ia mencoba melakukan pendekatan kepada penjahat itu. "kalau kau ikut kami, paling-paling hukumanmu hanya tiga bulan. Tapi, kalau kau melukai gadis itu, kau tahu sendiri hukumannya. Apa kau mau membusuk di penjara?"
Sarah menahan napasnya. Di tengah-tengah situasi yang membuatnya hampir mati, mereka seakan sedang bernegosiasi. Apa mereka sedang bermain drama?
Si penjahat terdiam beberapa saat. Mungkin saja otak kriminilnya sedang berpikir mempertimbangkan ucapan polisi itu.
Ugh. Sarah merasakan ujung pisau itu sudah menyentuh permukaan bajunya. Apa pria itu benar-benar ingin melukainya?
Lepaskan aku, bisik Sarah dalam hati. Di dalam pikirannya berkelebat bayangan Grey. Apa pria itu akan merasa kehilangan Sarah jika gadis itu benar-benar terbunuh kali ini?
Dor!
Suara tembakan terdengar keras dan nyaris memekakkan telinga gadis itu. Pikirannya masih menerawang kepada Grey di saat tembakan itu terdengar. Ia segera mengumpulkan segenap kesadarannya dalam sekejap.
Pria itu mendadak roboh di belakang tubuh Sarah. Rupanya salah seorang polisi itu bertindak cepat dengan menembak kaki kanan penjahat itu. Tak ada negosiasi yang selalu berhasil. Polisi itu hanya ingin cepat meringkus penjahat dalam waktu singkat. Dan Sarah melihat darah mengucur membasahi celana penjahat itu. Membuatnya menyeringai kesakitan. Untuk pertama kalinya, Sarah melihat seseorang terluka tembak seperti ini.
Tetapi, kenapa gadis itu merasa pakaiannya basah? Padahal tak ada hujan sore ini. Langit juga tampak bersih. Tapi...
Ya, Tuhan! Apa ini? Pekikan Sarah tersendat di tenggorokan. Gadis itu menatap kaget ke tubuhnya yang telah bersimbah darah. Jadi, pisau itu sudah berhasil menyentuh kulitnya? Pisau telah melukai tubuhnya tanpa ia sadari?
"Bertahanlah, Nona!"
Suara si polisi berjaket hitam masih sempat Sarah dengar sebelum akhirnya tubuh gadis itu ambruk ke tanah. Sementara darah segar masih terus mengalir dari kulitnya yang terbuka.
Apakah ini akhir dari segalanya? tanya Sarah sebelum menutup matanya rapat-rapat dan semuanya tampak gelap.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top