5. Meet The Past
Sebagai hadiah ulang tahun buat abang yg ditinggal kencan sama si eneng 😪
Baru ngeh...kyaknya dlu si eneng kencan sama om mingming pas bulan maret jg ya? Ada apa sama bulan maret sih? Apa karena ada ultahnya abang? hahahahha
.
.
.
Pada akhirnya acara pertukaran cincin berakhir batal yang mengakibatkan para undangan bertanya-tanya dan ada beberapa yang terlihat kesal karena merasa sudah menyempatkan diri untuk menghadiri acara tersebut, tapi malah berujung berantakan. Juga beberapa di antara mereka pulang dengan kekecewaan, lebih dari itu keluarga kedua sepasang kekasih yang malam ini harusnya telah resmi bertunangan itu menjadi malu luar biasa. Pasalnya acara yang sengaja mereka helat dengan besar-besaran hingga mengundang beberapa orang penting tidak berjalan sesuai dengan rencana.
Kini kedua keluarga telah berkumpul di sebuah ruangan serbaguna, hanya keluarga inti sementara keluarga lain telah pulang ke rumah masing-masing.
Sejong memeluk pundak Joohyun yang hingga sekarang tidak menghentikan tangisannya, sementara itu ibu Joohyun sedang berunding bersama saudara Sejong, selaku wali pria itu mengingat ibu calon menantu mereka telah dipaksa pulang lebih dulu.
"Sebenarnya saya tidak mengerti," pria berwajah kaku itu bergumam keras, "apa yang membuat kalian rela menanggung malu dan membatalkan acara malam ini?"
Inha melirik putrinya yang masih tersedu-sedu dalam pelukan Sejong, kemudian memandang pria di depannya dengan sendu, "kami tidak bisa menemukan saudara Joohyun. Kami tidak mungkin melanjutkan acara ini di saat salah satu putri kami menghilang."
Mengabaikan kesopanan, pria itu mendengus kasar, "dari apa yang saya tau, putri anda yang dikatakan hilang adalah saudara kembar Joohyun, dan jika tidak salah mengingat usia mereka sudah lebih dari cukup untuk dikatakan dewasa. Perihal dia menghilang atau tidak, jelas itu bukan masalah besar. Putri anda pasti bisa menemukan jalan pulang," ujarnya panjang lebar, tidak habis pikir dengan pola pikir orangtua Joohyun yang terlalu mencemaskan anak mereka. Lagipula ini Seoul, bukan kota asing yang baru didatangi oleh putri mereka, jadi presentase hilang atau tersesat sangat kecil.
"Bukan seperti itu..." Youngjun muncul dari belakang membuat mereka menoleh, pria paruh baya itu baru saja masuk ke ruangan setelah ikut mencari-cari putrinya. Dia yakin Sooji menghilang secara tiba-tiba karena ada alasannya, dan itu pasti bukan sesuatu yang sederhana.
"Saya tau, yang bertanggung jawab atas Sejong dan acara ini adalah kau. Jadi maaf kalau masalah ini membuatmu merasa dirugikan, tapi kami tidak mungkin tetap melanjutkan acara ini di saat salah satu putri kami menghilang."
Youngjun duduk di sebelah istrinya sembari mengusap pundak wanita itu, Inha memberi tatapan padanya seperti bertanya apakah Sooji ditemukan yang dibalas hanya dengan gelengan kepala Youngjun.
"Tapi ini sungguh tidak masuk akal. Acara ini sudah direncanakan jauh-jauh hari dan beberapa orang penting, bahkan perdana mentri hadir malam ini, hanya karena putri kalian pergi entah ke mana, acara ini jadi kacau."
"Hyung, sudah tidak apa-apa. Bertukar cincin hanya acara simbolik, kita bisa melakukannya setelah Sooji ditemukan."
Pria itu mendelik, melirik Sejong kemudian menatap orangtua Joohyun lalu menghela napas berat.
"Jadi solusinya bagaimana? Pertunangan ini batal?"
"Tidak, tidak boleh batal. Aku mencintai Joohyun," Sejong berseru tidak terima, semakin memeluk wanita di sampingnya, "sudah kukatakan masalah tukar cincin bisa dilakukan kapan saja."
"Pertunangan ini tidak batal hanya ditunda saja," Inha ikut menyahut, tidak tega melihat putrinya yang semakin terisak saat membahas masalah pertunangan yang batal, "kami masih mencari keberadaan anak kami. Jika dia sudah ditemukan, Joohyun dan Sejong akan langsung bertukar cincin."
"Terseralah, lakukan sesuai keinginan kalian," pria itu beranjak, terlihat bosan untuk kembali beradu argumen kepada keluarga mempelai wanita, "saya hanya akan memastikan bahwa wasiat yang dibuat oleh ayah Sejong benar-benar terlaksana, yaitu pernikahan konyol ini."
"Hyung!" Sejong berseru demi menegur kakaknya, yang mana teguran itu diabaikan begitu saja.
"Sepertinya sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Yang Sejong..." pria itu membungkukan sedikit tubuhnya kepada kedua orangtua Joohyun lalu melirik Sejong dengan tatapan tajam, mengirimkan sinyal bahwa mereka akan segera pergi dari tempat itu.
"Kembalilah lebih dulu Hyung, aku masih akan menemani Joohyun hingga saudaranya ditemukan dan akan segera menyusul."
Pria itu berdecak tidak senang, sebelum pernikahan terjadi seharusnya Sejong tidak perlu terlalu dekat dengan keluarga itu. Dia harus bisa membatasi diri, setidaknya jika sesuatu terjadi dikemudian hari, seperti pernikahan yang batal atau terjadi sesuatu yang mengakibatkan perjodohan ini tidak terlaksana, maka Sejong tidak perlu repot untuk merasa canggung ketika harus meninggalkan Joohyun.
Tapi diapun tidak memiliki kuasa untuk memaksa kehendak Sejong, selama apa yang adiknya itu lakukan bukan untuk merugikan keluarga mereka, maka dia tidak akan memaksa.
"Baiklah. Kuharap kau pulang malam ini." Tuntutnya, menandakan bahwa Sejong tetap tidak boleh terlalu lama berasa di lingkaran keluarga ini.
Sesaat ketika dia hendak untuk berjalan menuju pintu keluar, langkahnya tiba-tiba berhenti karena pintu yang ditujunya sudah lebih dulu terbuka dan seorang wanita tanpa sopan santun langsung berlari masuk ke dalam.
"Joohyun...maaf, maafkan aku."
"Sooji!"
Mengernyitkan keningnya bingung, melihat adegan di depannya yang lebih mirip dengan sebuah drama kolot yang membosankan, dua orang wanita yang saling berpelukan dengan airmata membuatnya merasa muak. Terlalu berlebihan.
"Nah! Kurasa yang kita tunggu telah muncul dan bisakah hal yang ditunda sejak tadi segera dilanjutkan?" Ujarnya dengan cepat, tanpa memberi kesempatan kepada dua orang tua yang mungkin baru saja akan menghampiri putri mereka. Dia merasa harus menyelesaikan semua ini dan bisa kembali tenang. Setidaknya wasiat pamannya sebentar lagi akan segera terlaksana.
Namun, sepertinya rencana yang ia harap bisa selesai secepat mungkin tanpa membuatnya repot menunggu tidak akan terlaksana dalam waktu dekat. Karena wajah wanita yang sejak tadi tidak dilihatnya setelah sibuk berpelukan dengan calon istri adiknya akhirnya terpampang nyata di depan matanya.
Dan dia sangat yakin jika wajah itu tidak benar-benar berubah.
Setidaknya sejak sepuluh tahun yang lalu.
=Past, Prejudice, and Love=
Sooji membuka mata dan menemukan dirinya tergeletak di atas permadani tebal yang melapisi lantai ruangan itu, pandangannya sedikit berkunang-kunang saat mencoba bangkit untuk duduk dan ketika mendapatkan kesadarannya, ia mengerang pelan.
"Bisa-bisanya aku pingsan," racaunya dengan suara yang terdengar muram, ia menghitung hingga sepuluh sebelum benar-benar yakin pusing di kepalanya telah hilang kemudian berdiri. Menghela napas panjang, Sooji tidak berani menebak berapa lama dia tidak sadarkan diri di tempat ini hingga tak ada satupun yang berhasil menemukannya, dalam hati berharap bahwa itu mungkin hanya sekitar sepuluh menit.
"Joohyun bisa mengamuk jika berpikir aku kabur lagi," gerutunya pelan lalu membuka pintu di belakangnya, sejenak ia tersentak kala ingatannya kembali pada alasan mengapa dirinya berada di dalam ruangan ini dengan keadaan yang mengenaskan. Bibirnya terkatup rapat membentuk garis lurus dan mencoba untuk menguatkan hatinya.
Sudah pasti dia berada di sini. Tapi itu tidak membuatnya bisa melihatku dan kembali menghancurkan hidupku. Sooji bergumam dalam hati, ia hanya perlu melakukan seperti yang dia lakukan sejak sepuluh terakhir, menghindar dari apapun yang berpotensi membuatnya bertatap muka dengan pria itu.
Setelah yakin dengan dirinya, Sooji akhirnya melangkah keluar. Tadinya sempat terlintas di kepalanya mengapa suara musik klasik dan dengungan percakapan orang-orang tidak terdengar ketika membuka pintu namun, fokusnya terlalu teralihkan oleh masalah pria sialan yang muncul di tempat ini sehingga tidak terlalu memikirkannya. Sekarang, setelah benar-benar menyaksikan dengan mata kepalanya, ia dibuat melongo. Ruangan yang tadinya ramai, padat hingga membuatnya risih kini kosong melompong. Tak ada lagi apapun, bahkan meja ataupun kursi di beberapa sudut sudah lenyap, hanya tersisa dekor ruangan yang sepertinya baru akan dilepas besok.
"Matilah aku!" Menyadari situasinya, Sooji langsung panik. Ia berjalan ke manapun untuk mencari seseorang yang bisa ditanyai, bagaimana acaranya, tetapkah berlangsung, atau ditunda, atau parahnya lagi dibatalkan?
Tidak, tidak boleh. Sooji tidak bisa melihat Joohyun menderita karena ulahnya kali ini. Dia sangat tau tabiat saudara kembarnya yang selalu ingin melewatkan momen penting dihidup mereka bersama-sama, dan malam ini jelas adalah sebuah momen paling penting dihidupnya. Jadi kemungkinan bahwa Joohyun menolak untuk melanjutkan acara karena ketidakhadirannya sangatlah besar.
Karena terlalu panik, Sooji sampai tidak menyadari beberapa orang yang memakai kemeja berwarna ungu pastel memasuki aula sembari menatapnya bingung.
"Nona, ada yang bisa kami bantu?" Salah seorang pria mendekatinya, bertanya dengan nada sopan membuat Sooji segera berbalik.
"Tentu. Di mana keluargaku? Apa acaranya telah selesai?"
Sekilas terlihat pandangan bingung pria itu namun, kemudian dia berdehem sebelum menjawab, "acara telah di bubarkan, kami sudah bersiap untuk melepaskan dekorasinya. Masalah keluarga anda," pria itu terdiam sebentar sebelum menatap salah satu pintu yang berada di sudut lain ruangan ini.
"Mereka sedang berada di dalam ruangan itu bersama keluarga mempelai pria."
Sooji menarik napas lega, setidaknya acara ini berhasil kan? Joohyun telah resmi bertunangan kan?
"Baik, terima kasih."
"Ehm nona?" Sooji menghentikan langkahnya saat suara pria itu terdengar memanggilnya, "saya hanya memberikan informasi, jika tadi acaranya diberhentikan secara tiba-tiba tanpa penjelasan. Saya pikir anda perlu tau, mengingat anda adalah salah satu anggota keluarga inti."
Dan rasa bersalah langsung menghantamnya saat itu juga. Tidak mungkin! Pertunangan itu harus tetap terlaksana.
Wajahnya mengeras saat berbalik menuju ruangan yang diarahkan pria tadi, tanpa sadar airmatanya keluar dan dia tidak repot-repot untuk menghapusnya.
Sooji mengambil napas panjang, rasa sakit di hatinya teramat besar sebanding dengan rasa bersalahnya karena telah berhasil mengacaukan malam ini. Dia benar-benar tidak akan memaafkan dirinya jika benar pertunangan ini batal. Itu akan sangat menyakiti hati Joohyun dan juga dirinya.
Membuka pintu dengan tidak sabar, matanya nyalang mencari keberadaan saudaranya. Setelah menemukan wanita itu berada dalam pelukan pria yang dicintainya, dia langsung meringsek maju tanpa peduli tatapan kaget orang-orang di ruangan itu.
"Joohyun...maaf, maafkan aku."
"Sooji!"
Sooji menangis memeluk Joohyun, menyalurkan segala rasa bersalahnya karena membuat semua ini berantakan. Ia tidak berhenti menggumamkan kata maaf dan menyumpahi dirinya dengan kata bodoh serta idiot. Joohyunpun ikut menangis dalam pelukannya, tanpa kata dan dia tau jika saudaranya itu tidak benar-benar marah kepadanya.
Hingga acara haru birunya bersama Joohyun menguap saat suara dingin dan terdengar bosan itu menyela.
"Nah! Kurasa yang kita tunggu telah muncul dan bisakah hal yang ditunda sejak tadi segera dilanjutkan?"
Sooji menenangkan dirinya. Ia masih menangis, tapi tidak sederas tadi, sebelum benar-benar paham situasinya, ia berbalik menatap pria yang sedang melemparkan tatapan remeh kepada mereka.
Detik pertama pandangannya jatuh pada wajah itu, saat itu juga ia merasa jantungnya mencelos. Tubuhnya limbung ke belakang, mencari pegangan hingga ke lengan Joohyun. Matanya tanpa berkedip menatap wajah pria itu.
Benar itu dia.
Mimpi buruknya.
Masa lalunya.
"Kim Myungsoo?"
=Past, Prejudice, and Love=
Yang nebak nebak kemarin...tuh ada sedikit jawabannya, yg benar siapa nih?
[13/03/18]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top