4. Seeing Him
Sooji berdiri canggung di antara keramaian, sebuah gedung serbaguna di salah satu hotel ternama di kota telah berubah menjadi ruangan yang luar biasa indah. Sooji bisa menebak jika Joohyun tidak tanggung-tanggung ketika mengurus acara pertunangan ini, dan wanita itu memang tidak bohong ketika mengatakan acaranya akan berlangsung dengan megah. Sooji sendiri percaya bahwa yang hadir malam ini mencapai 500 orang lebih.
Ia berdecak, sebenarnya siapa calon suami saudara kembarnya itu? Sampai sekarang dia memang belum mengetahuinya karena tidak begitu penasaran dengan pria yang berhasil merebut hati Joohyun, asalkan pria itu bisa menjaga saudaranya ia merasa tenang. Tapi melihat bagaimana acara ini begitu mewah dengan para undangan yang bisa ditebaknya adalah orang-orang dari kalangan atas membuatnya sedikit penasaran. Dia bahkan sempat mendengar bisik-bisik para ibu penggosip di ujung meja bahwa bapak Walikota yang terhormat turut menghadiri acara ini.
"Hmm, aku curiga calon suaminya adalah salah satu dari anak presiden," gumamnya tidak masuk akal. Sooji merasa sebentar lagi dirinya bisa disamakan dengan orang gila karena sibuk berbicara sendiri sembari mengamati keadaan. Dia menyendiri seperti ini bukan tanpa alasan, semua karena kelakar bodoh yang dilakukan para bibinya, dan jadi malas untuk bergabung bersama saudara sepupunya yang lain karena pada akhirnya ia akan tetap mendengar pertanyaan keramat dari mulut-mulut ceriwis mereka.
"Suatu hal yang langka, menemukan seorang wanita cantik berdiri sendiri di acara semeriah ini."
Sooji terlonjak kaget, hampir menjatuhkan gelas champangenya ketika suara itu timbul dari balik punggungnya. Ia langsung menoleh dan menemukan seorang pria berjas dengan model rambut yang disisir rapi ke belakang sedang memamerkan senyuman memikatnya.
"Maaf, apa saya mengenal anda?" Tanya Sooji dengan nada kebingungan, tidak mungkin pria itu menegur orang lain karena tatapannya tepat tertuju padanya.
"Oh maafkan kelancanganku, perkenalkan, Kim Junmyeon." Pria itu tersenyum semakin lebar, mengulurkan tangan besarnya dengan raut wajah penuh percaya diri.
"Sepertinya saya memang tidak mengenal anda. Maaf, mungkin saja anda salah orang," bukannya menerima uluran tangan pria tersebut, Sooji malah bergidik dan bersiap akan menyingkir membuat mata pria di depannya membesar dengan tidak anggun.
"Kau tidak mengenalku?" Pria itu bertanya hampir seperti menjerit, menatap tidak percaya pada wanita yang hanya melemparkan pandangan ngeri kepadanya.
"Apakah kau artis jadi aku harus mengenalmu, begitu?" Menanggalkan formalitas, Sooji sepenuhnya telah merasa terganggu, "maaf tuan artis, kau sudah mengusik ketenanganku. Jadi selagi aku meminta baik-baik silahkan pergi dan cari wanita lain yang bisa kau goda."
Pria itu tercengang, dia merasa dibodohi. Bagaimana bisa ada orang yang tidak mengenalnya? Kecuali orang itu tidak pernah membaca majalah atau menonton tv. Dia adalah Kim Junmyeon, salah satu eksekutif muda terkaya di negara ini. Bahkan menurut majalah forbes tahun lalu dia berhasil menduduki peringkat pertama untuk seorang eksekutif termuda sekaligus terkaya di benua Asia. Keterlaluan jika wanita ini tidak mengenalnya. Namanyapun sudah melanglang buana di seluruh negri ini bahkan hingga di pelosok.
Tidak bisa dipercaya.
Atau jangan-jangan wanita ini hanya berpura-pura agar dia merasa penasaran dan pada akhirnya akan terjerat tipu dayanya? Hah, Junmyeon terkekeh pelan.
"Tidak usah pura-pura nona. Semua orang tau kau sedang berusaha menipu di sini."
Sooji menaikan alisnya, sepertinya gelar orang gila lebih pantas disematkan pada pria di hadapannya ini. Kekesalannya semakin memuncak kala mengamati wajah sombong pria itu, ia mencibir sebelum berbalik tanpa mengatakan apapun. Meladeni orang tidak waras seperti itu hanya membuang waktu.
Sementara itu Junmyeon mengawasi punggung Sooji yang menjauh, menghitung sampai tiga kemudian berlanjut jadi lima hingga hitungannya berakhir pada angka sepuluh, lalu umpatan pelan keluar dari bibirnya. Dia berpikir wanita itu akan menoleh dan mengirimkan sinyal merayu padanya seperti yang dilakukan wanita lain saat bertemu dengannya di acara terbuka seperti ini, tapi wanita itu melukai egonya sebagai pria penakluk perempuan. Dan dalam hati dia berjanji, akan membuat wanita itu menyesal karena telah merendahkannya.
=Past, Prejudice, and Love=
Joohyun langsung menarik lengan Sooji sembari memasang wajah jengkel, "kau darimana saja sih? Sebentar lagi acara tukar cincin akan kulakukan."
"Aku hanya mencari minum, dan seorang pria gila mencoba untuk merayuku," gerutu Sooji membuat wajah kesal Joohyun berubah jadi sumringah saat mendengarnya.
"Benarkah? Mana pria itu, seharusnya kau menghabiskan waktu lebih banyak dengannya. Sangat jarang ada pria yang mau mencoba mendekatimu."
Sooji mendengus, "Joohyun ayolah, aku ke sini bukan untuk mencari jodoh."
"Kau ini sangat keras kepala, sampai kapan mau seperti ini?" Joohyun mulai mengomel.
"Sudahlah, kenapa jadi mengomeliku sih. Di mana calon suamimu ? Kau belum mengenalkannya padaku." Tanya Sooji mencoba untuk mengubah topik pembicaraan, dan berhasil karena wajah Joohyun langsung berubah merona saat menyinggung tentang calon suaminya.
"Ah benar, tujuan utamaku mencarimu untuk mengenalkan dia. Sini ikut aku," Joohyun berseru riang.
Sooji hanya mengekori wanita itu sambil membalas sapaan beberapa keluarganya yang juga datang ke acara ini, hingga mereka tiba di sebuah meja yang berisikan beberapa pria yang ia tebak salah satunya adalah tunangan Joohyun.
"Sayang, lihat siapa yang ku bawa," Joohyun mendekati seorang pria berjas silver sepasang dengan gaun yang digunakannya sedang duduk membelakangi mereka. Pria itu menoleh, tersenyum lembut pada Joohyun kemudian mengalihkan pandangannya pada Sooji yang berdiri tak jauh dari tunangannya.
"Dia?"
"Bae Sooji, dia saudara kembar yang kuceritakan."
"Oh, Sooji-ssi?" Pria itu langsung bangkit dari kursinya mendekati Sooji lalu menarik tangan wanita itu untuk menyalaminya, "kenalkan aku Yang Sejong. Joohyun sangat sering membicarakanmu. Ternyata wajah kalian memang tidak mirip ya, meskipun saudara kembar." Tuturnya lagi.
Sementara Sooji hanya mengernyitkan keningnya, pria di depannya ini seperti tidak asing, tapi dia tidak tau siapa.
"Umm ya, senang bertemu denganmu. Kuharap Joohyun bercerita yang bagus-bagus tentangku."
"Eh aku tidak pernah membongkar aibmu. Aku selalu memujimu di depannya." Joohyun maju selangkah untuk membela diri, sementara tunangannya sudah melepaskan tangan Sooji dan merangkul bahunya dengan posesif.
"Tentu, tunanganku ini sangat mengidolakanmu. Lain kali kita perlu waktu berdua untuk membicarakan tentang Joohyun yang belum kuketahui." Sejong berucap sambil mengedipkan matanya.
Sooji tersenyum penuh rencana dan tanpa sadar mengangguk, "tentu saja, akan sangat bagus jika mendapat teman untuk membicarakannya."
Mereka berdua tertawa renyah sementara Joohyun hanya mendengus masam.
Beberapa menit kemudian Sooji sudah terpisah lagi dengan pasangan tersebut, karena seorang ajudan perdana mentri tiba-tiba menginterupsi dan memberi selamat kepada calon mempelai. Alhasil dia mengundurkan diri dan berjalan mencari ibunya, di saat itulah matanya menangkap sosok yang sangat dikenalinya.
Orang itu berdiri di dekat pilar gedung menghadap ke jendela besar yang terhubung dengan sebuah balkon, memegang sebuah gelas champange berisi red wine. Hanya melihat sosoknya dari samping membuat Sooji yakin jika dialah orangnya, tiba-tiba saja dadanya terasa sesak, tubuhnya menjadi limbung namun, sebelum benar-benar terjatuh sebuah tangan besar menahan bahunya.
"Ahgassi, are you okay?"
Sooji mendongak menatap pria asing yang tidak dikenalinya, dia ingin mengatakan tidak apa-apa, tapi suaranya tercekat di ujung tenggorokan, sama sekali tidak keluar. Dia berdiri dengan tegak, berusaha meredakan perasaan meletup yang tiba-tiba menerjangnya lalu mengangguk singkat sebelum berbalik arah, setengah berlari untuk memasuki sebuah ruangan.
Menutup pintu dengan keras lalu menyandarkan punggungnya di sana, Sooji memejamkan mata dengan kedua tangan yang memegang dadanya. Sosok itu kembali terlihat dalam bayangannya lalu tubuhnya meluruh ke lantai. Air mata yang sejak empat tahun lalu tidak pernah keluar akhirnya muncul lagi, napasnya tersengal-sengal membuat suara tangisnya terdengar sangat pilu.
"Sudah kuduga..sudah kuduga..." ia berkata lirih sambil menekan dadanya yang terasa sesak. Dia sudah yakin bahwa ini akan terjadi jika pulang, dia sudah tau bahwa di kota ini tidak akan ada tempat yang bisa membuatnya tidak bertemu dengan sosok itu. Sosok yang menjadi momok mengerikan di masa lalunya, sosok yang menorehkan luka padanya bukan hanya sekali, tetapi dua kali.
Rasanya sangat sakit, jantungnya seperti diremas-remas membuatnya sulit bernapas. Sooji mencoba untuk menenangkan diri, tapi semakin lama dia semakin larut akan kenangan masa lalu. Sebuah tragedi yang membuatnya menjadi wanita tidak memiliki perasaan.
=Past, Prejudice, and Love=
Joohyun menatap sekeliling aula, ia tidak menemukan saudara kembarnya, sebentar lagi pertukaran cincin akan segera dimulai dan dia tidak ingin Sooji melewatkan momen penting ini.
"Bu, Sooji di mana?" Mendekati ibunya, Joohyun memasang wajah cemas, "sebentar lagi acara intinya mulai."
"Sooji? Bukahkah dia bersama kalian?" Inha ikut memutar kepala untuk mencari keberadaan putrinya, tapi tidak kunjung menemukannya.
"Aku tidak ingin bertukar cincin tanpa ada Sooji," rengek Joohyun, ini adalah acara pentingnya, dia sama sekali tidak ingin melewati momen ini tanpa kehadiran Sooji.
"Soobin," Inha langsung memanggil salah satu keponakannya yang berdiri tidak jauh darinya, "ajak saudaramu yang lain untuk cari Sooji, katakan padanya kalau acara pertukaran cincin sudah akan dimulai."
"Baik, bibi," Soobin mengangguk mengerti lalu menarik gadis-gadis yang tadi berkumpul bersamanya.
Inha lalu menatap putrinya, "tenang saja, Sooji mungkin hanya di kamar mandi. Dia tidak mungkin pergi sebelum melihatmu menukar cincin," ujarnya menenangkan seakan tau apa yang sedang berkecamuk di kepala Joohyun.
"Tapi kenapa pas acara intinya sih, seharusnya dia ke toilet sejak tadi atau sebentar saja."
Joohyun sudah menekuk wajah, suasana hatinya yang tadinya berbunga-bunga langsung berubah kesal karena saudara kembarnya tiba-tiba menghilang. Dari kejauhan Sejong memperhatikan wajahnya dan berjalan mendekat.
"Sayang ada apa?"
"Sooji tidak ada, aku tidak ingin bertukar cincin tanpa kehadirannya."
Pria itu menghela napas lalu mengangguk mengerti, dia tau seberapa besar arti kehadiran Sooji bagi calon tunangannya jadi demi membahagiakan wanita yang ia cintai, maka menunggu beberapa saat bukanlah sebuah kendala. Yah meskipun beberapa orang sudah bertanya-tanya mengapa acara intinya belum juga di mulai.
"Yang Sejong, apa yang kalian lakukan di sini? Ini sudah waktunya bertukar cincin."
Joohyun dan Sejong kompak menoleh ketika mendengar suara penuh selidik yang berasal dari belakang mereka, Joohyun menatap pria berwajah datar yang diketahuinya sebagai saudara tiri calon tunangannya lalu memeluk lengan Sejong.
"Kami, kami menunggu saudaraku. Aku tidak ingin bertukar cincin tanpa kehadirannya."
Pria itu mendengus, wajahnya berkerut tidak senang saat mendengar alasan yang keluar dari bibir Joohyun.
"Hyung, jangan memasang wajah menyeramkan seperti itu, kau sudah tau calon istriku ini takut dengan ekspresi datarmu."
Bukannya mengubah ekspresinya, pria itu kembali mendengus, "semua tamu sudah menunggu, jangan hanya karena satu orang kalian mengecewakan tamu-tamu kita."
Joohyun hampir bersembunyi dibalik lengan Sejong, dia tidak tau jika saudara Sejong ini terlalu kaku dan menyeramkan. Selama ini dia hanya mendengar cerita dari kekasihnya, tanpa benar-benar bertemu langsung. Tapi melihat bagaimana perangainya malam ini, Joohyun jadi yakin bahwa selama ini Sejong tidak pernah melebih-lebihkan ceritanya.
"Oh ayolah, rileks sedikit Hyung. Yang kita tunggu ini adalah saudara kembarnya Joohyun, kehadirannya tentu sangat penting. Aku rasa para tamu kita juga tidak masalah jika harus menunggu beberapa menit." Sejong bersuara dengan tenang sambil tangannya mengusap lengan Joohyun.
"Ck, lima menit. Pastikan dia ada dalam lima menit. Aku tidak menoleransi jika kalian membuat tamu kita menunggu lebih lama."
Joohyun bergidik ngeri, memandang punggung tegap pria itu yang berjalan menjauhi mereka. Ia kemudian melirik Sejong dengan takut-takut.
"Kakakmu itu...dia sungguh menyeramkan ya?"
Sejong terkekeh pelan, ia mencolek dagu Joohyun lalu menjawab, "kau hanya belum terlalu mengenalnya sayang. Dia pria yang baik kok."
"Huh, no thanks. Aku lebih baik tidak mengenalnya daripada harus mati berdiri karena merasa terintimidasi oleh tatapannya."
Sejong hanya tertawa mengamati wajah cemberut calon tunangannya. Dia membenarkan, jika siapapun yang baru bertemu dengan kakak sepupunya itu, mereka jelas mengatakan dia adalah pria yang pemarah dan menyeramkan, padahal sebenarnya dia adalah pria yang baik dan perhatian pada keluarganya. Hanya saja semua itu tertutupi dengan wajahnya yang tanpa ekspresi, coba saja dia mau tersenyum sedikit saja, Sejong yakin bahwa predikat menyeramkan tidak akan tersemat padanya.
Sayang mengharapkan kakaknya tersenyum itu bagaikan ingin melihat naga kembali berevolusi, yang artinya itu mustahil untuk terjadi.
"Sudahlah, jangan pikirkan dia. Lebih baik kita bantu adik-adikmu untuk menemukan Sooji."
Joohyun mengangguk lalu kemudian mereka berdua ikut mencari keberadaan Sooji.
=Past, Prejudice, and Love=
Main tebak-tebakannya di mulai dari sekarang. ⏳
[11/03/18]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top