Chapter 6
Karena itu hari rabu. Artinya setelah pelajaran Oceanologi adalah jadwal makan siang. Sebelum itu, Kaia meminta izin pada Lisa dan Elena untuk pergi membersihkan diri sebelum menyusul mereka ke ruang makan. Yeah, mau bagaimana lagi. Dia belum mandi sejak pagi dan kegerahan karenanya.
Dua teman barunya setuju dan membiarkan Kaia kembali ke kamar lebih dulu.
Setelah membasuh diri dan mengejar makan siang. Untuk pertama kalinya, Kaia bisa menyantap makanan. Rasanya, seperti kembali hidup. Setelah hampir satu hari merasa sangat kelaparan dari semalam.
Ruang makan di Pirate Academy, bisa dibilang seperti kantin. Semua orang bebas mengambil makanan dari meja prasmanan.
Di salah satu meja bulat berkayu yang telah dipernis. Kaia duduk bertiga bersama Elena dan Lisa.
"Jadi, kau sungguh takut pada petir?" tanya Elena di sela makannya.
"Benar. Itu sangat menakutkan," tukas Kaia. "Aku pernah melihat Zeus melakukan itu di depan mataku. Aku ... agak trauma."
Lisa manggut-manggut mengerti. Ia menatap Kaia dengan tatapan iba. Zeus memang menjadi Dewa yang paling menakutkan di antara para Dewa.
"Sejak mendengar kau akan berada di sini. Seluruh orang menjadi heboh." Lisa melanjutkan dengan senyum tengil.
"Mengapa?"
Lisa lantas melemparkan tatapan ke arah Elena. Gadis itu seolah meminta persetujuan lewat tatapan matanya.
"Kau ingat apa yang dibual oleh Iras?" tanya Elena. Kaia bergumam singkat.
"Dia bilang kau anak ... terkutuk," lanjut Elena dengan suara tertahan. "Aku minta maaf. Bukan maksudku untuk itu. Aku tidak ada maksud untuk mengatakannya."
Elena benar-benar merasa bersalah. Dia menendang kaki Lisa dari bawah meja. Putri Athena itu lantas menjerit kesakitan.
"Auw! Sakit!" geramnya pada Elena
"Tidak apa," ungkap Kaia. Ia tersenyum. Dia mulai membiasakan dirinya. "Aku sudah sering mendengarnya. Aku tidak marah, desas-desus itu muncul bukan tanpa sebab. Aku terkutuk, karena tidak mewariskan kekuatan ayahku."
"Bhahahahah!"
Ketiga gadis itu mendadak menoleh ke arah belakang. Di sana, Iras tampak tertawa terpingkal-pingkal. Satu tangannya memegang nampan, yang lain memegang perut. Entah sejak kapan, dia berada di sana. Keberadaan pria itu sungguh tidak terduga dan kadang kala membuat orang menjadi emosi.
"Sungguh? Aku penasaran siapa ibumu. Jangan-jangan ibumu ....," Iras tersenyum miring. Lalu, tanpa memikirkan perasaan Kaia. Ia pun pergi.
"Kai, katakan padaku. Kau ingin aku mengutuknya?" Elena rasa, Iras sudah kelewat batas. Tetapi Putri Poseidon tersebut menggeleng.
"Tidak, jangan lakukan itu. Aku sudah berjanji untuk tidak membuat masalah di akademi. Ayahku bisa murka."
Elena tidak habis pikir. Bisa-bisanya, Kaia masih memaafkan Iras atas segala perbuatannya. Entahlah, Elena tidak yakin, Kaia yang memang terlalu baik, atau dia terlalu bodoh.
Ketiganya pun melanjutkan makan dalam rasa canggung. Hening dan tenang. Tak seorang pun memulai topik pembicaraan hingga jam makan siang berakhir dan semua itu, gara-gara komentar Iras.
.
.
.
Pukul 13.10 masuk dalam mata pelajaran Mitologi. Tema yang jadi pokok pembicaraan mereka adalah tentang Medusa. Tidak perlu dijelaskan pun semua orang juga sudah mengetahuinya. Sesesok wanita yang dikutuk Athena di kuilnya setelah Medusa ketahuan bermesraan dengan Poseidon.
Suasana kelas menjadi canggung kembali. Kaia merasa, sebagian orang di Ursa Mayor membenci ayahnya. Para Profesor misalnya, mereka semua seolah-olah sengaja membahas materi yang berkaitan dengan laut dan hanya dia, satu-satunya anak seorang Dewa Laut.
Jika tadi Profesor Kamilo menyinggung soal kekuatan laut. Profesor Suriana malah menyinggung tentang Medusa yang merupakan selir dari Poseidon.
"Jadi, menurut kalian. Apakah benar? Medusa mati di tangan Perseus?"
Semua orang terdiam. Tidak ada yang berani berbicara. Sebenarnya membahas tema seperti ini cukup sensitif. Setiap Dewa-Dewi dikenal dengan beberapa image buruk. Tidak terkecuali Poseidon dan Medusa.
Melihat tidak ada seorang murid yang menyahuti pertanyaannya. Profesor Suriana kembali melanjutkan pertanyaannya.
"Apakah karena Diosyus adalah Dewa Anggur. Dia menghabiskan seluruh keabadiannya mengurus anggur?"
Kali ini Hoshi yang jadi sasaran. Urat-urat di wajah sang Ketua Kelas nampak mencuat dari lapisan epidermis kulit.
"Atau bagaimana dengan Seberus?" Semua orang sekonyong-konyong menoleh ke bangku belakang. Tepat pada sesosok remaja laki-laki bermata ink. Ios si Putra Hades.
"Apa Anda ingin memelihara anak-anak Seberus?" Ios balik bertanya pada sang Profesor. Wanita berjubah beludru biru pucat itu nampak terkekeh sarkas.
"Tidak! Aku tidak suka hewan. Mereka merepotkan."
Wanita penyihir dengan gincu merah menyala itu lalu menyeringai menatap semua orang.
"Tuliskan Jurnal tentang orangtua kalian. Ditulis dalam 15 lembar perkamen. Kumpulkan minggu depan. Aku rasa, itu saja pelajaran hari ini. Mengingat, kita hanya punya waktu 60 menit untuk belajar."
Kelas siang itu berakhir lebih awal. Ios yang duduk di samping Kaia, bergegas bangkit meninggalkan kelas. Lisa dan Elena pun datang menghampiri Kaia.
"Aku harap, besok jauh lebih baik," tukas Lisa. "Aku sarankan kau datang ke ruang belajar. Tempat itu akan membantumu."
"Terima kasih."
"Kuharap kita bisa berjumpa lagi," keluh Elena. Binar mata Kaia terbelalak.
"Apa kalian akan pergi? Padahal kita baru saja berteman."
Rasanya sungguh jleb. Kaia baru saja merasakan sebuah persahabatan lain selain dari Roro.
"Urusan kami berdua di sini sudah selesai. Kapten Maru meminta kami untuk pulang."
Sekonyong-konyong, Kaia teringat sesuatu. Tetapi, dia masih belum yakin menanyakannya.
"Baiklah. Aku harap bisa bertemu kalian kembali."
Ketiganya saling melambai. Lalu berpisah di depan kelas. Kaia melanjutkan langkahnya pulang ke kamar. Tetapi sebelum itu, ia pergi ke ruang belajar yang dimaksud oleh Lisa dan Elena.
Tempat itu berada satu lantai dengan kantin. Ini mempermudah Kaia untuk menemukannya. Ketika ditemukan, dia mendapati beberapa remaja sedang sibuk dalam meja-meja bundar yang lengkap dengan lampu kecil.
Kaia berjalan masuk, hingga ia secara sadar menemukan sebuah mading penuh tulisan.
Tempat Belajar.
Ambil apapun yang kau butuhkan.
Perhatikan kelasmu.
Tulisan-tulisan itu ditulis dalam secarik kertas yang telah dirobek. Kaia masih tidak mengerti dengan tujuan dia bersekolah di tempat tersebut.
"Kai? Apa yang kau lakukan di sini?"
Sekonyong-konyong, Kaia menoleh ke sumber suara. Ia tersenyum lega melihat wajah Hoshi.
"Apa kau bisa membantuku?"
Hoshi awalnya masih bingung. Namun, remaja laki-laki itu mengganguk kecil.
"Ada apa?"
"Sampai sekarang. Aku masih tidak mengerti. Mengapa ayahku menyuruhku belajar di tempat ini. Apa kau bisa menjelaskan tujuan kita belajar di sini?"
Senyum di wajah Hoshi merekah. Ia lalu menepuk bahu Kaia dengan tepukan pelan secara berulang.
"Duduklah, akan kuceritakan apa itu Pirate Pasific Academy."
__///_///_////_____
Tbc
Setelah ini. Miane... Aku mau ganti POV nya dari POV 3 jadi POV 1ಥ⌣ಥ
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top