Chapter 4

Hoshi bergerak gesit dari satu rak ke rak buku yang lain. Perilakunya seolah-olah menunjukkan bahwa ia telah melahap seluruh isi buku di dalam sana dan dia tahu setiap tempat.

Ia telah memberikan beberapa tumpukan buku untuk dibawa oleh Kaia. Sisanya, ia masih sibuk mengambil beberapa, padahal tangannya sendiri sudah hampir penuh oleh buku.

"Apa tidak ada yang menjaga tempat ini?" Kaia bertanya tiba-tiba.

Hoshi yang sedari tadi sibuk pun
menoleh begitu Kaia melontarkannya sebuah pertanyaan.

"Tidak ada."

"Hah?!" Mata ocean Kaia berkilat terkejut.

"Kenapa?" Malah Hoshi yang terkejut akan sikap Kaia. "Perpustakaan ini tidak punya penjaga. Siapa saja bisa masuk sesuka hati. Toh, anak-anak di sini tidak suka membaca juga."

Kaia hanya bisa menggelengkan kepala. Bagaimana bisa tempat seindah ini tidak disukai. Dia berharap bisa menjadi pengurus perpustakaan ini suatu hari. Semoga saja.

"Oh, ya ... apa ini tahun pertamamu di Ursa Mayor?" Hoshi bertanya saat mereka telah berhasil membawa setumpuk buku keluar dari perpustakaan.

"Ya," lirih Kaia.

Bersama Hoshi mereka melangkah melewati koridor demi koridor. Melalui papan penunjuk arah. Kaia sadar mereka sedang pergi ke arah kelas.

Setibanya di salah satu kelas, tempat itu tampak kosong. Yang ada, hanya meja-meja berantakan dengan buku-buku yang bertebaran.

"Di mana semua orang?" tanya Kaia begitu Hoshi mengambil buku darinya.

"Sudah kubilang. Mereka pergi mencari anak hilang."

Melihat semua buku yang berhasil dibawahnya. Binar mata Hoshi berkilat puas. Saat ia berbalik, anak laki-laki itu mendapati raut wajah gelisah dari Kaia.

"Ada apa?"

"Tidak. Hanya gelisah."

"Ya, aku tahu. Wajahmu sudah menunjukkannya. Hehehe, kau ini pandai melucu---- Eh, hai Ios." Lambai Hoshi pada sosok di belakang Kaia.

Seorang remaja laki-laki sekonyong-konyong masuk ke dalam kelas. Mata ink nya sedikit melebar saat beradu pandang dengan Kaia.

Kaia mengenalinya sebagai sosok yang ditabraknya semalam.

"Apa yang kau lakukan di sini?" ujarnya dengan nada ketus.

"Aku?" ujar Hoshi, "aku mencari beberapa referensi yang bisa membantu." Dia lalu memelankan suaranya. "Tanpa sepengetahuan Dewa Poseidon."

"Kau!" Ios malah menunjuk ke arah Kaia. "Aku bertanya padamu."

"Dia membantuku membawa buku-buku ini." Lagi-lagi, Hoshi yang menjawab pertanyaan Ios.

"Cih, aku bukan bertanya padamu kutu buku. Aku bertanya pada anak yang hilang itu," geram Ios.

Hoshi lantas menoleh menatap Kaia. Ia menggaruk bagian kepalanya yang tidak gatal.

"Apa jangan-jangan kau ... si putri Poseidon yang takut petir itu?"

Mendengar tuduhan bercampur sebuah julukan yang tidak mengenakkan hati itu, Kaia mengganguk dengan senyum getir.

"Tunggu ... tunggu! Kaukah anak hilang itu? Bagaimana bisa?!" Hoshi malah menatap balik ke arah Ios.

"Kenapa bertanya padaku? Mana kutahu."

Ios si putra Hades itu berjalan ke arah salah satu kursi dan ia duduk dengan mengangkat kedua kakinya ke atas meja, lalu bersandar pada punggung kursi. Matanya perlahan terpenjam. Ia seolah acuh pada keberadaan dua rekannya.

"Ayo!" Sekonyong-konyong Hoshi menarik tangan Kaia. Ia berlari cepat menelusuri dek demi dek, hingga pada akhirnya. Mereka tiba di atas geladak.

Di sana tampak Kapten Maru dan seluruh siswa-siswi Pasifik Pirate Academy berada. Mereka menoleh menatap Kaia yang berada dalam genggaman tangan Hoshi.

"Aku berhasil menemukan Putri Poseidon. Aku berhasil!" teriak Hoshi dengan lantang.

Kaia tidak berani mengangkat wajahnya. Wajah Kapten Maru terlihat sangat garang. Ia sadar, telah menyusahkan semua orang. Terlebih, ia merasa bersalah pada Nalu yang tengah berdiri bersama Rigel.

Aku telah membuat masalah sejak pertama kali di sini.

Kapten Maru pun berjalan menghampiri Hoshi dan Kaia dengan langkah gusar. Langkah kaki berat dari sepatu boot kulit, terdengar seperti melodi kematian bagi Kaia.

"Semuanya!" teriak Kapten Maru. "Hentikan pencarian dan segera kembali ke kelas kalian masing-masing."

Bisik-bisik kekesalan dan umpatan tertangkap indra pendengaran Kaia. Gadis itu berharap bisa melarikan diri.

"Kau dari mana saja? Nalu tidak menemukanmu tadi pagi di ruang pengobatan."

Kaia masih menunduk. Ayahnya Poseidon memang menakutkan. Tetapi aura pria di hadapannya terasa lebih jauh menakutkan.

"Aku menemukannya bersembunyi di perpustakaan. Dia terlihat ketakutan."

Mata hitam Kapten Maru menyorot Hoshi dengan tajam.

"Sungguh?" tanya Kapten Maru. Lalu dia menoleh ke arah Kaia. "Kenapa? Apa ada monster laut yang mengganggumu?"

"Dia bermimpi buruk. Katanya seperti nyata."

Kapten Maru menggeram. Hoshi lalu membuat gerakan mengunci bibirnya. Seharusnya dia sadar untuk tidak menyala pembicaraan siapapun. Toh, mau di apa. Itu sudah jadi kebiasaan Hoshi tanpa sadar.

"Benarkah yang dikatakannya?" tanya Kapten Maru .

Kaia mengangkat wajahnya perlahan. Lalu melirik sekilas ke arah Hoshi. Dia mendapatkan sebuah isyarat dari binar mata stardust teman barunya.

Kaia tahu, Hoshi tengah menyelamatkannya.

"Benar Kapten," lirih Kaia.

Kapten Maru mendengus kasar. Lalu berjalan meninggalkan mereka berdua. Hoshi bernapas lega.

"Untung saja."

"Untung saja apanya?"

Sontak, pertanyaan Rigel mengangetkan Hoshi. Anak Dewa Aegir itu memiliki warna mata sappire yang indah. Dia lalu melirik ke arah Kaia.

"Adik kecil. Mimpi apa yang membuatmu takut?"

"Ibuku." Kaia berbohong dan itu cukup membukam bibir Rigel untuk kembali mencicit.

"Baiklah. Kembali ke kelas. Jika ada sesuatu segera melapor padaku atau Nalu. Kami berdua saudara selautmu."

Rigel lalu menepuk bahu Kaia. Lalu berjalan ke arah stren (bagian paling belakang kapal. Berupa kantor kapten dan ruang para petinggi) yang memiliki dua pintu.

Kini, geladak benar-benar kosong. Semua orang yang semula cemas tampak kesal dengan Kaia yang baik-baik saja. Tempat itu kemudian ganya menyisakan semilir angin yang berhembus menerpa wajah Kaia dan Hoshi.

Keduanya terdiam satu sama lain. Kaia merasa bersalah dan Hoshi mungkin merasakan hal yang sama.

__/_____////____

Tbc...

Eto'o, maaf ya... Ini ceritanya hilang timbul. Covernya aku ganti karena memang, yang lama kurang mencerminkan isi cerita.

Harusnya lebih ke Ursa Mayor dan awak kapal sih. Beberapa bagian dan part. Aku revisi sedikit dan perbaiki kaidah penulisannya. Semoga aja, penulisannya benar dan baik.

Jika ada yang kelewat, bisa kabari aku bagian mana yang typo dan salah. Terus apa ya, Emm... Rasanya. Agak gimana gitu, kalau harus mengganti kisah Kaia lagi, lagi dan lagi. Mungkin kemarin sempat insecure lihat cerita ini kayak banyak kekurangan.

Apapun yang terjadi. Yang telah pertama ditulis semestinya memang dipertahankan. Kesalahan seperti plot hole dan lain-lain. Kan bisa diperbaiki di kemudian hari...

Setelahnya, aku akan mencoba melanjutkan apa yang telah ada di sini. Kalian Kaia, harusnya di tetap hidup dalam tulisanku

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top