Chapter 39 - Pesta Perompak
Sebelum matahari terbenam. Aku menceritakan tentang pesta perompak pada Ios saat aku dan dia secara tidak sengaja bertemu di kabin kapal. Tatkala, aku mendadak merasa tenggorokanku kering dan ingin mencari air minum.
Tahu? Apa yang terjadi? Ios melarangku mati-matian agar tidak hadir di acara Alucard. Anak manusia penyihir itu memang mengundangku melewati Ios. Tetapi Putra Hades ini secara sengaja tidak mengatakan hal itu padaku. Karena tidak ingin ditinggal pergi ke pesta. Aku meninggalkan Ios dan pergi mencari Thalia. Hanya dia, satu-satunya wanita yang berada di atas kapal.
Walau aku tidak tahu lokasi pasti Thalia berada. Tetapi, aku punya firasat dia berada di bagian dasar kapal tempat segala hal dan peralatan berada. Aku menghabiskan waktu sampai matahari terbenam di barat baru keluar dari tempat kerja Thalia.
Ios tidak bisa mendekat. Karena saat kami bertemu Thalia di bawah. Thalia sudah mengusir Ios untuk pergi menjauh.
"Jadi, ada semacam adu kekuatan?"
Aku bertanya, tatkala Thalia menjelaskan secara singkat acara yang biasanya diadakan di pesta perompak. Dia sedang sibuk memperbaiki sebuah kubus aneh yang tidak kuketahui.
"Karena hanya kita berdua awak wanita resmi yang ada di Ursa Mayor. Bagaimana kalau kita sedikit membuat kejutan?"
"Boleh."
Aku hanya menjawab asal. Tidak terlalu memikirkan maksud dari perkataan Thalia. Hingga saatnya tiba, ia mendadaniku seperti ... seorang wanita yang mempesona.
.
.
.
Aku malu setengah mati. Sungguh, saat kami akan naik di geladak utama. Wangi daging panggang terendus enak. Entah dari mana Ios mendapatkan stok daging setiap hari.
Bulan sudah menggantung di langit. Bunyi alat musik yang ditiup dan sesuatu yang ditabuh terdengar riuh dari atas.
"Ayolah, Kai. Tidak apa-apa. Ini hanya sekali kok."
Aku menggeleng kuat-kuat.
"Gaun ini terlalu mencolok. Lagipula."
Aku menghela napas berat. Thalia memang terlihat seperti wanita tomboi yang pasti tidak suka mengurus diri. Namun sekalinya, ia merias. Paras Thalia terlihat sangat cantik dan menawan.
Ia mengenakan gaun putih tulang dengan brokat berwarna kuning gelap. Kroset bagian pinggang, membuat lekuk pinggulnya semakin terlihat jelas dan montok.
Sedangkan aku. Aku memilih gaun biru polos paling sederhana tanpa hiasan. Hanya saja, gaun ini tetap terbuka di bagian dada.
"Aku malu."
Thalia memutar bola mata malas. Berjalan mendekat ke arahku dan menarikku secara paksa. Kekuatan wanita ini begitu besar, sehingga aku terseret seperti karung beras.
"Hallo semua!"
Thalia berseru nyaring. Alunan musik mendadak terhenti dan diganti dengan sebuah siulan menggoda yang saling menyahut.
Aku buru-buru bersembunyi dibalik punggung Thalia.
"Kami belum terlambat, 'kan?"
"Tidak. Tentu tidak."
Entah siapa yang menjawab. Aku masih setia bersembunyi. Lalu terkejut, saat tiba-tiba Thalia melangkah ke samping kanan dengan cepat.
"Aku punya rekan."
Aku melirik sekilas ke arah kru. Lalu terhenti di sebuah alat panggang yang sedang dibakar dengan ditusuk. Ios ada di di sana. Sedang berdiri memutar daging dengan celemek putih bersih. Matanya terkesiap menatapku.
"Terlalu terbuka."
Aku terhenyak dari tatapan Ios, begitu seseorang menyelimutiku dengan sebuah jaket kulit berwarna cokelat.
"Nalu?" seruku.
"Kau pasti tidak nyaman. Iya, 'kan?"
Aku mengganguk dan tersenyum malu-malu. Lalu melirik ke arah Thalia yang memasang senyum aneh.
"Musik!" Thalia berteriak , lalu mulai bergerak di atas geladak dengan ketukan sepatu yang seirama.
Alucard maju, meminta izin untuk menari bersama Thalia. Yang lain memberikan tepuk tangan meriah dan siulan pendukung.
Mereka menari dengan kompak. Seakan, alunan lagu justru mengikuti langkah mereka bergerak.
"Kai." Aku menoleh begitu mendengar suara Ios memangil. Celemek putihnya telah dilepas.
"Untuk alasan ini. Aku tidak mengizinkanmu ikut. Ayo pergi."
"Tapi Ios," seruku saat Ios menggenggam pergelangan tanganku
"Jangan memaksa, Kaia. Putra Hades." Nalu tahu-tahu menghadang.
"Apa kau ingin Kaia ikut ke pesta perompak?"
Ios menatap wajah Nalu dengan tatapan sengit, sedangkan Nalu juga melakukan hal yang sama.
"Biarkan dia merasakan pesta perompak."
Sekarang, kedua tanganku benar-benar dipegang untuk keduanya. Ini situasi yang buruk. Tetapi, sepertinya awak lain tidak terlalu mempedulikan nya. Ya, bisa jadi. Siapa yang mau terlibat dengan Putra Neptunus dan Putra Hades.
"Ayo, Kaia."
Seketika saja, aku meringgis saat Ios menarikku dan Nalu malah menarik tanganku yang lain untuk tetap tinggal.
"Ini sakit!" protesku pada keduanya. "Lepaskan!"
"Lepaskan Putra Neptunus! Kau tidak dengar saudara selautmu kesakitan, hah?"
"Kau yang harus melepaskannya, Putra Hades!"
"Hey!"
Mendadak, rasanya sebuah ember besar tumpah dari langit dan membuat ... sekelilingku basah kuyup. Ada sebuah gelembung aneh yang menjagaku tetap kering.
Kapal bergoyang miring, seakan sesuatu sedang menabraknya dari dasar lautan.
"Kaia." Suara berat yang sangat familiar terdengar memanggilku. Sosok itu berdiri dengan setelan kemeja biru panjang yang bagian dadanya terbuka lebar. Tangan kanannya memegang sebuah trisula emas yang sedang memancarkan cahaya di tiap ujungnya.
Aku mengerjabkan mata tidak percaya.
"A- Ayah?"
Ini terlalu mendadak. Bagaimana Ayah bisa berada di atas Ursa Mayor tanpa pemberitahuan apapun. Mataku mencari-cari Ios. Aku harap ia baik-baik saja dan semoga Ayah tidak melihatnya. Ayah berjalan mendekat.
"Baik-baik saja?"
Aku mengganguk.
"Ayah datang tiba-tiba? Atau mendengar panggilanku tempo hari?"
"Semuanya. Aku ingin melihat semuanya yang terjadi dengan dekat."
Ayah memandang lekat ke arah kru kapal yang sudah berdiri menjauh. Aku tahu, mereka semua pasti tidak mau terlibat masalah dengan Poseidon.
"Nalu." Ayah menegur Putra Neptunus dengan ramah. "Terima kasih sudah menjaga, Kaia."
"Tidak apa, Poseidon." Nalu berseru sopan. Mataku mencari-cari Ios. Tetapi terlambat, ayah sudah lebih dulu menemukannya.
"Putra Hades." Nada suaranya berubah sinis.
Ios hanya tersenyum tipis. Sorot matanya seolah tidak gentar menatap ayah.
"Salam hormat untuk Poseidon."
Sekonyong-konyong, Ios memberi salam. Ayah terlihat tidak suka.
"Poseidon," seru Kapten Maru yang mendadak bergabung. Dia terlihat sedikit pucat dari biasanya.
Ayah segera menghampiri lalu mengarahkan trisulanya untuk menyentuh kening sang Kapten.
"Kenapa kau melakukan itu? Itu sangat berbahaya. Bertahanlah, sebentar. Pesuruhku akan segera datang untuk menolong."
Aku tidak mengerti arah pembicaraan mereka. Tetapi aku tahu, ada sesuatu yang tidak kuketahui.
"Untuk itu." Ayah melanjutkan. "Aku akan membawa anak ini kembali. Aku benar-benar minta maaf karena dia membuatmu terkena kutukan."
"Kutukan?" ulangku.
"Kapten Maru meminta seorang Penyihir memindahkan semua kutukan dari Nalu, Rigel dan kau kepada dirinya." Iras menyela seperti biasa tanpa kenal takut.
Namun itu justru membuat mataku terbelalak.
"Kapten?"
"Aku baik-baik saja, Kaia. Sebaiknya kau ikut Ios masuk ke dalam kapal."
Aku tidak bergeming. Tetapi Ios telah meraih jemari tanganku.
"Lepaskan tanganmu dari putriku!" Ayah menyorot Ios seolah ingin membunuhnya.
"Sekalipun Anda membuat langit terbelah. Aku tidak akan melepaskan tangan Kaia."
Ayah mengeram kesal. Ia kembali berpaling pada Kapten Maru.
"Anak ini akan segera kubawa pergi. Aku tidak suka dia berdekatan dengan anak Hades, Maru!"
Kapten Maru melirikku sekilas.
"Kau mau pulang bersama ayahmu?"
Aku menggeleng. Genggaman tangan Ios menguatkanku.
"Aku tidak mau pulang. Aku mau di dekat Ios."
Sekarang, aku malah membalas genggaman tangan Ios dengan kuat.
"Lepaskan!" Ayah menyuruh. "Kaia! Kau telah ayah jodohkan dengan anak Aergis."
Aku terbelalak. Menatap ayah dengan tidak percaya. Lalu beralih melirik wajah Nalu.
"Tetapi aku menyukai Ios, bukan Nalu!"
____/_/___/_____
Not To End
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top