Chapter 29- Kraken

Rasanya tidak mungkin jika Nalu memilih untuk memanjat badan kapal. Permukaannya saja terlihat cukup licin. Dia mesti menaiki semacam tangga tali simpul atau sesuatu yang sejenis.

Semakin melihatnya membuatku merasa tidak tinggal diam. Kami berpacu pada waktu. Aku mendongak menatap langit, pada rasi-rasi bintang. Aku sangat berharap Hoshi membaca petunjuk tentang kami.

Dibanding itu, aku juga jadi kepikiran tentang Ios, apa pria itu baik-baik saja? Atau justru ia semakin mencemaskanku?

Lalu aku berpikir, jika Nalu bisa berani mengeluarkan kekuatannya. Rasanya pun aku pasti bisa melakukannya juga. Kami tidak bisa berjuang seorang diri, masing-masing dari kami hidup dengan saling membatu.

Yeah, kurasa ... hal ini aku harus melakukannya. Kubiarkan pikiranku jernih, bantuan ibu sangat membantu. Namun jika aku ingin naik ke atas kapal, aku memerlukan tungkaiku. Aku perlu itu untuk berjalan.

.
.
.

Di sebuah ruangan yang seluruhnya adalah dinding air transparan. Seorang wanita dengan surai sebiru samudra tersenyum pada sebuah wadah berisi air. Di sana, ia melihat wajah putrinya yang sedang berdoa. Lalu, secara samar-samar dia mendengarkan sebuah bisikan.

"Lulana." Wanita itu berbisik lembut. "Kau jauh lebih kuat dari yang ibu duga. Tetapi sihir duyung itu akan tetap melindungimu sampai kutukan terpecahkan, Nak. Ibu tidak akan membiarkan The Flying Dutcman merenggutmu."

.
.
.

Begitu aku membuka mata, ekor bersirip kebiruan dengan kilaunya yang terus terlihat. Kurasa aku gagal ... atau ibu sudah tidak menjagaku lagi?

Rencana pertama gagal, maka aku memikirkan cara lain. Aku tidak punya sihir, tidak. Ini salah. Aku punya sejak awal. Tapi ayahku sengaja menguncinya. Aku tidak tahu apa alasannya. Namun bisa saja ini berkaitan dengan ibu.

Lalu, jika laut adalah kekuatanku. Aku akan meminta mereka menjaga Nalu dan mengirimkan pesan bantuan pada Ursa Mayor.

Setelah itu, aku berpaling pada badan kapal The Flying Dutchman. Nalu sudah tidak terlihat. Sekarang, aku tidak bisa menjadi penonton saja.

Kemudian kuarahkan telapak tanganku ke depan. Kubiarkan aliran mana mengalir melalui nadi dan pembuluh darahku. Benar saja, urat-urat di pergelangan tanganku berpendar dengan cahaya kebiruan dan ... sesuatu terdengar meledak dan itu cukup besar hingga mengalihkan atensi siapa saja.

Laut mendadak berubah pasang. Diriku terdorong ke segala arah. Kucoba untuk mempertankan posisiku. Namun gelombang yang di hasilkan benar-benar cukup besar. 

Sebelum aku menyadari apa yang terjadi. Tubuhku telah dililit oleh sebuah tentakel raksasa dari dalam air, lalu tubuhku dikeluarkannya.

Aku bergidik ngeri saat melihat seseorang dengan topi tricone berdiri di atas pucuk kepala hewan menjijikan ini. Dengan jubah lusuh dan sobek yang berkibar karena angin laut.

"Lihat ini. Ada seekor duyung, boy?"

Apa dia memanggil kraken itu dengan sebutan boy?

"Lepaskan!" Aku mencoba memukul-mukul tentakelnya.

"Jangan sakiti dia, Nak. Mendekatlah.".

Bau amis langsung terendus. Aku sedikit menjauhkan diri begitu jarak antara aku dan Kapten Decken cukup terasa dekat oleh tarikan si kraken.

"Kau?!" Alis matanya naik satu saat ia memincing tajam pada rupaku. "Kau murid akademi itu?!"

"Kejutan!" seruku, lalu memerintah laut menyemprot wajah sang Kapten.

"Kurang ajar!" Dia berteriak sesaat setelah diguyur. "Kau benar-benar cari mati, Nak. Apa kutukan itu tidak membuatmu takut? Baiklah, akan kubuat kau menyesal berurusan denganku."

Tentakel lain mendadak menyerangku, meraih kedua lenganku dan melilitnya dengan kencang.

Aku benar-benar tidak berdaya. Makhluk ini menarikku dengan sangat kuat hingga nyeri di sekujur tubuhku.

"Kutukan jejak itu mungkin terasa lambat. Tapi akan kujadikan kau pengantin abadiku."

"A-- Apa?! Kau gila!"

Masih terlalu muda untuk memikirkan pernikahan. Tapi jika harus memilih. Aku ingin memilih sendiri calon pengantin laki-lakiku.

Aku berusaha menggeleng dan berontak. Bau napas pria ini benar-benar amis dan menjijikan. Aku tidak ingin dikecup olehnya. Tidak sekalipun.

Walau begitu, bayang-bayang wajahnya semakin mendekat dan itu membuatku semakin panik.

"AYAH!!!"

Aku menutup mata dan merasakan sebuah sabetan yang tengah memotong sesuatu. Lalu setelahnya, raungan mengerikan terdengar menggema di lautan.

Kuberanikan diri membuka mata secara perlahan. Ada seseorang di depanku. Jubah hitamnya berkibar oleh tiupan angin laut, di tangan kananya, nampak sebuah pedang dengan bilah hitam yang sangat pekat.

"Beraninya kau menyentuh milikku!"

Suara itu....

"Cih, bocah sialan! Beraninya kau melukai anakku!" Kapten Decken mengaum marah. Sekonyong-konyong, di belakangnya muncul pusara air seperti tornado. Keberadaan elemen tersebut membuat angin laut berembus semakin cepat.

"Ios?"

Lalu sabetan pedang kembali. Jika tadi Ios memotong tentakel yang melilit kedua lenganku. Kini, dia menyabet tentakel yang mencengkram tubuhku dan sebelum aku sempat tercebur dalam laut.

Putra Hades ini sudah lebih dulu membopongku.

"Bagaimana kau bisa terbang?" Aku rasa, ini bukan kalimat yang cocok untuk pertemuan pertama kami. "Tunggu! Kau bisa terkena kutukan! Lepaskan aku!"

Mendadak aku baru teringat dengan fakta yang satu ini.

"Mau kutukan atau apapun. Tidak akan ada yang menghalangiku untuk menyentuhmu, Kaia. Kau baik-baik saja? Bagaimana kau bisa menjadi seperti ini?"

Mungkin maksudnya menjadi seperti duyung.

"Ceritanya panjang," seruku

"Apa kau baik-baik saja, Ia?"

Aku mengganguk takzim. Lalu kulihat sebuah senyum kelegaan terbit di wajah Ios.

"Aku benar-benar merindukanmu."

__/_/_____
Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top