Chapter 23 - Nalu Hilang

Melihat Nalu dibawa kabur, aku sangat menyesal. Seharusnya ini tidak terjadi. Kuputuskan untuk segera mengejar kumpulan Siren tersebut. Tetapi sekonyong-konyong, seseorang menahan lenganku.

"Naik ke permukaan. Biar aku saja yang mengejar mereka."

"Kau bicara dalam air?" seruku pada Rigel.

"Kau pikir, tadi kami menyelamatkanmu berbicara dengan apa? gelembung udara?"

Aku terhenyak, lalu terkekeh. Jadi, selain menjadi anak Dewa Laut. Kami pun bisa bernapas dalam air, berbicara dalam air dan dapat melihat dengan jelas di dalam air.

Tetapi tunggu dulu, kalau begitu, kenapa tadi aku harus memakai gelembung balon?

"Kau dengar tidak?!"

Aku tersentak dengan seruan Rigel.

"Kau saja yang naik dan mengabarkan pada Kapten Maru. Aku akan mengejar para Siren."

"Jangan bodoh. Kau itu anak kemarin sore yang baru menginjak laut."

"Tetapi aku yang memanggil mereka untuk menjahilimu." Oh, tidak. Aku salah bicara. Wajah Rigel terlihat syok.

Aku memilih berenang menjauh darinya. Eh? Sejak kapan aku bisa berenang.

"Ke sini kau!" Dia memarahiku. "Cepetan!"

Aku menggeleng, "Tidak mau!" Aku semakin berenang menjauh.

"Kau akan membayar semua ini Putri Poseidon!"

Rigel berenang naik. Aku membuang napas lega. Tetapi merasa was-was jika nanti dia kembali lagi. Aku memandang sekeliling, seharusnya air laut saat malam hari terasa dingin. Tetapi yang ini terasa menyenangkan.

Aku perlu mencari Pino, dia tahu di mana sarang Siren berada.

"Pino?" panggilku di dalam air. Tidak ada sahutan. "Pino?" seruku lagi. Suasana laut terlihat sangat terang di pelupuk mataku. Lalu aku tersadar, bahwa sebenarnya ... aku itu keturunan duyung. Tetapi aneh saja, ketika aku menatap kedua tungkaiku. Mereka masih tetap menjadi kaki manusia, bukan ekor.

Putri?

Sesuatu terasa menyentuh telapak tanganku. Rupanya itu adalah hidung Pino yang menyundul.

"Bawa aku ke sarang Siren!" seruku langsung.

Mereka sudah sampai?

Aku menatap heran Pino. Kenapa malah dia yang terkejut.

"Mereka tadi muncul di permukaan dan menculik Nalu. Kita harus mengejar mereka. Kau yang memanggil mereka bukan?"

Pino terlihat sedikit khawatir. Lalu dia mulai berenang ke depanku.

Pegang sirip atasku Putri. Aku akan menjelaskan apa yang terjadi.

Tanpa menunggu lebih lama. Aku menurut dan segera memegang sirip punggung Pino.

Dia pun segera membawaku lebih dalam menyelam ke dasar lautan. Di bawah sana, terlihat sangat gelap. Namun semakin kami berenang ke bawah, aku tetap dapat melihat dengan jelas.

Arus di bawah juga terasa kuat. Jika saja, aku tidak memegang sirip Pino. Mungkin saja, aku akan terhempas.

"Pino," seruku, "jelaskan padaku. Apa kau yang memanggil para Siren?"

Benar Putri. Saya memancarkan sonar ke dalam air. Lalu mengirimkan sejauh yang saya bisa pada makhluk laut dalam. Kemudian membisikkan sesuatu tentang kapal dengan para pria tampan.

Para makhluk laut dalam, pasti membicarakan itu hingga terdengar para Siren. Karena saya tidak tahu pasti letak para makhluk laut dalam yang berinteraksi dengan mereka. Saya rasa, Putri bisa bertemu dengan si penerang.

Aku tidak paham dengan sosok yang disebut si penerang. Tetapi aku yakin, sosok itu pasti bisa membantuku. Ketika kami semakin dalam menyelam. Tiba-tiba saja, Pino berhenti berenang.

Aku rasa, dia tidak bisa menjangkau lebih dalam lagi. Setahuku, kedalaman berenang lumba-lumba tidak terlalu dalam. Tetapi di sini, sepertinya sudah sangat jauh.

"Pino, seberapa jauh kita menyelam?"

Kita di kedalaman 500 meter Putri. Saya sebenarnya hanya mampu berenang 10 meter. Tetapi karena kekuatan magis dari berkat laut Ibunda Putri. Saya bisa bertahan di kedalaman 500 meter.

Aku menelan saliva. Aku rasa, mulai dari sini, aku harus menyelam seorang diri.

Putri harus menyelam ke titik kedalaman 1400 meter ke bawah. Si penerang akan ada di sana.

Aku benar-benar tidak percaya akan masuk lebih dalam ke bawah sana. Sejauh ini aku bersama Pino. Memikirkan akan sendirian, jujur saja. Aku merasa sangat takut.

Putri? Apa Anda baik-baik saja?

"Em, ya. Aku baik-baik saja."

Baiklah, kalau begitu. Ibunda Putri ingin Putri merapal mantra ini.

Sesuatu terasa sangat menyengat di atas telapak tanganku. Setelah telapak tanganku tercetak kutukan, sekarang apa lagi yang tercetak di atas punggung tangannku?

Sirip Pino memancarkan sesuatu yang kueja, seperti bahasa asing. Latiava Lahore.

Lalu mendadak, ada sensasi panas dan membakar kulit tanganku. Ini lebih ke sebuah sengatan akibat kesetrum lalu menghilang. Akan tetapi, perasaanku mendadak tidak enak. Tubuhku merasakan sesuatu yang lain.

Sesuatu memaksaku untuk menengok ke bawah. Buru-buru aku mengangkat wajah, lalu menatap Pino dengan tegang.

"Apa ini serius?"

Pino tampak bingung melihatku. Mungkin pertanyaanku, harus lebih disederhanakan. Aku menarik napas panjang. Lalu menghembuskannya secara perlahan.

"Pino ... kenapa aku bisa berubah menjadi duyung?"

Sungguh aku berusaha setenang mungkin menanyakan ini. Semua pakaianku lenyap. Aku tidak mau menjelaskan lebih jauh.

Namun yang pasti. Tungkaiku diganti dengan sebuah ekor ikan bersisik kebiruan terang tiap kali aku mengibas di dalam air. Area perut hingga ke atas tidak tertutup oleh sehelai benang. Hanya ... rambut biru kehitamanku yang seakan bertambah panjang dan lebat. Yang mana sungguh ampuh menutupi buah dadaku yang terpampang nyata.

Aku rasa, aku ingin pingsan. Semua kejadian mengejutkan terus terjadi menimpaku.

__/_/_/____
Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top