Chapter 14- Putri Hephaestus

Aku telah kembali ke kamar setelah makan siang. Lalu duduk di tepi pembaringan dengan mata tertuju pada bingkai jendela bulat yang menampilkan birunya samudera.

Perjalanan menuju laut Atlas akan ditempuh selama tiga hari perjalanan. Ini kapal sihir, tentu saja kelajuannya telah diatur sedemikian rupa.

Ketika aku mengedarkan mata ke arah meja belajar. Tempat itu penuh tumpukan buku. Pertama tentang buku-buku pengobatan yang sebelumnya diberikan Hoshi padaku dan kini, dia barusan menambah dengan buku-buku dari kelas mitologi.

Aku merasa jengah. Terlalu banyak buku dibaca secara bersamaan. Tetapi, ini bukan berarti menunjukkan diriku malas membaca. Hanya saja, sekarang ini aku merasakan reading slump.

Selagi menunggu hari berganti senja. Aku mengambil beberapa buku mitologi dari atas meja. Lalu membacanya sambil rebahan.

Buku pertama yang kubaca adalah mitologi makhluk laut yang secara khusus membahas Siren. Jumlah halamannya 400 halaman lebih. Cukup tebal dengan ilustrasi gambar yang dibuat oleh sang penulis.

Aku menemukan nama pena S.D. Aku menduga-duga. Mungkin saja penulisnya adalah seseorang yang berjiwa petualang.

Dia menceritakan tentang sosok Siren berdasarkan pengamatan dan sudut pandangnya langsung. Ada beberapa coretan yang dilampirkan dengan tergesa-gesa.

Beberapa kultur budaya memiliki persepsi yang berbeda tentang bangsa Siren. Namun sejauh yang kubaca, buku ini tidak menunjukkan lokasi tepat keberadaan para Siren.

Lokasi yang digambarkan justru lebih mirip dengan cerita-cerita yang berada dalam buku dongeng. Para Siren akan muncul saat hari sedang terjadi badai atau di tempat-tempat yang penuh dengan batu karang yang mencuat dari dasar laut.

Kemunculannya tidak bisa diterka kapan. Secara keseluruhan, penulis berpendapat hanya keberuntungan yang bisa membuat seseorang bertemu seekor Siren. Atau justru sebuah kesialan.

.
.
.

Tanpa memberitahukan Putra Hades sebelumnya. Aku berencana pergi ke arah buritan seorang diri. Ios pasti akan mengekoriku. Aku tidak ingin itu terjadi.

Lagi pula, entah mengapa. Aku merasa, orang-orang di Ursa Mayor selalu tidak terlihat saat hari menjelang senja. Biasanya nanti mereka akan terlihat dan bermunculan saat langit berubah gelap dengan bintang-bintang yang menggantung.

Setibanya di buritan aku bernapas lega. Ingatanku tentang rute jalan langsung terpatri di dalam otakku. Aku biasanya cukup cepat mengingat tempat-tempat yang telah pernah kulewati. Jujur saja, lorong-lorong panjang yang berkelok dengan persimpangan yang banyak. Kadang bisa membuat orang menjadi tersesat.

Tetapi sekarang bukan itu hal yang perlu dibahas. Aku sendiri sedang tertengun pada seorang wanita dengan kulit cokelat yang sedang memegang palu pada papan buritan.
Dia adalah perempuan selain diriku yang berada pada kru resmi Ursa Mayor.

"Um, Halo Putri Poseidon. Apa kau ingin menikmati matahari terbenam?"

Dia terdengar ramah dengan senyum yang manis saat melihat kedatanganku. Aku mengganguk, walau langsung kusadari. Aku telah berbohong padanya.

"Apa kau sedang memperbaiki buritan?" tanyaku penasaran.

"Kau benar. Rigel memintaku memeriksa buritan. Tenang saja, aku telah berhasil menyelesaikannya. Apa kau ingin dibuatkan kursi duduk di sini? Aku bisa membuatnya secara cuma-cuma. Mau model yang seperti apa?"

"Tidak, terima kasih. Hehehe." Aku tertawa canggung. Untuk apa aku memerlukan benda seperti itu.

Wanita muda itu, mendadak berjalan mendekat ke arahku. Dia menyimpan palu beratnya pada tas pinggang berukuran kecil di depan perutnya.

"Kita perlu berkenalan. Mengingat hanya kau dan aku perempuan resmi di Ursa Mayor. Namaku Thalia, Putri
Hephaestus."

"Kaia, Putri Poseidon," ucapku. Lalu membalas jabat tangannya.

"Jadi, saat ini kau seorang Hand, benarkan?"

Aku mengganguk

"Apa kau merasa tertarik mengerjakan sesuatu di kapal? Kau pasti punya bakat, bukan? Seperti jiwa seorang bajak laut."

Aku rasa Thalia terlalu banyak bertanya. Aku jadi bingung, mau memulai dari mana menjawab pertanyaannya.

"Entahlah. Ini pengalaman pertamaku. Dunia bajak laut masih terlalu awam bagiku."

"Hmm, aku paham. Oh, ya. Jika kau ingin mencari teman untuk berbicara. Kau bisa mencariku di ruang meriam. Aku biasanya ada di sana."

"Terima kasih."

"Aku pergi dulu. Selamat menikmati senja."

Aku mengganguk. Lalu Thalia pun menepuk pundakku pelan. Kemudian berjalan pergi melewatiku.

Seketika saja aku menghela napas lega. Aku takut obrolan pertama kami akan berlanjut cukup panjang. Saat memastikan, keberadaan Thalia benar-benar menghilang dari buritan.

Aku buru-buru melangkah ke tepian. Lalu menjorokkan kepala ke arah lambung kapal. Laut terlihat tenang, tidak ada yang dapat terlihat dari atas sini.

Aku kebingungan, bagaimana caranya aku dapat mengobrol dengan para Mermaid, atau setidaknya seekor ikan saja. Cahaya lembayung semakin berpendar di cakrawala.

Aku lalu teringat dengan salah satu kisah yang pernah diceritakan ayah padaku. Ayah pernah berkata, jika seseorang melihat lumba-lumba di saat senja, orang tersebut akan memiliki keberuntungan dalam hidupnya. Kemana pun dia melangkah, laut akan selalu menjaganya.

Sekarang, bagaimana caranya menemukan lumba-lumba. Aku memang Putri Poseidon, tetapi bukan berarti aku bisa beruntung melihat mereka.

Ada satu hal yang terus kupikirkan. Ingin rasanya, aku menceburkan diri ke dalam laut. Tetapi aku tahu, ayah akan sangat marah padaku.

Lagipula, berada dalam laut Altas adalah teritori yang bersifat netral. Penguasa laut tidak memiliki hak di sana. Apalagi mengingat keberadaan Kapten Decken. Sosok yang selalu menjadi teror dunia laut.

Namun, apa aku punya pilihan. Tidak, aku tidak pernah punya. Jika aku tidak bisa membuktikan sangkut paut Siren dalam kapal Mary Celeste. Aku harus menyiapkan ucapan selamat tinggal.

Tetapi aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Akan kubuktikan pada Ayah bahwa aku adalah Putri yang membanggakan. Dan Kapten Maru akan takjub padaku.

Sekarang ini. Aku harus bertekad. Aku menarik napas dalam-dalam. Lalu dalam kuda-kuda yang sudah siap. Aku memilih melompat dari atas buritan.

"Kaia!!!"

__///_//______

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top