5. Perceraian
Part 5 Perceraian
“Lalu apa yang akan kita lakukan pada mereka berdua?”
Jihan menggeleng, tampak semakin bingung. “Aku juga tak tahu. Kita akan mencari jalan keluarnya bersama, kan? Seperti yang kau bilang. “
Sean mendesah pelan, menatap kebingungan di wajah Jihan yang semakin pekat. Inilah jalan keluar yang ia tentukan. Melepaskan masing-masing pasangan mereka dan mulai mengurus pernikahan mereka. Tampaknya Jihan masih kesulitan untuk melepaskan Gavin. Pun dirinya. Tapi … anak dalam kandungan Jihan tentu saja yang paling utama.
“Baiklah. Kita akan membicarakan lagi masalah ini,” ucap Sean akhirnya dalam anggukan. “Istirahatlah.”
Jihan tak membalas. Pernikahan mereka tak cukup melelahkan badannya. Kehamilannya juga tak cukup menguras tenaganya. Tetapi pikirannya terasa lebih berat dari biasanya. Pernikahannya dan Sean, entah apa yang akan mereka lakukan dalam pernikahan ini. Cepat atau lambat kehamilannya tak akan bisa disembunyikan.
***
Dua hari kemudian, barulah mama Sean mengirim mobil untuk pulang. Sean langsung menuju apartemen Jihan untuk mengantar perempuan itu.
“Aku akan membawanya sendiri,” cegah Jihan saat Sean hendak membawakan tasnya naik ke unitnya. “Ini hanya ringan,” ucapnya mengambil tas di tangan Sean yang hanya berisi pakaian kotor dan perlengkapannya.
“Apa besok kau akan pergi ke kantor?”
Jihan mengangguk. “Sepertinya pekerjaanku menumpuk. Aku sudah menghubungi kak Satya tadi pagi. Dia sudah cukup membantuku seminggu ini dengan masalah di kantor.”
“Itu memang pekerjaannya.”
“Dan tanggung jawabku.”
Sean memutar kedua bola matanya. “Dia tahu kau sedang hamil dan tetap melakukan ini padamu?”
“Pulanglah. Kita bertemu di kantor besok.” Jihan membalikkan badan menuju pintu utama.
“Tidak.” Sean mengejar Jihan dan menghadang di depan perempuan itu. “Besok pagi aku akan menjemputmu. Waktunya kita kontrol ke rumah sakit.”
“Besok?”
Sean mengangguk. “Tes lab. Untuk memastikan Hbmu normal. Jika dokter mengatakan kau sudah baik-baik saja, aku akan mengijinkanmu bekerja.”
“Ck, kenapa aku perlu ijinmu untuk kembali bekerja?” Jihan menyingkirkan tubuh Sean ke samping.
“Ehm, karena sekarang kita suami istri.” Sean menunjukkan cincin di jari manisnya.
Jihan mendesah panjang. “Jangan bercanda, Se …”
“Apa?” Suara feminim yang tiba-tiba menyela pembicaraan keduanya seketika membuat Jihan dan Sean membeku. “Suami istri?”
Wajah keduanya memucat, semakin membeku ketika suara heels yang beradu dengan lantai semakin mendekat. Kepala mereka menoleh dengan perlahan. Masih terkejut meski sudah mengetahui siapa yang berdiri di depan mereka.
“N-naura …”
Plaakkk …
Satu tamparan mendarat di pipi Jihan sebelum keduanya sempat mencerna keterkejutan mereka. Tangan Sean sudah terangkat hendak mencegah, tetapi posisinya yang lebih jauh membuatnya tak sempat menahan tamparan tersebut.
Kepala Jihan terputar ke samping, rasa panas menjalar ke seluruh permukaan wajahnya. Untuk beberapa saat kepalanya hanya tertunduk.
“Apa yang kau lakukan, Naura?!” Sean berdiri di antara Naura dan Jihan.
“Kau bertanya apa yang kulakukan?” delik Naura tak percaya. “Alih-alih kau menjelaskan omong kosong ini kau malah bertanya apa yang kulakukan?”
Sean terdiam. Tak ada yang perlu dijelaskan. Apa yang Naura dengar adalah kebenaran dan ia tak akan berdalih.
Tangan Naura terulur, meraih tangan Sean yang dipasang cincin pernikahan. “Aku berharap apa yang kudengar adalah kesalah pahaman, Sean. Apa yang kulihat bukanlah kebenaran. Apa semua ini? Kenapa kau melakukan ini padaku?!”
Sean tetap bergeming. Membuat Naura mendorong tubuh pria itu ke samping dan berdiri di depan Jihan. Memegang kedua pundak perempuan itu dan menggoyangnya dengan penuh emosi.
“Kalian bersembunyi di balik persahabatan untuk melakukan pengkhianatan ini, hah?” Suara Naura semakin keras. Menyentakkan tubuh Naura lebih kuat. “Sejak kapan kau menyukai sahabatmu sendiri? Ini benar-benar cara yang licik untuk menusukku dari belakang, Jihan?!”
Sean melepaskan kedua tangan Naura, mendorong tubuh wanita itu menjauh dari Jihan yang masih tenggelam dalam keterkejutan. “Kita akan bicara, Naura.”
“Bicara apa?!” Air mata mulai menggenangi wajah Naura. “Menjelaskan tentang pengkhianatan kalian?”
“Ini hanya kesalahan, Naura.” Untuk pertama kalinya Jihan bersuara. Melangkah lebih dekat pada Naura. “Kesalahanku.”
“Memang kesalahanmu!” sergah Naura dengan penuh kebencian.
Tubuh Jihan tersentak ke belakang dengan bentakan tersebut, tetapi lekas menguasai diri dengan cepat. “Ya, kami memang menikah. Tapi pernikahan ini hanya sementara. Kami akan bercerai.”
Sean menoleh dengan cepat, tercengang dengan pernyataan Jihan. Matanya membulat sempurna. “A-apa?”
“Aku melakukan kesalahan yang membuatnya harus terlibat dengan masalahku. Membuatnya terjebak dalam pernikahan ini.”
“Jihan …”
“Dia berhak tahu kebenarannya, Sean.” Jihan mengangkat tangan ke arah Sean yang hendak menghentikannya. “Pernikahan ini hanyalah perjanjian yang kami tanda tangani di depan kedua orang tua kami. Yang tak bisa kami tolak. Kau perlu tahu itu.”
“Aku yang akan menjelaskannya, Jihan.”
“Aku ingin mendengarnya dari Jihan lebih dulu,” tolak Naura lebih dulu. Menatap kesal Jihan dan Sean yang saling bicara dalam tatapan mereka. Naura sengaja menyela momen di antara keduanya.
“Malam itu, di pesta ulang tahunmu. Aku dan Sean mabuk. Kami tak tahu apa yang terjadi, kupikir itu Gavin dan Sean pikir itu kau. Kami benar-benar kehilangan kontrol hingga pagi itu kami bangun dan semua sudah terlambat untuk diperbaiki.”
Amarah di wajah Naura memekat. Jihan tahu meski itu menyakitkan bagi wanita itu, tetap saja ia harus melanjutkan.
“Kami melewati batasan. Itulah sebabnya sekarang kami harus menikah.”
Pandangan nanar Naura seketika turun ke arah perut Jihan. Matanya membulat sempurna. Menatap Sean yang sudah memunggungi mereka dengan kesepuluh jemari tenggelam di rambut kepala. Kefrustrasian melingkupi tubuh kekar pria itu.
“Maafkan kami, Naura. Maafkan aku.”
“Kau pikir ini akan selesai hanya dengan ucapan maaf?!” Naura menarik napas berkali-kali dengan gusar.
“Aku tahu ini tak akan selesai, tapi aku berjanji …”
“Apa benar kalian akan bercerai?” Naura berhasil menguasai emosinya.
Tubuh Sean seketika berbalik, mendesah gusar. Menatap tajam Jihan yang melepaskan kontak mata mereka dan memberikan satu anggukan pada Naura.
“Setelah anak kami lahir, kami akan segera mengurus perceraian. Pernikahan kami hanya karena kedua orang tua kami yang sudah mengetahui kehamilanku. Tidak ada apa pun lagi di antara kami selain itu.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top