|3| Anxiety Disorder
"I've been sleeping a thousand years it seems." —Evanescence
▲
Pagi itu, Sakura terbangun dengan ketakutan yang sama seperti yang sebelum-sebelumnya.
Rasanya sepeti telah lama dia tertidur, kepalanya pening, napasnya kadang terasa sesak. Dan itu semua menyiksanya, terlebih rasa takut itu, seakan-akan mencoba untuk membunuhnya perlahan-lahan. Selama dua puluh enam tahun hidupnya, tidak pernah sekalipun ia melewatkan mimpi buruk yang kerap kali datang di setiap malamnya.
Hal itu menyiksa, kadang-kadang, mimpi-mimpi itu seperti potongan suatu kejadian lama yang tidak diketahui oleh gadis merah muda itu. Sisanya, mimpi itu sepenuhnya gelap. Hanya ada dirinya dan suara-suara menakutkan yang menggema, suara-suara itu mengatakan bahwa Sakura akan kehilang seluruh orang yang ia sayangi.
Sakura tidak bisa membayangkan apa yang terjadi. Dia memilih bungkam tentang mimpi itu, perlahan-lahan menarik diri dari dunia luar dan menjadi seorang yang tertutup. Karena sepi kadang dapat menenangkan hatinya. Pun karena orang-orang itu perlahan-lahan mundur dengan teratur saat mengetahui sifat aslinya. Banyak yang mengatakan bahwa Sakura ada pribadi yang begitu menyenangkan, juga cantik dan anggun sehingga orang-orang tidak berpikir dua kali untuk mendekatinya.
Namun Sakura tahu, orang-orang itu tidak akan bertahan lama untuk berteman dengannya. Ada saja hal yang membuat mereka mundur dan meninggalkan Sakura sendiri lagi. Jadi, dia tidak pernah membiarkan seorang pun melewati batas yang telah ia tentukan untuk orang-orang asing.
Seumur hidupnya, dia hanya punya kakak juga ayah dan ibunya untuk berbagi. Sasori selalu melindunginya, menemaninya, dan mengajaknya berinteraksi karena pria itu tahu jika adiknya adalah pribadi yang tertutup. Sasori tahu bahwa Sakura hampir tidak pernah berbicara dengan siapa pun. Selama di rumah, Sasori hanya akan medapati Sakura sedang melamun di pekarangan belakang atau di kamarnya. Kadang pula gadis itu hanya membaca buku-buku usang yang ia dapatkan di perpustakaan kota.
Sasori tidak pernah meninggalkannya sendiri, dan hidup Sakura perlahan-lahan bergantung sepenuhnya pada sang kakak.
Gadis itu memiliki suatu kemampuan yang menakutkan, dan Sasori tahu hal itu setelah sekian lama dia membujuk Sakura bercerita setelah kerap kali dia mendapati Sakura berbicara seorang diri. Bagi Sasori, itu adalah sebuah berkah, namun bagi Sakura, itu adalah sebuah kutukan.
Mereka begitu menyeramkan. Datang menghampirinya disetiap kesempatan, kadang memanggil-manggil namanya dalam kegelapan atau menariknya untuk mengikuti mereka pergi ke suatu tempat. Wajah hancur, darah bercucuran, luka yang menganga, atau kadang hanya potongan-potongan tubuhnya saja. Saat pertama kali melihat, Sakura ketakutan, dia tidak bisa bersembunyi di mana pun karena mereka selalu bisa menemukannya. Lewat celah-celah kecil, atau tiba-tiba berada dalam pikirannya.
Usianya enam tahun dan usia Sasori sepuluh tahun saat itu. Musim gugur melanda Tokyo, dia mendapatkan liburanya lebih awal. Selama liburan, dia hanya akan menghabiskan waktunya dengan duduk di bawah pohon cemara. Kadang-kadang, dia bermain bersama Sasori dan kadang dia bermain sendirian. Sore itu, Sasori sedang pergi kerumah tetangga untuk membagi-bagikan kue yang baru saja dibuat oleh ibu mereka.
Sakura kecil duduk sembari memegang sebuah boneka di bawah pohon cemara yang berada di halaman belakang rumahnya. Sakura kecil bermain sendiri, berbicara sendiri, mendandani boneka barbie yang baru dibelikan oleh ayahnya saat musim panas sendiri. Gadis kecil itu bersenandung, mengabaikan sekitarnya, tanpa dia sadari, cuaca semakin dingin. Angin dengan brutal menerbangkan daun-daun.
Perlahan-lahan sosok itu muncul dari balik pohon, hadir di hadapan Sakura kecil dan membuat gadis itu takut. Sosok itu lebih pendek dari Sakura kecil, dagunya lancip, ada semacam tahi lalat besar yang menempel di dagunya, wajahnya jelek dan memiliki banyak tonjolan-tonjolan kecil kehitaman. Kupingnya lancip seperti para kurcaci yang ia lihat dalam Disney Princess Snow White. Tubuhnya ringkih, dalam balutan jubah hitam seperti penyihir. Hidungnya panjang. Matanya yang hitam pekat berlumuran darah menatap kosong ke arah Sakura. Rambutnya putih panjang menjuntai hingga ke bawah. Jari-jari tangan dan kakinya panjang-panjang. Berbeda dengan jari kaki dan tangan Sakura. Sosok itu tersenyum, namun terasa sangat menakutkan di mata emerald Sakura.
Seringainya membuat Sakura kecil mundur dengan perlahan-lahan. Namun semakin Sakura mundur, sosok itu semakin mendekatinya. Gadis kecil itu menyadari perbedaan rupa makhluk yang menghampirinya dengan manusia-manusia lain serta dirinya. Saat tubuh kecilnya menabrak batang pohon dan tidak membuatnya memiliki celah untuk lari, sosok itu semakin mendekatinya, berhenti satu meter di hadapan Sakura dan mengangkat jari-jari kurus panjangnya untuk mengelus Puncak merah muda yang dimiliki Sakura.
Itu adalah makhluk sekaligus jeritan pertama yang keluar dari bibir mungil Sakura kecil. Sampai saat malam-malam atau hari-hari berikutnya. Sosok-sosok baru sering datang 'berkunjung' dan mengganggunya. Hanya ada sedikit dari sosok-sosok itu yang nampak bersahabat, selebihnya, mereka semua begitu menakutkan.
Kehilangan keluarga adalah sebuah bencana besar untuknya, hidupnya juga seakan-akan berakhir. Sakura berpikir, kenapa pembunuh itu tidak sekalian saja membunuhnya. Tidak akan ada lagi orang-orang yang akan memperlakukannya dengan baik, dia tidak memiliki siapa pun lagi sekarang. Tidak akan ada lagi Sasori yang menemani tidurnya setiap malam dan menenangkannya setiap ia mimpi buruk. Tidak ada lagi ayahnya yang sering memeluknya. Tidak ada lagi ibunya yang cerewet dan menemaninya saat ia senidiran.
Dia tidak miliki siapa-siapa lagi setelah keluarganya direnggut.
Isak tangis kembali terdengar memenuhi kamar rawatnya. Gadis itu menghela napas pendek-pendek, merasakan sesak di dada yang kerap kali bermunculan. Ia mencengkram dadanya pelan, mencoba untuk meredakan sesak itu walau ia tahu usahanya akan sia-sia. Matanya menyisir setiap ruangan yang dicat putih bersih. Atap-atap dan lampu-lampu yang membuat ruangan ini menjadi terang benderang.
Saat emeraldnya bergulir ke arah kanan, jantung gadis itu terasa terhenti selama beberapa saat. Di sana, tepat di pojok ruangan, dia menangkap sosok yang sama seperti yang selama ini kerap mengunjunginya. Sosok itu hanya terdiam di pojok ruangan dekat pintu kamar mandi yang rusak akibat perbuatan Sasuke. Dia terlihat menunduk, aura gelap melingkupi sekitaran sosok itu.
Saat sosok itu mendongak, Sakura tidak bisa bereaksi, membiarkan emeraldnya menatap sosok itu dari mata ke mata. Mata yang gelap, kosong, dan berbahaya. Ada kilatan amarah yang siap meledak di sana. Kuku-kuku jarinya hitam, panjang dan tajam, perlahan terulur ke arah Sakura seolah mencoba menggapai gadis itu. Sosok yang begitu kuat dan membuat Sakura tidak berani melawannya. Dia tertawa, menunjukkan seringainya, pada saat itu, tampak gigi-gigi runcing yang bisa mengoyak tubuh manusia dalam sekali gigit. Tak banyak luka atau darah, namun dia tetap terlihat menakutkan dan juga buas.
Gadis merah muda itu terkejut, kaget, dan matanya menyiratkan ketakutan. Dia melirik pintu keluar, tangannya dengan cepat melepas selang infusnya, mengabaikan rasa perih yang menjalar. Menjauhi sosok itu lebih penting daripada mengkhawatirkan luka barunya sekarang. Kaki-kaki mungilnya menjuntai ke bawah, menapaki lantai yang terasa beratus-ratus kali lebih dingin dari biasanya. Secepat kilat, dia meraih gagang pintu, menarik pintu itu dan mencoba membukanya. Namun nihil, pintu itu terkunci.
Sosok itu berjalan mendekatinya, Sakura menjerit. "TOLONG! TOLONG AKU!!! SIAPA PUN, KUMOHON BUKA PINTUNYA!!!" Sakura menatap kaca transparan kecil yang berada di tengah pintu, menatap orang yang berlalu-lalang dengan santainya di luar. Dia bisa melihat ada tiga polisi penjaga yang berada di depan kamar rawatnya, namun seolah-olah tidak terjadi apa-apa, mereka berekasi dengan tenang, sesekali mereka terlihat mengobrol dan memakan sesuatu.
"KUMOHON TOLONG AKU!!!" dia mengeluarkan semua suaranya, berteriak sekencang-kencangnya.
Sosok itu semakin dekat, menciptakan jejak darah dalam setiap langkah kakinya. Membuat lantai yang putih bersih itu kotor karena darah kental berwarna hitam pekat yang kini terlihat mengering. Sakura meliriknya lewat ekor mata, gadis itu bertambah panik. Berusaha sekuat tenaga membuka pintu dan menggedornya, namun usahanya sia-sia, tidak ada satu pun orang yang mendengarnya. Mereka yang berada di luar tidak mendengar jeritannya. Di luar sana terdengar tenang, mereka mengira bahwa Sakura masih tertidur lelap.
Saat dia berbalik, sosok itu telah berada di hadapannya. Hanya berkisar jarak dua langkah besar. Sakura menjerit takut.
"AAAAAAAAAA—" suaranya tercekat di tenggorokan. Mata hitam pekat itu memandangnya dengan ekspresi kosong.
Kepalanya mengadah ke atas, tubuhnya perlahan-lahan mengambang. Seperti ada tangan tak kasat mata yang mencekiknya. Gadis itu terbatuk-batuk, merasa menggigil seperti ada yang mencelupkan es batu ke tenggorokannya dan membuat gadis itu membeku. Sekujur tubuhnya kaku, tidak bisa digerakkan. Saat ia merasa cengkramannya mengendur, ia kira penderitaannya telah berakhir. Namun ia salah, karena sedetik kemudian seperti ada tenaga besar yang menariknya, menghempas tubuh mungil itu—
BRAK!!
—ke dinding.
Dia jatuh dengan keras di atas lantai, tembok itu terlihat retak. Sakura menggeliat, sekujur tubuhnya merasa kesakitan. Tulang-tulangnya seperti retak. Dia mencoba untuk bernapas, namun yang ia keluarkan hanyalah udara yang tersendat-sendat.
Gadis merah muda itu mencoba untuk bangkit sebelum sebuah vas bunga melayang ke arahnya dan menghantam pelipis gadis itu. Bau karat tercium, pecahan-pecahan vas bunga itu berserakkan disekitarnya. Kepalanya pening, penglihatannya mulai kabur.
Dan apa yang dia lihat selanjutnya adalah seringai dari sosok itu, sebelum kegelapan merenggutnya.
▲
Uchiha Sasuke tidak pernah duduk di ruangan dokter dan mendengarkan dengan saksama keterangan dari dokter itu.
Beberapa hari ini, dia melakukan hal-hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Seperti menemani seorang gadis yang tertidur lelap semalaman sebelum paginya ia berada di ruangan dokter yang merawat gadis itu setelah dia tidak tidur semalaman. Masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Perumpamaan itu sepertinya berlaku sekarang, karena Sasuke tidak sepenuhnya fokus. Pria itu mengantuk dan butuh tidur. Seharusnya ia bisa langsung pergi dan pulang ke rumahnya sendiri, tetapi akal sehatnya sedang tidak bisa diajak bekerja sama.
Waktu terasa sangat lama berjalan. Uchiha Sasuke hanya menangkap kata-kata yang penting saja. Seperti pernyataan dokter tentang tulang rusuk Sakura yang sudah pulih sepenuhnya. Mati-matian dia menahan hasrat untuk meletakkan kepalanya di atas meja kerja dokter dan mulai tertidur. Kenapa meja itu terlihat begitu menggoda sekarang? Seolah-olah adalah bantal terempuk yang pernah ada di dunia. Padahal, meja itu hanyalah potongan kayu keras yang dihaluskan dan dilapisi kaca.
"Kapten, sebenarnya saya baru saja mendapatkan catatan tentang riwayat kesehatan Sakura-san dari detektif Shikamaru." pria berhelai raven itu memasang wajah tertarik setelah sekian lama mempertahankan wajah datarnya. Memperhatikan dengan saksama wajah dokter laki-laki yang memiliki wajah cantik tersebut.
"Sakura-san menderita penyakit mental sejak usianya lima belas tahun."
Sasuke menaikkan satu alisnya. "Maksudmu dia gila?"
Hyuuga Neji terkekeh. "Bukan, bukan seperti itu," pria itu mengeluarkan sebuah map cokelat dari dalam laci mejanya, di depan map itu diberi tulisan besar yang memuat judul 'Haruno Sakura'. "Ini seperti sugesti. Peningkatan kewaspadaan dan rasa cemas yang berlebihan terhadap sesuatu yang tidak pernah terjadi dan terlalu baru untuknya."
"Sugesti?"
Neji mengangguk. "Kita dapat menyebutnya Anxiety Disorder." dokter dari klan Hyuuga itu berdehem sebentar. "Gangguan kecemasan ini dapat disebabkan oleh masalah fungsi sirkuit otak yang mengatur rasa takut dan emosi lainnya, pengaruh lingkungan atau stress yang berkepanjangan. Gejala awal penderita umumnya karena trauma atau mimpi buruk terus-menerus, sering sesak napas, tidak bisa tenang, berkeringat dingin, dan palpitasi atau detak jantung yang tidak teratur.
"Penderita selalu merasa mendapat teror berulang kali dan secara tiba-tiba. Terancam dengan kehadiran orang baru dengan gerak-gerik mencurigakan. Saya tidak tahu pasti, namun penyakit mental ini dapat terjadi karena dua hal: faktor keturunan atau penderita mengalaminya langsung."
Sasuke terdiam. Berbagai pikiran berkecamuk dalam otaknya, rasa kantuk yang sempat melandanya kini menguap entah kemana. Pria itu merasa bahwa masalah kali ini benar-benar serius. Dia menghubungkan beberapa kejadian yang pernah ia alami saat berurusan dengan Sakura.
Gadis itu selalu terlihat takut dengan orang-orang baru. Berteriak dan mohon seolah-olah akan ada orang yang melukainya padahal tidak. Pun saat pertama kali gadis itu bangun dari masa kritisnya, dia terlihat sesak napas dan terus memukuli dadanya.
"Jika kita melihat riwayat kesehatan dan kejadian yang baru saja menimpanya, kita dapat mendiagnosa kecemasan itu dengan dua jenis seperti panic disorder atau yang lebih dikenal dengan rasa kecemasan tingkat akut dan post traumatic stress disorder, penderita mengidap jenis ini karena rasa trauma dan peristiwa yang mengerikan seperi pelecehan seksual, kehilangan orang yang dicintai secara tak terduga, atau bencana alam."
"Dia mengidap penyakit ini sejak usia lima belas?" Neji mengangguk mengiyakan ucapan Sasuke. "Kau bilang penyakit ini dapat terjadi karena faktor keturunan dan pengalaman secara langsung?" Lagi, pria perambut panjang itu mengangguk.
"Apa dia pernah pergi konsultasi dengan orang psikiater?"
"Di sini tertulis; dia pernah melakukan empat kali konsultasi sejak usianya dua puluh dua hingga usianya dua puluh empat tahun. Dua tahun belakangan, dia memilih untuk mencari cara sendiri untuk mengatasi kecemasannya."
"Siapa psikiater yang menanganinya?"
"Hyuuga Hinata," Neji menatap Sasuke, manik lavendernya terlihat begitu serius. "Atau sekarang kita dapat memanggilnya dengan nama Uzumaki Hinata."
Lavender dan onyx itu beradu pandang. Seolah mengerti, Hyuuga Neji mengangguk pelan. "Aku akan berbicara dengan Hinata."
"Oke, aku aka—"
"KAPTEN!!!" ucapan Sasuke terpotong saat salah seorang anggota kepolisian membanting pintu dengan keras dan memanggil Sasuke dengan suara yang sarat akan kepanikan.
Napas salah satu anggota kepolisian yang Sasuke ketahui masih berstatus sebagai sepupu dekat sahabatnya Uzmaki Naruto itu bernama Menma. Napas pria itu terengah-engah, Sasuke langsung berdiri menghampirinya, melupakan tindak ketidaksopanan anak buahnya karena membanting pintu dan menyela ucapannya.
"Sakura-san," saat mendengar nama itu, ekspresi Sasuke berubah tegang. Perasaannya menjadi tidak enak.
"Ada apa dengan Sakura? Bicara yang jelas, Menma!"
"Terjadi kekacauan besar di kamar rawat Sakura-san." secepat kilat, tanpa mendengar penjelasan dari Menma lebih lanjut, pria bertubuh tegap itu berlari menuju kamar rawat milik Sakura.
Onyxnya menyiratkan kepanikan yang tidak begitu muncul dipermukaan. Saat ini, hanya kamar rawat Sakuralah tujuannya pergi. Mata hitam pekatnya menyipit saat melihat beberapa orang berkerubung mengelilingi sesuatu di depan kamar rawat Sakura. Dia melesatkan kakinya lebih cepat lagi.
"Ada ap—" matanya terbelalak saat melihat tiga anggota kepolisian telah terkapar bersimbah darah segar di lantai. Darah-darah mereka memunculkan suatu genangan.
Tiga anggota kepolisian itu mendapat luka yang sama. Lubang pada kedua bola matanya, luka di leher yang menganga menampakkan putihnya tulang di antara daging kemerahan, tulang kering mereka mencuat keluar, dan retakan yang parah pada bagian kepala hingga hampir memperlihatkan otak mereka. Sasuke terdiam mencoba berpikir, namun saat matanya menangkap kamar rawat Sakura yang tertutup rapat, tubuhnya langsung ia bawa ke sana, mengernyit saat dirasa pintu itu terkunci.
Mengintip lewat kaca transparan dan sukses terkejut saat ia melihat Sakura tergeletak tak sadarkan diri di lantai. Dipaksa pintu itu untuk terbuka, dan dengan cara yang sama seperti yang sebelumnya, Sasuke mendobrak pintu yang langsung terbuka lebar itu dengan sekali percobaan. Mendekati gadis merah muda yang benar-benar tidak menunjukkan pergerakan. Matanya menangkap ceceran darah segar di lantai sekitaran tempat di mana Sakura tergeletak. Ia membalikkan tubuh Sakura yang membelakanginya. Menangkap darah yang mengalir turun dari pelipis gadis itu, mendekatkan jari tangannya ke hidung bangir gadis itu. Dia mendesah lega saat merasakan hembusan nafas lemah dari hidung Sakura. Luka juga terdapat di pergelangan tangan kiri gadis itu, lagi-lagi ia mencabut infusnya dengan paksa.
Sasuke menggendong tubuh mungil itu dengan hati-hati. Membawa gadis itu pergi keluar untuk mencarikan kamar rawat yang baru agar luka-luka bisa diobati. Orang-orang yang berkerubung langsung membuka jalan begitu melihat Sasuke membawa seorang gadis yang tidak sadarkan diri.
"Tolong hubungi polisi. Suruh mereka membawa detektif Shikamaru." ucap Sasuke, pada salah seorang pria yang terlihat seumuran dengannya. Setelah melihat pria itu mengangguk, Sasuke melesat pergi.
Membawa Sakura yang terasa begitu ringan dalam gendongannya dan berlarian dikoridor rumah sakit menuju ke unit gawat darurat. Pelan, ia dapat merasa bahwa Sakura sedang menggeliat. Sasuke menundukkan kepalanya, onyxnya langsung beradu pandang dengan emerald yang selalu ia kagumi sejak pertama kali melihatnya.
"Tolong aku." Sasuke mendengar Sakura menggumam dengan lirih, suara itu sarat akan ketakutan yang mendalam. Lalu skenario saat ia mengobrol dengan Hyuuga Neji berputar di kepalanya, penyakit gadis itu, penderitaannya.
Lamat-lamat kegelapan menarik seluruh kesadaran Sakura sebelum ia mendengar jawaban dari permintaannya yang keluar dari bibir tipis milik Sasuke.
"Ya, aku akan menolongmu."
▲
A/n : karena hari ini aku udah mulai magang, jadi kemungkinan late update tak bisa dihindari.
Huft, bener kata kak Ren, don't grow up, it's a trap.
Cheerio.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top