|15| Restless

"Stand by me, nobody knows the way it's gonna be." —Oasis

Sakura tidak pernah jatuh cinta. Ah, pernah. Ia mencintai orang tuanya, ia juga mencintai kakak satu-satunya yang ia miliki.

Namun, yang dimaksud di sini adalah; ia tidak pernah benar-benar mencintai seorang pria selain Kizashi dan Sasori. Ia bahkan sempat bertanya-tanya, sebenarnya apa itu cinta? Sungguh, ia tidak mengerti. Dua puluh enam tahun dalam hidupnya, ia tidak pernah berdekatan dengan laki-laki mana pun selain ayah dan kakaknya.

Tetapi kini, ada Uchiha Sasuke.

Pria itu melindunginya, mengusir badai untuknya, dan menemani hari-harinya yang akan terasa sepi tanpa mendiang keluarganya. Pria itu merawatnya, memberikan tempat tinggalnya, memberikan seluruh perhatiannya, dan yang terpenting pria itu menyadari eksistensnya. Dia tidak menganggap Sakura hanyalah angin lalu atau semacam virus mematikan yang akan menular jika terlalu dekat. Hanya karena gadis itu dapat melihat hantu dan melakukan hal yang tidak bisa orang biasa lakukan, bukan berarti ia harus diabaikan.

Apakah cinta itu seperti ketika kau ingin menghabiskan seluruh waktumu bersamanya? Atau ketika ada rasa sesak yang menguasai hatimu ketika ia mengatakan betapa ia mencintai perempuan lain? Atau ketika kau merasakan gelenyar aneh yang menyenangkan ketika kau bersentuhan dengannya?

Sakura tidak tahu, tetapi ia merasakan semua itu saat berada dekat dengan Sasuke.

Setelah mendapat kiriman kotak misterius dan menjelajah dengan mata hitamnya yang menatap nyalang pada setiap sudut rumah, Sasuke tidak keluar sama sekali dari ruang kerjanya. Bahkan saat Shikamaru dan Naruto datang, Sasuke tidak mau repot-repot keluar dan menyambut mereka. Membiarkan Sakura yang membuka pintu dan menyambut mereka. Setelah itu, mereka bertiga seolah lenyap di dalam ruang kerja Sasuke.

Gadis itu hanya bisa termenung sembari menatap jendela. Menikmati salju yang perlahan turun dari langit dan semakin menutupi tanah. Melamunkan tentang perasaan yang mengusik dirinya, bertanya-tanya siapakah sekiranya pengirim kotak tersebut, dan … apa itu cinta. Meski sejujurnya, dia tidak pernah ingin dipusingkan dengan rasa semacam itu terlebih perasaanya di tunjukkan untuk lawan jenis.

Perasaannya gelisah ketika ia memikirkan rumahnya, ia tidak lagi punya tempat tinggal yang menampung keluarga. Tidak akan ada lagi orang yang menyambutnya ketika ia pulang ke rumah, mencarinya ketika ia menghilang, merawatnya ketika ia sakit. Dan ketika ia memikirkan tempat di mana ada Uchiha Sasuke, perasaannya menghangat. Namun, apakah pantas ia merasakan cinta ketika hidupnya berada diambang kematian?

Sebenarnya, apa yang pembunuh itu inginkan? Kenapa ia menyakiti orang-orang yang berhubungan dengan gadis itu? Kenapa ia tidak langsung melenyapkan gadis itu saja? Berbagai macam pikiran berlarian di otaknya. Kala salju turun dengan begitu deras, saat itu pula ia mendengar langkah kaki yang mendekat dan membuatnya langsung waspada. Gadis itu menoleh, mendapati Sasuke yang sedang berjalan ke tempat di mana ia tengah memeluk dirinya sendiri di atas sofa ditemani secangkir teh hangat.

Benaknya bertanya-tanya apakah Sasuke akan pergi karena pria itu sudah memakai seragam dinasnya. Oniks milik Sasuke menyorot dengan tajam, dia berhentilangkah di hadapan Sakura, menghela napasnya dengan berat dan berlutut untuk mensejajarkan tinggi mereka.

"Aku harus pergi."

"Apa? Kenapa? Ada apa?" Sakura bertanya, sedikit panik mengingat keadaannya sekarang. Orang itu sedang mengincar Sakura dan orang yang berada dekat dengannya, ia tidak ingin Sasuke sampai kenapa-napa.

"Sebuah kasus pembunuhan di pusat perbelanjaan, aku harus pergi ke sana," ujar Sasuke. Ia menggenggam tangan Sakura dengan erat, "kau akan baik-baik saja, Sakura," siapa pun jelas dapat melihat gurat kecemasan yang berada dalam emerald gadis itu, menandakan bahwa dirinya sedang dilanda kekhawatiran.

"Bukan itu yang kukhawatirkan," ia balik menggenggam tangan Sasuke. Meremas tangan itu dengan kuat, menyalurkan ketakutan yang tersirat dalam wajahnya. "Aku takut kau kenapa-napa. Aku takut sesuatu terjadi padamu."

Emerald itu bergerak dengan gelisah, tak kuasa menatap oniks tajam di hadapannya. Sasuke tidak mengerti, dan pria itu tidak akan pernah mengetahui tentang kecemasannya. Sesuatu yang lebih parah daripada terluka; kematian. Ia sedang di hadapkan dengan kematian. Seolah pembunuh itu adalah Tuhan yang berkuasa untuk mencabut nyawa seseorang. Ia takut sesuatu terjadi pada Sasuke, pada rumah barunya, pada temannya, pada seseorang yang selalu sedia berada di sampingnya meski dirinya terasa begitu merepotkan.

Mengerti, Sasuke menangkup wajah gadis itu. "Saku aku janji akan baik-baik saja dan kembali dengan selamat. Kau tahu, aku ini seorang kapten," ucap Sasuke main-main, "aku akan menembak atau memukul jika ada orang yang ingin melukaiku."

Sorot geli dalam oniks itu mau tak mau membuatnya tersenyum tipis, hanya sedikit, sampai-sampai Sasuke tidak yakin apakah itu adalah sebuah senyuman atau sekadar pergerakan bibir. Meski begitu, hatinya tetap saja gelisah. Ada sebuah firasat yang mengatakan bahwa akan terjadi sesuatu di sana. Di tempat yang jauh, yang tidak ada dirinya. Dan Sakura tidak pernah menginginkan bahwa ini adalah pertemuan terakhir mereka.

Sasuke mengelus pipi porselen itu dengan gerakan perlahan. Ia tersenyum tipis, dirinya sudah mendiskusikan kotak hitam itu kepada Shikamaru dan Naruto. Terdapat sidik jari seseorang di sana dan itu dapat membantu Sasuke untuk mengetahui siapa pengirim kotak itu. Laporan yang datang melalui walkie talkie Naruto tentang kasus pembunuhan di pusat perbelanjaan kota membuat Sasuke harus menunggu untuk menyelidiki kotak itu lebih lanjut.

"Kunci setiap pintu atau jendela yang berada di rumah ini. Jika ada yang datang kecuali aku, Naruto, atau Shikamaru, jangan bukakan pintu, mengerti?" gadis itu mengangguk, setengah ragu, tetapi saat ia melihat keyakinan pada oniks hitam milik Sasuke, ia tahu jika dirinya tidak dapat melakukan apa-apa lagi selain mempercayakan segalanya pada pria itu.

Mereka terdiam, membiarkan onyx dan emerald saling mengunci. Membiarkan segalanya tersirat lewat tatapan. Gadis tiu berharap segala keraguannya dapat punah dan rasa takut itu memudar.

Aku ini seorang kapten.

Pria itu bangkit, menarik nakas dan mengeluarkan topi polisinya. Membiarkan gadis itu larut dalam pikirannya sendiri, ia harus segera menyelesaikan masalah ini secepatnya karena ia benci melihat emerald itu meredup, atau pemandangan wajah lelah Sakura.

Ia lalu berbalik, setelah menempatkan kecupan lembut di bibir gadis itu.

Suara gesekan pisau yang beradu dengan Alat untuk mengasah pisau agar menjadi lebih tajam memenuhi seluruh ruangan. Lagu-lagu klasik terdengar, berlomba-lomba dengan suara gesekan pisau tersebut. Sosok pria berambut merah dengan tato di dahinya itu menyeringai licik sembari membayangkan pertunjukkan yang sangat amat menarik baginya. Dan pertunjukkan itu akan dimulai beberapa saat lagi.

Satu langkah, dan apa yang ia inginkan akan terwujud.

Gadis itu akan mati perlahan-lahan kehilangan seluruh orang yang ia cintai. Gaara pastikan itu karena memang tidak ada satu mamusia pun yang tahan melihat orang yang dicintainya gugur satu per satu. Pria itu bersenandung kecil, kala pintu ruangannya terketuk, ia langsung mempersilahkan orang itu masuk ke dalam. Seringainya makin mengembang saat ia melihat Matsuri melangkah dengan tenang. Gadis berambut cokelat itu mengenakkan seragam kepolisian yang membuatnya terlihat penuh wibawa, kuat, dan cerdas.

"Bagaimana?"

"Aku telah membunuh beberapa orang di pusat perbelanjaan, polisi akan datang beberapa menit lagi."

Gadis itu berkata dengan yakin, maniknya menatap lekat ke arah Gaara. Wajah pria tiu menyiratkan kepuasan, sorot dingin dari jadenya membuat Matsuri meringis dalam hati. Gaara tampak begitu berbeda, kesan hangat dan ramah yang Matsuri dapatkan kali pertama ia bertemu dengan Gaara sekarang lenyap entah ke mana. Dan gadis itu paham bahwa semua karena keluarga Haruno. Hidup Gaara pernah di ujung tanduk, ia melakukan segalanya untuk menyelamatkan perusahaan sampai menjadi gila dan stres.

"Lalu bom itu?" sebuah bom rakitan yang ia pastikan akan meledakkan tubuh seseorang.

"Aku sudah mengatur waktunya."

"Hm, bagus," Gaara menyeringai, ia membawa pisau yang sedari tadi berada di dalam genggamannya. Berjalan menuju ke arah jendela besar di ruangan itu.

Irisnya menatap pemandangan kota di bawah sana. Gedung apartemen empatpuluh lantai miliknya terasa berkali-kali lipat lebih besar saat Gaara menatap Matsuri dengan lekat. Gadis itu bahkan tidak peduli apakah Gaara sudah benar-benar sembuh saat keluar dari rumah sakit jiwa atau belum. Ia hanya ingin mendampingi Gaara, atau lebih tepatnya, ia hanya ingin balas budi.

Pria itu menyelamatkannya dari ambang kematian beberapa tahun lalu. Jika saja tidak ada Gaara, mungkin kini Matsuri telah berada enam kaki di bawah tanah dengan badan yang hancur. Ia menyelamatkan Matsuri dari kecelakaan beruntun yang direncanakan. Dulu Gaara adalah orang yang menyenangkan, ramah, dan penuh tawa. Namun, kini tawa itu redup seiring berjalannya waktu. Beberapa tahun ia mendekam di ruang isolasi rumah sakit jiwa yang mengubah segalanya. Pria itu tidak pernah lagi memiliki tawa menyenangkan selama hidupnya.

Matsuri rela melakukan apa pun agar Gaara sembuh, agar Gaara mendapatkan tawanya kembali, agar Gaara tidak melulu termenung tiap malam dan merancau sendirian. Dengan capa apa pun. Bahkan membunuh, ia akan lakukan. Membeli bom rakitan yang dijual secara ilegal di pasar gelap dari Deidara juga termasuk, kata Gaara, untuk membuat pertunjukkan. Ia rela.

Gaara menyeringai seraya berkata, "Pastikan Uchiha Sasuke yang kau ledakkan."

Meski ia harus membunuh kaptennya sendiri.

Kondisi pusat perbelanjaan itu telah ramai akan orang-orang yang berkerubung untuk menyaksikan sendiri korban pembunuhan yang telah dimasukkan ke dalam kantung mayat. Beberapa polisi yang telah berada di sana memberikan salam hormat untuk Sasuke sebelum mempersilahkan pria itu untuk mengecek kondisi jenazah yang sebagian tubuhnya hancur karena tikaman pisau.

Sasuke mengernyit karena ia menemukan kesamaan luka pada tubuh tiap orang-orang yang terbunuh. Beberapa bagian tubuh mereka hancur karena tikaman benda tajam. Darah berceceran di lantai swalayan yang berwarna putih, toko buru-buru ditutup saat petugas menemukan mayat di gudang belakang dan sekitaran rak yang terisi oleh peralatan dapur. Meski di depan toko dikerubungi oleh banyak orang, di dalam cenderung sepi dan gelap. Semua petugas swalayan telah berada di luar, Sasuke berjalan menuju ke arah gudang belakang diikuti Shikamaru dan Naruto. Pria berhelai raven itu menyipitkan matanya karena melihat ceceran darah yang mengotori rak-rak.

Oniksnya menangkap bayangan seseorang yang tertutupi rak, lalu tanpa memberi tahu Shikamaru dan Naruto, pria itu berjalan mendekati bayangan tersebut. Ia yakin bahwa itu adalah seseorang, tubuh tegap orang itu membuat Sasuke berasumsi jika ia adalah seorang lelaki. Lama ia berjalan mengikuti langkah seseorang itu yang terasa sangat cepat, dirinya telah berada di pojok bangunan dengan rak yang berisi makanan ringan. Cahaya lampu yang remang-remang tak membatasi pengelihatan tajam pria itu. Tanpa sadar, ia berbelok ke kanan dan terus berjalan, hingga menemukan satu genangan darah dengan kotak hitam misterius di atasnya.

Uchiha Sasuke mengernyit, menatap intens pada kotak hitam yang terkena noda darah.

Sementara di sisi lain, tanpa menyadari hilangnya Sasuke dari sekitar mereka, Shikamaru dan Naruto berjalan memasuki gudang belakang. Gudang besar itu berisi tumpukan kardus yang memuat stok barang-barang kebutuhan sehari-hari, gudang yang berisi seperti swalayan pada umumnya. Tidak ada tanda-tanda mencurigakan pada bangunan itu selain tetes darah yang menciprati dinding putih hingga membuatnya terlihat kotor. Ada beberapa CCTV yang terpasang, mungkin saja CCTV itu menangkap gambar pelaku pembunuhannya.

Kala Shikamaru menarik bangku kayu dan menaiki bangku itu untuk memastikan tidak ada kabel CCTV yang terputus atau dirusak dan memastikan bahwa CCTV itu dalam kondisi menyala, ia mendengar bunyi teratur yang biasa kerap kali ia dengar saat mesin Electrocardiograph berbunyi di rumah sakit. Namun sialnya, bunyi itu bukanlah berasal dair mesin Electrocardiograph, melainkan sebuah—

"Shit!!!"

—bom rakitan.

Shikamaru makin mengumpat saat ia melihat waktu dua menit yang terhitung mundur. Ia langsung turun dari bangku dan berjalan ke arah Naruto, menarik pria itu untuk berlari secepat mungkin keluar dari bangunan gedung. Mengabaikan ucapan protes dari Naruto, pria itu mencari di mana keberadaan Sasuke saat mereka telah berada di luar dari bangunan. Ia menyuruh beberapa rekannya untuk membuat para orang yang berkerubung pergi sejauh mungkin karena bangunan swalayan yang terlalu besar dan letak gudang sangat jauh di belakang, mereka membutuhkan waktu satu menit untuk keluar, dan beberapa menit untuk berlari menjauh jika ingin menghindari ledakan bom tersebut.

Panik, Shikamaru berteriak pada semua orang, "Di mana Kapten Sasuke?!"

Naruto yang telah mengetahui di mana letak permasalahannya segera menarik walkie talkienya dari dalam saku celana. Suara gelombang radio langsung terdengar begitu ia menyalakan walkie talkie tersebut. "Di sini Uzumaki Naruto, masuk. Kapten Sasuke, di mana kau? Diharapkan keluar secepat mungkin dari dalam gedung. Ada seseorang yang menaruh bom di gudang belakang dan akan meledak kurang lebih satu menit lagi."

Sementara itu, Uchiha Sasuke sedang termenung menatap isi kotak hitam misterius yang tergeletak di atas genangan darah. Isinya hanyalah sebuah kertas merah bertuliskan empat huruf.

Mati.

Ia sedang menerka-nerka maksud dari tulisan itu kala ia mendengar walkie talkienya berbunyi, suara Uzumaki Naruto mengalihkan eksistensi kertas merah yang bertuliskan empat huruf tersebut. Begitu Naruto menyebutkan kata "bom" dan "satu menit lagi" ia langsung mengumpat dan meraih kertas merah itu sebelum berlari secepat mungkin. Saat-saat seperti ini ia sangat ingin berterimakasih pada pendidikan kepolisan yang membuatnya berlatih berkali lipat lebih keras saat ingin masuk menjadi anggota. Ia dapat berlari secepat mungkin tanpa merasa sesak pada pernapasannya.

Tetapi, waktu telah menunjukkan sepuluh detik lagi saat ia tengah berada di dekat kasir, berbelok ke kanan untuk menuju pintu keluar. Ia ingin mengumpat karena luasnya gedung swalayan tersebut yang menghambat pelariannya. Sialnya lagi, pintu geser otomatis itu tertutup dan terkunci saat Sasuke ingin melewatinya. Mungkin seseorang telah mematikan listrik sehingga membuat pintu otomatis itu tidak bisa terbuka. Ia mengumpat sejadi-jadinya, tiba-tiba janjinya lada Sakura untuk kembali dengan selamat dan melakukan pembelaan jika ada yang menyerangnya terngiang, tatapan khawatir Sakura, senyum gadis itu.

Waktu tersisa tiga detik lagi saat Sasuke sedang mencoba memecahkan kaca jendela dengan Palu darurat yang menempel. Kaca sempurna pecah dan menyisakan beberapa bolongan dengan pola tak beraturan, tetapi cukup besar untuk bisa dilewati Sasuke. Dan saat ia melompat untuk keluar,

BOOM!!!

Suara ledakan besar terdengar, terdengar nyaring suara kaca-kaca yang pecah. Tubuh itu terlempar sekian jauh dan menabrak pagar pembatas swalayan dengan jalan besar, suara geraman kesakitan yang melanda lengannya terdengar pilu, bau anyir darah memekakkan indera penciuman. Tiba-tiba ia melihat wajah sendu Sakura dan senyuman bahagia Karin, dua perempuan yang jelas begitu berbeda namun, sangat memlengaruhi pria itu. Ia juga bertanya-tanya apakah ini adalah maksud dari kertas merah yang berisikan empat huruf tadi. Sebelum ketidaksadaran perlahan-lahan menariknya menjauh.

Kami-sama, apakah ia akan mati?

The end.





















































Wkwkwk :v apakah kalian panik? Atau kesel? Atau ingin protes karena endingnya gantung?

Ini belom ending btw, maafkeun keterlambatan updatenya karena ya yu now lah aku sekarang jadi pengacara (pengangguran banyak acara maksudnya) muehehehe

Aku pengin privat chapter buat chapter depan, cuma kayaknya gabisa karena syarat ikut wattys ceritanya kaga boleh di privat. Yasudahlah, hati-hati chapter depan kelyan T e r c y d u q karena isinya bikin kalian … shedih :(

DAAHH, CIAO 👋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top