14; BIRU
Ini adalah malam puncak tujuh belasan. Anak-anak emang nggak ngundang suju atau exo. Tapi mereka ngundang payung teduh.
Duuuhh, suka sih gue sama band indie Indonesia. Tapi kalau bapak-bapak sama ibu-ibu dikasih band folk mah yang ada ngantuk. Harusnya tuh dangdut.
ASEK ASEK HOY
Gitu.
Tapi nggak masalah sih. Lagian payung teduh bawain lagu folk lawas. Jadi bisa duet sama bapak-bapak sama ibu-ibu pkk.
Gue sama panitia yang lain bagian nata hadiah. Nanti anak yang menang lomba dipanggil ke atas panggung.
"Wah mau ujan deh kayaknya," Hanbin nyeletuk. Emang sih beberapa kali ada bunyi petir.
"Kayaknya ini ada yang bakar sempak deh," gue bergumam.
Inget kan gimana gue diajarin sama mas Taeyong cara menurunkan hujan? Iya yang bakar sempak itu.
"Lo bilang apa, Ra, barusan?" dan si Bobby denger omongan gue. Ehe :> aib borr.
"Enggak kok, hehe," gue ngeliat sekitar. Cuman Bobby aja yang peka. Eh sama satu lagi.
Itu, si mas Taeyong. Yang sekarang lagi cengengesan. Gak jelas banget. Jangan bilang dia udah nipu gue. Awas aja.
GLUDUG
Anggep itu suara petir ya.
Pokoknya angin tetiba aja kenceng banget. Sampe panggung goyang gitu.
"Eh ini gimana? Kita nggak nyewa pawang ujan sih," Lisa mulai bingung.
Semua orang bingung termasuk gue. Nggak tau harus apa. Kan emang nggak terprediksi. Semua panitia koordinasi sama bokap gue sebagai ketua RT. Gue, Bobby, sama mas Taeyong jagain hadiah lomba di belakang.
"Eh mas Taeyong bisa menghentikan hujan nggak? Ini lo berhentiin bisa kali, Mas," lah ini ngapain Bobby pake nyuruh mas Taeyong aneh-aneh.
"Lo gila ya, Bob?" itu gue. Nyolot.
"Lah kan mas Taeyong ahli perdukunan. Hehehe," dia ketawa. Tapi bagi gue nggak lucu sama sekali.
"Ketawa aja sampai mampus, Bob," itu masih gue.
"Kok lo jadi bacot sih, Ra?"
"Ya pikir dong lo bilang gitu di depan mas Taeyong. Perasaan dia gimana? Lo temen apa bukan sih, Bob?"
"Sok banget anjir. Lo sendiri di grup juga ngomongin dia kan."
Ini gue jadi ricuh sama Bobby di belakang panggung. Nggak ada yang liat karena kita cuman berdua. Eh sama mas Taeyong sih. Dia mencoba buat ngelerai, tapi gue udah terlanjur kebakar.
Gue nggak terima aja. Nggak cukup apa kasus bapaknya Heechan waktu itu.
"Udah, Ra, udah," mas Taeyong narik gue, tapi gue nggak mau kalah dong.
"Heh, Bob, denger ya, gue nggak pernah ngomongin mas Taeyong asal lo tau. Walau semua anak ngomongin dia paranormal lah, dukun lah, gue selalu tanya apa itu bener atau enggak. Toh anak anak pada tau kalo dia tuh nggak punya hal kayak ilmu hitam. Jadi keterlaluan kalau elo sampai ngungkit masalah kayak gitu depan dia. Ngerti!"
"Yaelah Ra, sama aja kali. Lo temenan sama orang jual parfum ya wangi. Temenan sama orang jual ikan ya baunya busuk."
"Oh jadi lo mau nebar bau busuk ke temen lo? Gitu, Bob?"
"Tira udah ya," mas Taeyong narik gue ngejauh.
Bener-bener ngejauh dari lapangan tempat acara agustusan berlangsung. Dia tetep gandeng gue walau kita udah jauh dari sana. Nggak tau gue mau dibawa kemana sama dia.
Dan gue nggak tau kenapa gue nangis. Sampe mbeler gitu ya ampun ini ingus.
Mas Taeyong kayaknya sadar gue nangis. Makanya. Dia berhenti jalan dan menghadap ke gue.
"Seorang Tira nangis?" dia tanya gitu sambil tersenyum.
APA BAHAGIANYA WOY LIAT GUE MISEK DASAR TULANG KEREMPENG NIH ORANG
"Bisa lah," gue maunya bentak, tapi jatuhnya kek manja anjir.
"Nangisin gue?"
"LO PIKIR AJA GUE MASA NANGISIN PANGGUNG TUJUH BELASAN KENA UJAN?"
"Gue peluk boleh?"
"Eh?"
Mas Taeyong cuman senyum. Dia masih berdiri di tempatnya.
Yailah lah masa kayang.
Maksud gue, kok gak jadi peluk ehe :3
"Kan kalo mau nenangin cewek kudu dipeluk. Biasanya diem, kayak lo sekarang, kicep," yeuu, dasar bikin orang jantungan aja. Pake ngusap-usap kepala gue lagi kan sok keren.
"Kalo dipeluk terus jantungan gimana? Lo mau tanggungjawab?"
"Mau kok."
"Dih."
"Dih."
"Kok lo niruin gue sih, Mas."
"Terserah gue dong."
"Mas Taeyong nyebelin."
"Ujan nih, neduh dulu yuk," dan dia gandeng tangan gue lagi demi apa ya Lord.
Oke ini canggung abis.
Kita duduk di pos ronda. Dia agak kebasagan gitu.
Rambutnya :3
Emang lo pada ngira apa?
Nggak seberapa dingin sih, karena masih ujan pertama. Duh, anak kartar gimana ya? Gue kabur gini nggak bilang.
"Hari ini warna gue apa, Mas?"
Gue tanya, tapi sama sekali nggak liat wajahnya mas Taeyong. Lagi sibuk liat hujan turun hehe.
Pelan-pelan gue merem. Nggak ada yang ngomong di antara kita. Cuman ada suara hujan yang merdu banget di telinga.
"Biru."
Suara mas Taeyong tetiba aja terdengar merdu.
"Artinya apa?"
"Sejuk."
"Kayaknya kali ini ramalan lo salah deh mas," gue noleh ke dia. Tapi mas Taeyong nggak ada nunjukkin keterkejutan sama sekali. "Gue nggak lagi dalam suasana sejuk."
"Terus lo ngerasa apa?"
"Sedih. Gue rasa, biru lebih menggambarkan kesedihan."
"Lo sedih kenapa, Ra?"
Tetiba aja saat itu mas Taeyong panik. Dan gue nggak tau kenapa gue senyum. Bahagia dikit ehe.
"Sedih kenapa gue pernah jauh dari elo. Pernah berpikir jahat kalau elo punya keahlian menyantet orang bahkan. Gue sedih karena gue lebih percaya orang lain ketimbang memastikan sendiri hal yang bikin gue penasaran."
"Ciyee curhat lo, Ra?"
"Untung gue sabar ya. Gue serius malah dibencandain. Awas aja lo pulang sampe rumah nggak selamet, Mas. Liat aja."
"Yaelah gitu aja sewot. Eh Ra, gue mau jujur nih."
Waduh bahaya nih momen kayak gini yegak? Biasanya ada yang mau di dor.
Tapi enggak ah.
Gue kebanyakan baca wattpad nih jadinya gini.
"Mau jujur tentang apa? Jangan bilang lo emang dukun, atau jangan bilang kalau lo beneran buka lapak ramal online."
"Suka ngasal kalo ngomong."
"Terus apaan?"
"Sebenarnya gue..."
Nungguin eaaa :3
Apa hayo kira-kira :>
"Gue suka....."
"Apasih, Mas?"
"Gue suka kalo lo ketipu sama omongan gue. Hahahaha."
"Maksudnya?"
"Aslinya gue nggak bisa ramal selama ini. Gue bohong sama elo. Hehehe. Jangan marah ya."
"Gue tau kok, Mas."
"Kok... kok?"
"Kaget kan lo? Ya sama gue juga kaget. Tapi aslinya be aja sih."
"Lah serius, Toraaaa."
"Lo sebut Tora lagi gue slepet nih lo ya, Mas."
"Iya, Tira, iya."
"Ya gitu. Tau aja hehe."
"Sejak kapan tau?"
"Kapan ya? Sejak keluarga lo klarifikasi soal menyan di kandang ayamnya Heechan."
"Oh iya ya."
"Tapi yang gue sangar, semua omongan lo soal ramalan bener adanya. Hehehe."
"Gue berharap ada warna di mana menasibkan kita bisa deket lagi kayak waktu kecil, Ra."
"Lah kan kita udah deket sekarang. Duduk aja jejeran gini. Kurang deket apa?"
"Hmmm, sedekat apa ya? Dulu kita pernah saking deketnya sampe setiap anak cowok di kampung cemara nggak berani godain lo. Mereka tau kalo Tira itu punyanya mas Taeyong."
IH KOK GUE BAHAGIA DIGINIIN SAMA MAS TAEYONG
Kayaknya emang bener kata mas Sengyun. Gue ini kudu cari pacar biar tau rasanya digombalin ehe.
"Jayus lo, Mas."
"Masa lo lupa, Ra?"
"Mana lupa gue? Bahkan dulu kita punya pohon keres buat berdua doang sebagai tempat nongkrong. Anak lain yang mau manjat kudu izin ke kita."
"Gue kok nggak inget yang itu?"
"Sumpah lo nggak inget?"
"Ya ngapain gue inget masa hina lo? Kan lo dulu tomboy, Tira si preman kampung!"
"NYEBELIN BANGET SIH DASAR TIANG BAMBU."
"Hahahaha, ciye ngambek."
"Bodo amat awas besok pagi lo nyapa nama gue, Mas."
"Kayaknya gue bakalan sering nyapa lo deh, Ra. Ngasih lo kue bulan bikinan mama. Terus ngajak lo nyari baso kalo sore. Boleh ya?"
"Siapa yang nolak kalo elo yang traktir hahahaha."
"Kalo gue deketin lo, boleh juga nggak, Ra?"
"Kan kita udah deket, Mas."
"Iya, makanya gue pengen jagain lo, jadi mood maker gue kayak lo yang selalu jadi mood of the day gue setiap hari."
"Eh? Lo naksir gue, Mas? Kok kata-kata lo kayak nembak."
"Gitu nembak ya, Ra?"
"Pura-pura bego nih?"
"Lah kalo gue nembak, lo bakal nerima nggak?"
"Mbok ya romantis dikit kek kalo nembak. Masa iya nembak kayak orang ngajak beli kacang."
Gue nggak tau mas Taeyong tuh kenapa. Tapi tiap gue selesai ngoceh, dia pasti ketawa. Paling minim pasti senyum.
"Terus Tira maunya ditembak kayak gimana? Ini kan udah romantis pas ujan-ujan."
"Yaahhh, minimal candlelight dinner kek. Beliin bunga kek."
"Makan lilin sama bunga tujuh rupa? Kenapa nggak sekalian dikasih dupa aja? Rumah gue banyak noh."
"IH KOK LO NYEBELINNYA NGGAK ILANG-ILANG SIIHH!!"
"Kan nyebelinnya sama Tira doang, hehehe."
"Haha hehe mulu lo, Mas. Lo beneran suka nggak sih sama gue? Kalau becanda jan gini."
"Suka beneran lah. Dari kecil malahan kan."
"Kalo suka doang mah dari kecil gue juga suka. Lo sayang nggak sama gue?"
Mas Taeyong nggak langsung jawab. Dia diem aja. Mau gue geplak nanti dikira gak sopan.
"Udah suka sejak gue nggak rela elo diganggu sama anak cowok. Dan sejak Tira dikenal sebagai punyanya Taeyong."
"Lah, itu gue SMP dong?"
"Emang."
"Dan sampai sekarang?"
"Iyaps."
"Kenapa?"
"Apanya?"
"Kenapa lo sayang sama gue?"
"Sama halnya kenapa gue harus sayang sama orang lain kalau sayang gue cuman buat elo?"
YA LORD KENAPA NGGAK DARI DULU AJA
TAU GITU MASA REMAJA GUE NGGAK SIA SIA
CINTA GUE NGGAK BERTEPUK SEBELAH TANGAN TERNYATA
Walau yaah, sayangnya mas Taeyong nggak jadi pacar pertama gue sih.
"Gue nggak maksa lo buat suka ke gue sih, Ra. Maka dari itu gue nggak nembak lo. Gue cuman bilang sayang ke elo. Kalau lo udah nerima gue, baru deh gue seriusin. Layaknya pacar beneran. Kalau lo nolak gue, ya gue memperlakukan elo sebagai adik kayak biasanya aja."
"Kenapa baru sekarang?"
"Apanya?"
"NGOMONGNYA KALAU LO SUKA SAMA GUE? KENAPA NGGAK PAS KITA SMP AJAAA?"
"Kan dulu gue nggak ngerti pacaran, Ra. Salah gue?"
"Sekarang kan mantan lo banyak kan? Gue nomer berapa?"
"Kata siapa gue punya mantan?"
"Eh? Mas Taeyong nggak ada mantan? Serius?"
"Kan gue bilang, buat apa gue sayang ke orang sedangkan gue bisa sayang ke elo."
"Walau gue nggak balas sayang lo sekalipun? Gila ya lo betah sesuka itu. Modus kali lo, Mas. Mana mungkin lo nggak pacaran, paling nggak lirik cewek lah."
"Enggak sih. Nggak pengen. Gue pengennya ke elo aja."
"Mas ini gue udah jantungan dari tadi, terus panas dingin juga. Kalau gue penyakitan karena elo, gimana? Mau tanggung jawab?"
"Penyakit cinta ya, Neng?" diihhh, mana ngomongnya sambil kedip-kedip gitu.
"Seriusan ih," gue rasanya mau nangis aja sumpah. Ini beneran suka apa godain gue doang?
"Yaudah Tira mau bukti apa? Biar entar percaya kalo mas Taeyong suka sama Tira."
"Hmmm, beliin gue es di warung depan sama gorengannya."
"Itu aja?"
"Mas..."
"Tunggu ya."
Dan dia langsung lari ke warung depan. Gila tuh orang beneran.
Ya gue cuman becanda anjjiirrrr :( mas Taeyong tuh nggak bisa kena air dingin, eh air dingin apa air ujan ya?
Pokoknya entar badannya gampang panas. Dia tuh lemah. Makanya mungkin karena itu dia cungkring sampe sekarang.
Duuuhhh gue kok bego. Entar kalo gue susulin gue entar dimarahin sama dia gimana? Mas Taeyong pernah marahin gue karena dulu pernah pas ujan nyusul dia ke lapangan bola.
Dan lo tau? Sejak itu dia nggak pernah main bola lagi nggak tau alasannya apa.
"Nih," bajunya udah basah gitu, gue mana tega ih.
"Buka baju lo," gue nyuruh dia buka baju.
"Apaan? Lo mau macem-macem sama gue, Ra?"
"Iya! Mau gue mutilasi! Cepetan buka ih!"
"Tira lo kok..."
Kelamaan.
Gue berdiri, maksa buat buka kaosnya dia. Mas Taeyong antara nurut sama nolak gitu.
"Entar kalo digrebek warga gimana, Tiraaa? Lo waras dikit kenapa sih!"
"LO JUGA WARAS DIKIT DONG JADI ORANG!! UDAH TAU UJAN MASIH DITEROBOS!!"
Mas Taeyong cuman diem. Tapi setelahnya dia senyum. Gue yang nangis. Takut dia sakit.
"Iya ini gue buka baju," akhirnya dia ngelepas kaosnya. Gue juga ngelepas jumper.
"Eh lo ngapain?" dia ngehalangin gue. Dikira gue mau apa?
"Gue masih pake daleman kaos, ini jumpernya buat elo. Badan lo kurus kan? Pas."
Akhirnya mas Taeyong pake jumper gue. Walau agak kekecilan. Ya gue tau meski cowok kurus, tapi badannya sama cewek ya tetep beda.
Dia ngusap pipi gue. Terus meluk gue. Erat banget. Tapi nggak bikin gue sesak napas.
"Mas Taeyong sayang sama Tira, dan mas nggak peduli seberapa banyak orang menghujat, mas bakalan tetep sayang sama Tira. Mas boleh kan jadi pacarnya Tira? Kalau nggak diizini..."
"Iya Tira mau. Banget."
Gue meluk dia balik. Duh, gue ngerasa hati gue anget hehe. Walau paha gue basah.
Iya lah basah borr, kan mas Taeyong celananya basah juga. Nempel sama paha gue.
Udah ya guys, itu cerita gue sama mas Taeyong. Segitu aja. Perkara gue udah kisseu kisseu itu cuman gue, mas Taeyong, sama Tuhan yang tau. Ehe :>
The End
Lunas ya unn hippoyeaa dan makasih sudah jadi salah satu inspirasi dedek, hehe :3
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top