Noem, me voortaan Hendery
Happy reading 💚💚💚💚💚
****
"Maksudnya apa?" tanya Hendery tidak mengerti dengan apa yang sedang Eleanor bicarakan saat ini.
"Begini, biar aku jelaskan. Jadi, gadis tadi yang kau lihat di hutan terlarang itu bukan aku. Tapi, Ariane sepupumu sendiri. Dia mempunyai kemampuan untuk merubah wujudnya menjadi orang lain dengan menggunakan sihirnya. Dialah yang membuat Dries berubah dan menghasutnya sampai jadi seorang yang sangat berambisi seperti sekarang," kata Eleanor sambil menjelaskan tentang kejadian tadi.
"Kenapa mereka memanggilku dengan sebutan Sargon? Bukankah nama depanku Hendery? Lalu, kenapa kau bisa mirip dengan Elle?" Hendery mulai banyak berbicara. Entahlah, dia hanya merasa bahwa gadis di hadapannya ini tidak ada niatan jahat padanya.
"Sejujurnya, aku tidak pernah memanggilmu dengan sebutan Sargon. Hanya aku yang memanggilmu dengan nama Hendery. Nanti juga kau akan ingat. Mereka memanggilmu seperti itu karena mereka menyukai arti dari kata Sargon," jelas Eleanor atas semua pertanyaan yang sudah terlontar dari mulut Hendery.
"Tapi bagiku, saat mendengar mereka memanggilku dengan nama itu, rasanya aku seperti menjadi orang lain. Aku yakin kalian sudah salah orang. Aku hanya mirip dengan Sargon yang kalian sebut sebagai penerus kerajaan ini," kata Hendery dengan penuh keyakinan.
"Mau aku bantu kau supaya percaya dengan semua ini?" tawar Eleanor dengan sangat serius.
"Kata Dries, hanya kakek kami yang bisa memulihkan kembali ingatanku ini," jawab Hendery.
"Aku sedang mempelajari mantra yang kakekmu gunakan. Meski ini belum sempurna, tapi aku akan mencobanya. Kemarilah!" Bagai di tarik oleh kekuatan magnet, Hendery melangkahkan kakinya menuju ke arah Eleanor.
'Bruk'
Eleanor malah menariknya ke dalam dekapannya. Hendery sedikit berontak, karena dia pikir Eleanor sedang bermain-main dengannya.
"Diam!" bisik Eleanor pada Hendery.
"Wow! Rupanya ada tamu yang tak diundang," ujar Dries yang memasuki kamar Hendery begitu saja.
"Mau apa kau seenaknya masuk ke kamarku?" tanya Hendery dengan tidak melepaskan pelukannya pada Eleanor.
Dries tersenyum sinis, kemudian dia berkata, "jadi, Ariane tidak berbohong rupanya. Hebat sekali calon kakak sepupuku ini sudah hampir mencapai tingkat tertinggi. Sampai aku tidak bisa melihat keberadaanmu sedari tadi."
Eleanor melepaskan pelukannya pada Hendery. Dia sudah geram dengan tingkah Dries. Eleanor pun membalikkan badannya untuk bisa berhadapan langsung dengan Dries. Eleanor berjalan menghampirinya. Dia menyunggingkan senyuman sinis yang persis Dries lakukan tadi.
"Kalau begitu, kau harus lebih banyak berlatih agar bisa menandingiku. Oh iya, ini kamar kekasihku. Meski kau saudara sepupunya, kau tidak seharusnya bersikap lancang. Bagaimana kau mau menjadi seorang raja, jika tatakrama saja kau abaikan." Eleanor membalas semua perkataan Dries yang tadi ditujukan untuknya.
"Baiklah, aku anggap itu sebagai tantangan darimu ya. Lihat saja, kelak aku akan menuntaskan semuanya saat aku menjadi seorang raja," ujar Dries sambil berjalan membelakangi keduanya. Lalu, dia menutup pintu kamar Hendery.
"Kenapa dia sangat berambisi untuk menjadi seorang raja? Padahal yang putra mahkota itu adalah aku," kaya Hendery saat Dries sudah tidak ada di kamarnya.
"Sudah kubilang dia terhasut oleh ucapan Ariane," jawab Eleanor sembari kembali mendekati Hendery.
"Terhasut oleh apa? Sampai jadi seperti itu?"
"Ariane terobsesi padamu. Tapi, kau mencintaiku. Dia meminta bantuan Dries untuk mendapatkanmu. Sayangnya, setelah kau dan Dries dekat, dia melupakan tujuan awal mendekati mu. Lama-kelamaan muncul rasa iri pada diri Dries. Karena kau sepertinya tidak terlalu berambisi untuk menjadi seorang raja. Sedangkan, dia yang dari dulu berkeinginan untuk menjadi raja, karena melihat kehebatan Ayahmu saat dia kecil. Tapi tidak bisa—"
"Karena dia hanya sepupuku ya?"
Eleanor menganggukan kepalanya sebagai pembenaran atas apa yang dikatakan oleh Hendery barusan.
"Benar sekali. Dia seharusnya menjadi Jenderal perang jika kau naik tahta nanti. Lucunya, kau malah mengangumi Ayah Dries yang notabenenya adalah Jenderal saat ini. Dan kau sama sekali tidak berambisi untuk meneruskan tahta aAyahmu."
"Lupakan itu. Aku semakin pusing saat memikirkannya. Tadi, bukannya kau ingin mencoba mengembalikan ingatanku?"
Eleanor tersenyum manis, sedetik kemudian, dia memegang tangan kiri dan kanan Hendery. Mulutnya berkomat-kamit mengucapkan sebuah mantra dalam bisikan kecil. Yang Hendery pun tidak bisa mendengar itu dengan jelas.
Perlahan-lahan, Hendery melihat sesuatu dalam memori otaknya. Dia memejamkan matanya sambil sedikit mengerang kesakitan. Karena dia merasa sangat pusing.
'BRAK'
Eleanor terjengkang ke belakang dan tubuhnya menghantam lantai dengan keras. Hendery pun jatuh pingsan karena terlalu pusing.
"Uhuk!" Eleanor memuntahkan cairan darah segar akibat benturan yang cukup keras saat menghantam dinding kamar Hendery.
"Akh!"
Eleanor merasakan perih dan dinginnya sebuah pedang yang sekarang sudah menempel di lehernya. Dia mendongakkan kepalanya, dan ternyata, itu adalah Harold. Tatapan matanya sangat dingin dan menusuk.
"Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanyanya pada Eleanor dengan sedikit emosi. Tapi, dia tidak berteriak, melainkan berbicara seperti biasanya, tapi penuh penekanan.
"Aku sedang mencoba untuk mendapatkan kembali ingatan Hendery," jawab Eleanor dengan jujur.
Harold menarik pedangnya dari leher Eleanor, setelah itu, dia masukan kembali ke tempatnya.
"Dengarkan aku, tuan putri Eleanor yang terhormat. Yang kau lakukan itu adalah hal yang berbahaya. Baik itu untukmu maupun untuk Hendery," tukas Harold yang mencoba memberikan pengertian pada Eleanor akan tindakan gegabahnya tadi.
"Aku hanya ingin membantunya," cicit Eleanor dengan nada yang sedikit bergetar. Matanya pun sepertinya sudah berkaca-kaca.
"Jika kau tetap bersikukuh untuk melakukannya, jangan salahkan aku jika nanti Hendery marah. Apalagi mendengar bahwa resiko dari mempelajari mantra pengembalian ingatan itu sampai mengorbankan nyawa," tukas Harold.
Air mata Eleanor jatuh juga. Dia sudah tidak bisa lagi membendungnya.
"Aku hanya sedih, dia mengingatku sebagai Elle. Bukan sebagai Eleanor," gumam Eleanor sambil menyeka air mata di kedua pipinya.
"Sekarang, sebaiknya kau pulang. Nanti Ayah dan kakak-kakakmu akan khawatir. Aku tidak ingin membuat masalah lagi dengan keluarga kalian," ucap Harold sambil tersenyum pada Eleanor.
"Baiklah, aku izin pamit pulang. Semoga Hendery cepat pulih," kata Eleanor sebelum menghilang dari pandangan Harold.
"Jadi, gadis tadi rela menaruhkan nyawanya demi ingatanku? Kenapa tidak kau lakukan saja? Bukannya kau seorang raja?" tanya Hendery yang menyebut Ayahnya dengan 'kau'.
Harold memaklumi itu, dia mungkin belum terbiasa dengan semua ini.
"Tidak bisa, aku sudah mencoba selama setahun terakhir. Aku berjaga-jaga jika kau akan kembali. Nyatanya, hingga sekarang aku masih belum bisa menggunakan mantra itu. Mungkin, karena aku bukan keturunan ahli sihir," kata Harold sambil duduk di samping putranya.
"Lantas, kenapa kakekku bisa melakukan itu?"
"Karena dia sudah mempelajari dan mencoba mantra itu bertahun-tahun lamanya," jawab Harold.
"Sekarang, dia kakekku masih hidup kan?"
"Tentu saja masih hidup. Tapi, dia tidak tinggal di istana ini. Dia tinggal di kastil tua dengan nenekmu. Mungkin, dia masih belum bisa melupakan perang besar waktu itu," ujar Harold yang mencoba terbuka dengan Hemdery. Agar dia bisa dekat lagi dengan anaknya ini.
"Apa itu sangat jauh?"
"Lumayan."
Hendery menghela nafasnya dengan panjang.
"Bolehkah aku meminta sesuatu padamu?"
Harold sempat tertawa kecil mendengar pertanyaan yang terlontar dari anak bungsunya ini.
"Tentu saja, apapun itu akan Ayah turuti," jawab Harold dengan senang hati.
"Mulai nanti, bisakah panggil aku Hendery? Aku tidak terbiasa dengan panggilan Sargon," gumam Hendery.
"Baiklah, itu hal yang mudah. Kau sebaiknya istirahat lagi," kata Harold sebelum pergi dari kamar Hendery dengan cara yang hampir sama dengan perginya Eleanor tadi.
"Apa aku juga bisa melakukan itu? Hufth ... Sebaiknya aku harus meminta gadis tadi mengajariku semuanya. Ini seperti ada di dunia dongeng. Mereka seperti hantu bisa muncul dan menghilang sesuka hati. Ah, apa karena aku sering membaca komik seperti itu? Bodo amatlah aku lebih baik tidur saja," celoteh Hendery dengan dirinya sendiri.
.
.
.
To be continued...
Stokanim💚💚💚💚💚
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top