Soul

Jika kau membuat sesuatu dengan sepenuh hati, maka apa yang kau buat akan memiliki jiwanya sendiri.

***

Di sebuah kamar bercat merah muda cerah nan terang, tiga orang anak perempuan sedang duduk di tengah-tengah karpet bulu berwarna putih. Sebuah lemari berwarna biru terang berdiri tegap menempel di dinding. Kamar itu cukup luas dan terkesan kosong, hanya ada meja rias, meja, dan sofa yang menempel di sisi dinding yang berbeda.

"Joy, kau bilang akan menunjukkan kami sesuatu yang belum pernah kami rasakan sebelumnya!" Seorang gadis berkucir dua menarik tangan gadis lain yang ia panggil Joy.

"Yin, kamu sabar sedikit, dong!" Gadis lainnya menepuk pundak Yin, lalu melirik Joy di sebelahnya. Rambutnya dikepang di belakang, membuat wajahnya terlihat kecil. "Tapi, kamu tidak bohong, 'kan, Joy?"

Joy tersenyum manis. "Ren, aku tidak akan berbohong." Ia bangkit lalu mengambil sesuatu dari bawah tempat tidur dan kembali duduk di karpet bulu. "Kemarilah." Joy memegang sebuah botol parfum yang terbuka, aroma manis menguar bersamaan dengan asap berwarna merah muda.

"Wah, apa ini? Harum sekali!" Yin menghirup aroma yang menguar sambil menutup mata. Di dalam pikirannya, ia seperti merasa berbagai bunga mekar bersamaan.

Joy tersenyum makin lebar, sebelum meletakkan botol itu di lantai. "Aku akan mengambil camilan. Kalian tunggulah di sini."

Tanpa menunggu respons kedua temannya, Joy bangkit dan meninggalkan kamar lalu menutup pintu. Samar-samar, ia bisa mendengar suara riang Yin, tetapi ia sama sekali tidak mendengar Ren.

***

Ren membuka lemari biru itu lebar-lebar, bibirnya mengerucut tanda tak senang, dan mulai melempar satu per satu baju yang tergantung di dalam.

"Ren? Apa yang kau lakukan?"

Bahkan saat Joy kembali dengan camilan, Ren masih melemparkan baju-baju itu, membuat kamar yang tadinya rapi menjadi berantakan. Bahkan baju-baju itu sampai terlempar mengenai Joy yang memegang nampan kue.

"Ren?" Joy memanggilnya sekali lagi.

Ren menutup pintu lemari dengan punggungnya, lalu melihat Joy yang baru saja melemparkan baju yang tersangkut di pundaknya. "Yin tadi masuk ke dalam lemari ini," katanya hati-hati.

"Apa maksudmu, Ren?" Joy melihat sekeliling dan akhirnya sadar bahwa Yin yang biasanya berisik itu tidak ada di manapun.

Akan tetapi, Ren tidak menjawab. Seolah mendengar sesuatu dari dalam lemari biru, ia tiba-tiba berbalik dan membuka pintu lebar-lebar, sebelum tubuhnya seolah tertarik oleh sesuatu masuk ke dalam lemari.

Pintu lemari biru tertutup, meninggalkan Joy sendirian di kamar. Namun, Joy justru tersenyum dan berjalan menuju lemari biru itu.

***

Ren yang baru saja masuk ke dalam lemari tercengang melihat lorong berliku di depannya. Cahaya lampu di atasnya berwarna merah, membuat lorong ini seolah berwarna merah pula. Namun, yang membuatnya tercengang adalah sesosok mirip manusia yang sekujur tubuhnya tertutup oleh bunga-bunga. Sosok itu sedang berlari ke ujung lorong, di mana sebuah pintu terbuka.

"Yin?"

Namun, yang lebih mengejutkan ia justru melihat Yin sedang berlari dari lorong ke lorong lainnya, seolah ada pintu ke mana saja yang membuatnya selalu muncul lagi. Seolah mendengar panggilan Ren, Yin mengintip dari balik lorong.

Bukan hanya satu. Tiga orang Yin mengintip bersamaan di lorong yang berbeda-beda dengan pose yang berbeda-beda pula.

Merasa ngeri, Ren berbalik kembali pada pintu lemari biru yang tertutup dan mendorongnya kuat. Pintu itu dengan mudah terbuka. Alih-alih melihat kamar tidur Joy, Ren justru sampai pada dunia lain dengan langit merah muda. Pohon-pohonnya gundul dan berkayu pelangi, ada batu bermotif polkadot, dan batu dan prisma besar bercorak beragam.

Suara tawa tak asing terdengar dari kejauhan, Ren berjalan dan melihat Yin dan Joy yang sedang berlarian di antara pohon warna-warni. Saat Yin menoleh, lagi-lagi Ren melihat lima orang Yin juga mengintip dari berbagai tempat.

"Ren, kau di sini!" Yin menghampiri dengan riang, disusul oleh Joy di belakangnya.

"Teman-teman, tempat ini agak aneh. Ayo ikut bersamaku." Berbagai hal yang terjadi membuat perasaan Ren tidak enak.

"Kita mau ke mana?" tanya Joy sambil memiringkan kepalanya. Rambut cokelat terangnya terlihat mencolok di antara warna-warni pastel.

"Ke sana!" Ren menunjuk lemari biru tempat ia datang.

"Ayo!" Yin tidak banyak bertanya, dia berlari kecil sambil melompat ke arah lemari.

Joy mengikuti dari belakang, dan diikuti oleh Ren. Tiga gadis itu berlari menuju lemari biru yang terbuka lebar. Yin masuk lebih dahulu, diikuti oleh Joy.

Saat Ren juga masuk dan akan menutup pintu, ia tiba-tiba menyeringai. Hanya ada Ren yang tertinggal di lemari. Di dalam lemari yang gelap, Ren tiba-tiba menghidupkan korek api kayu. Dunia merah muda tadi tiba-tiba menjadi buram dan terdistorsi.

***

Joy membuka pintu dan sampai pada rumah aneh berdinding toska. Tidak, semuanya berwarna toska di sini. Setelah memasuki lemari, dia justru sampai di tempat ini.

"Teman-teman?"

Mendadak, Joy melihat dinding di belakangnya bergerak, digerakkan oleh manusia bunga tadi. Dinding itu bergerak dan membawa Joy ke ruangan lain.

"Yin? Ren?" Di sana, ada dua kotak bertumpuk menempel di dinding, seolah lemari pajangan. Yin dan Ren duduk di sana dengan pose yang berbeda. Ren duduk bersandar pada dinding dengan kaki berselonjor, dan Yin duduk bersimpuh dengan satu tangan memegang langit-langit kotak. Seperti boneka, mereka tidak bisa bergerak dan hanya diam.

Joy merinding.

Bukan begini.

Bukan seperti ini yang ia bayangkan saat membawa teman-temannya untuk mencium parfum itu. Harusnya parfum itu membawa mereka ke dunia warna-warni yang menyenangkan bersama manusia bunga. Dinding kembali digerakkan oleh manusia bunga, membuat pemandangan dua temannya yang menjadi boneka itu tertutup.

"Hey, manusia bunga! Apa ini ulahmu?"

Manusia bunga itu terlompat kaget, kemudian berlari menuju lemari biru. Joy kesal dan mengejar dari belakang. Joy melompat ke dalam lemari kemudian membuka pintu sekali lagi. Pemandangannya kali ini sudah berubah menjadi sebuah panggung.

Joy menutup pintu lemari dan berniat mencari manusia bunga yang baru saja kabur.

Tiba-tiba, lemari biru itu bergetar-getar. Joy punya firasat lemari biru ini akan meledak dan buru-buru menjauh dari lemari.

"Tidak!"

Benar saja, kedua pintu lemari meledak berkeping-keping, mengeluarkan asap putih dan bola plastik warna-warni. Tubuh Joy terpental jatuh.

"Yin? Ren?"

Di antara asap putih bekas ledakan dan bola plastik warna-warni, Joy melihat Yin dan Ren yang duduk di atas perahu cangkir, berpose dan berteriak, "Tada!"

"Kalian?" Joy pelan-pelan bangkit berdiri.

Suara ledakan kembali muncul dari lemari di belakang perahu cangkir tempat Ren dan Yin duduk. Asap putih dan berbagai bola meledak, dan Yin dan Ren kembali bersorak, "Tada!" Bersamaan dengan manusia bunga yang juga melompat dari belakang.

"Apa-apaan?" Joy tidak tahu apa dia harus menangis atau tertawa. "Syukurlah kalian baik-baik saja!"

"Tentu saja! Kau pikir kami kenapa?" Yin melompat turun dari perahu cangkir dan memeluk Joy. Mereka berdua berpelukan sambil melompat-lompat riang.

"Ren!" Joy membuka tangannya juga untuk menarik Ren agar berpelukan dengan mereka, tetapi tiba-tiba manusia bunga di belakang Ren terjatuh. Manusia bunga itu ambruk dengan tidak biasa seolah-olah benang yang mengatur pergerakannya dilepas begitu saja.

Tunggu dulu, benang?

Joy baru sadar bahwa Yin juga sudah ambruk, kemudian tangan dan kaki Joy juga kehilangan tenaga. Tubuh Joy juga ambruk.

***

"Ren, kenapa kau memutus benang mereka?" Seekor kucing hitam melompat ke atas pangkuan seorang perempuan yang sedang membuat boneka. Suara kucing itu terdengar mekanik dan tidak natural.

"Kenapa?" Perempuan itu, Ren, melirik kucing robotnya sekilas. "Tentu saja karena aku sudah bosan."

Kedua tangan Ren sedang sibuk mengukir kayu dengan pisau kecil. Kayu itu sudah sedikit berbentuk, membuat siluet manusia.

Di depan Ren, sebuah rumah boneka dengan berbagai ruangan berdiri. Salah satu ruangan di lantai tiga memiliki cat merah muda, tempat tidur, karpet bulu putih, sebuah meja rias, sofa, dan meja. Ruangan lainnya berdinding merah muda dengan kayu dan batu bercat warna-warni. Ruangan lainnya memiliki dinding dan seluruh perabot berwarna toska. Terakhir, ruangan paling bawah berbentuk seperti panggung kayu.

Dua buah boneka kayu perempuan, dan satu boneka manusia bunga tersungkur di atasnya. Lemari biru kecil di belakang mereka masih utuh, tidak memiliki tanda-tanda pernah meledak.

Kucing robot hitam berkomentar, "Padahal kau membuat mereka dengan sepenuh hati."

"Tentu saja aku membuat mereka dengan sepenuh hati." Ren menunduk, tangannya dengan hati-hati mengukir boneka kayu membentuk sesosok laki-laki. "Jika tak sepenuh hati, mereka tak akan memiliki jiwa."

"Aku tak mengerti manusia."

"Tak usah mencoba mengerti." Ren berpikir bahwa kucing robot ini berisik dan menekan sesuatu di bagian leher hitam berbulu lembut. Kucing robot itu berhenti bergerak.

"Mereka memang memiliki jiwa, tapi lama-kelamaan mereka bisa memiliki pikiran sendiri. Saat mereka sudah memiliki pikiran yang mandiri, aku harus menghabisinya sebelum terlambat." Ren bergumam di ruangan temaram itu sendirian.

Ruangan itu sebenarnya sangat luas, berbagai rumah boneka dan berbagai macam boneka memenuhi dinding dan segala sudut ruangan. Gadis itu tersenyum lembut saat boneka kayu yang ia ukir mulai membentuk wajah seorang laki-laki tampan.

"Kurasa sudah saatnya aku punya pacar."

Selesai

Catatan: Cerpen ini terinspirasi dari MV Red Velvet 'Rookie'

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top