3 | Arsip yang Ditujukan Untukmu
Lima hari. Itu waktu perjalanan yang cukup panjang untuk mencapai Zijr. Evez ingin mengeluh. Jika menggunakan sayap atau sihirnya, jarak dari tempat terpencil seperti Sever ke ibu kota Zijr tidak akan menyentuh angka lebih dari satu hari.
Andai saja, beast lain yang berkeliaran tidak takut dengan kondisi jiwanya yang asli, mungkin Evez akan lebih memilih untuk menaiki mereka ketimbang kuda. Sayang sekali, eksistensi Evez terlalu menekan para beast itu. Berusaha menyembunyikan aura pun tak banyak membantu. Para makhluk itu punya radar yang jauh lebih kuat dari ras manusia. Jadi, sebelum bisa ditunggangi, mereka selalu lari tunggang langgang lebih dulu.
Alternatif lain seperti kereta sungguhan juga barangkali bisa memberikan solusi yang hampir sama baiknya, tapi gadis itu memilih untuk menolak. Itu merusak kode etis Evez sebagai pengembara, tentunya. Pengelana macam apa yang duduk di kursi kereta bagai bangsawan muda yang malas bergerak?
Jadi jelas saja, pastinya sayap dan sihirnya sendiri akan lebih berguna.
Tapi, mengingat identitasnya sebagai naga terakhir--yang sangat membahayakan, gadis itu harus tetap berhati-hati. Saat ini, dia adalah seorang pengelana. Untuk sekarang, kondisi tidak begitu mendesak, sebisa mungkin sihir indah itu harus tetap menjadi rahasia pribadi.
Evez dan Azeth tidak lagi menjadi namanya. Eveir Mezeth. Itulah identitas khusus sang pengembara untuk Kota Zijr. Dengan rupa ini pula, entah kenapa, otomatis kepribadiannya berubah menjadi sedikit lebih temperamental. Berurusan dengan orang-orang Zijr memang tak jarang merusak tungku amarah sang pengelana. Namun, tidak masalah. Meski kadang itu membuat jijik dirinya sendiri, penyamaran Eveir menjadi lebih sempurna karenanya.
"Eri!"
Buk!
Kuda Eveir meringkik. Penyebab kuda miliknya meringkik juga ikut bersuara panik. Ada beast lain di sini.
Gadis itu mengalihkan pandangan dari kuda yang sama lelahnya dengan sang pengendara itu sendiri.
"Woah, woah. Tenanglah."
Itu Haylaurent d'Allure. Gadis yang baru saja meloncat turun dari seorang griffin untuk menyapa adalah sahabat yang telah ditinggalkannya selama kurang lebih empat tahun.
"Aku memang dikenal dengan banyak nama, tapi untuk saat ini aku lebih senang jika kau dapat mengganti panggilan itu menjadi Eveir, Nona Haylaurent d'Allure."
Hayla menoleh seketika. Mendengar itu, cengiran lebarnya langsung jatuh bebas.
"Nama itu selalu terdengar aneh untuk disebut. Tidakkah kau ingin mengganti gelar?" cibirnya.
Lawan bicara Hayla hanya memasang senyuman terpaksa. Sepasang netranya melayangkan tatapan tajam yang tipis. Eveir mendesah pelan kemudian merapikan bayi rambut ungunya yang berantakan karena keringat.
Meski hanya samaran, penampilan sang sahabat selalu tampak indah di pandangan sang nona Allure.
Lihatlah mata kiri Eveir yang menyerupai emerald. Meski bukan keturunan Allure, bahkan setetes pun, tapi manik zamrud gadis itu lebih cemerlang darinya, senada dengan matanya--yang meski sedikit kalah gemerlap. Tentu dia harus merasa bangga, meski kesamaan mereka hanya ada di situ.
Mengingat kawan baiknya baru mau kembali setelah separuh windu, pemilik surai hazel pendek itu tidak akan banyak protes kali ini.
"Baiklah, baiklah. Ayo pulang, Eveir. Kudapan manis sudah menanti kita di rumah."
Hayla memasang kembali deretan gigi di wajahnya. Wajahnya yang manis dan berseri-seri itu terlihat lucu. Dengan pelan, dia menepuk wajah si gadis pucat yang kini berwarna kemerahan karena terik dan lelah, kemudian menggenggam tangannya.
Tubuh yang memiliki proporsi setara dengan pemilik sepasang zamrud utuh itu kini memasang senyuman tipis yang kentara di wajah.
Dia berujar dengan kekuatan suara yang juga tipis. "Kudapan manis? Kurasa selain itu, Sepasang Kunci juga sudah menantiku."
Hayla terdiam sejenak. Senyuman cerah itu lenyap lagi. Sepasang iris hijau berkilaunya menyorot sedih pada pasangan netra emerald dan amethyst milik sang lawan bicara. Dia merasa bersalah, tapi juga sebal karena kawan baik satu-satunya hanya sibuk berenang dalam rasa nyeri. Hal itu membuat hati kecil Hayla terasa ngilu.
"Jangan membuatku kesal. Mereka hanya ingin membantu, Eri. Kehilangan mendadak kaum naga adalah krisis benua. Kau harus menurunkan sedikit egomu di sini."
Jawaban pelan itu meluncur.
Baiklah, dia benar. Mulut Haylaurent d'Allure yang hampir tidak pernah direm memang selalu membawa bencana, tapi gadis itu benar kali ini. Klan naga yang raib tiba-tiba memang menggoyahkan kedudukan Benua Erazes.
Meski ada satu ras beast suci atau tingkat tinggi dalam tiap pembagian wilayah, tapi lenyapnya klan naga tetap saja merusak tatanan energi sihir.
Ras suci lain tidak bisa melangkah keluar dari teritorinya, ada perjanjian khusus yang mengekang mereka. Tandanya, penguasa lain tidak bisa membantu banyak pada krisis wilayah Narez.
Bukan hanya Eveir yang dirugikan di sini.
Namun, meski begitu, sebuah pertanyaan masih menggaung dalam hatinya.
"Lantas, dari mana mereka mendapatkan identitasku? Apa kau bisa menjelaskan itu, Haylaurent d'Allure?"
Eveir bukan tidak percaya pada sang sahabat. Hanya saja, yang tahu perihal informasi rahasia perihal garis darah itu--setelah keluarganya lenyap--hanya ada segelintir orang. Hayla salah satunya.
"Aku tidak tahu soal itu," jawab Hayla jujur. "Tanyakanlah pada Sepasang Kunci itu sendiri. Atau, kau bisa mencecar Serikat Pengembara jika merasa tidak sabar. Aku hanya bertugas menyampaikan kabar."
Serikat Pengembara? Eveir bahkan tidak pernah membiarkan orang-orang mengikat dirinya dalam hubungan seperti itu. Dia pengelana bebas yang tidak terikat dalam instansi.
Baiklah, terserah. jawaban itu bisa ia cari sendiri.
"Kau tahu? Pelajar sepertimu harusnya sibuk berkecimpung di sekolah untuk mengasah kemampuan, bukan malah buang-buang waktu untuk repot mengurusi kehidupan pribadi nenek-nenek sepertiku. Masa depanmu masih panjang."
"Tapi kau nenek-nenek yang menyenangkan. Dan sebagai sahabat, masalahmu adalah masalahku. Lagi pula, kalau dalam perbandingan dengan usia manusia, umur kita hanya terpaut sedikit." Hayla membalas.
"…."
"Baiklah, haruskah kita pulang sekarang?"
Putri bungsu keluarga Allure memasang serengit tipis.
"Mau mencoba menaiki dia?" tanyanya sembari mengelus surai seekor makhluk yang menjadi kendaraannya tadi.
Sang griffin masih sedikit ribut, menatap waswas pada keberadaan Eveir. Rambut dan bulu hijau kebiruan dengan percikan ungunya yang cantik itu bergetar. Hampir kabur, tapi tidak berani meninggalkan tuannya yang tengah bertahan dengan santai.
"Apa dia masih bayi?"
Hayla tersenyum mendengar pertanyaan barusan.
"Yep! Tepat!"
Eveir membuang napas dalam. Dia tertarik, tapi tidak.
"Baiklah. Pergilah lebih dulu, aku akan menyusul dengan kudaku."
Hayla protes. "Kenapa?" serunya, sedikit menyentak--kecewa tentu saja.
"Aku yakin kau sedang tidak ingin kehilangan tunggangan kesayangan barumu itu."
Oh, sial, tentu tidak.
Sang elementalist mendesah kecewa. "Sayang sekali. Padahal warna rambut bayiku ini cocok denganmu, Eveir."
"Yah, tapi jiwanya tidak," timpal Eveir sembari kembali meloncat naik pada kudanya.
Tepat setelah Eveir memacu kuda, Hayla melesat bersama griffin-nya.
Mereka siap untuk kembali ke pusat kota, tepat di mana kediaman keluarga Allure berada.
Setelah sedikit perdebatan (batin) panjang, akhirnya di sinilah mereka. Ruang rahasia di Serikat Pengembara, tempat di mana petualang atau pengembara khusus menerima misi tingkat tinggi.
Tanpa kudapan manis yang dijanjikan, tentunya. Sepasang Kunci yang 'terburu-buru' itu menghalangi sepasang kawan baik untuk pulang dan menikmati 'acara nostalgia' sementara mereka.
"Apa kau jatuh cinta padaku, Tuan Hal? Seorang Alchemist ternama sepertimu sampai repot-repot mengurusi masalah internal klan naga, tidakkah itu aneh?" Eveir bertanya--jengkel.
Hal tersenyum. Sebagai penyihir bayaran, sudah tak jarang ia mendengar kalimat tak mengenakkan dari para klien. Dia memang salah, tapi manusia kepala dua itu hanya ingin mempersingkat dan menghemat waktu karena menghitung seberapa pentingnya masalah ini. Tidak masalah jika sebagai gantinya Hal harus mendapat sedikit cacian. Lawan bicaranya kali ini terdengar lebih menyenangkan. Tidak begitu kasar, tapi cukup sarkas.
"Tolong berhentilah merasa curiga, Nona. Aku tidak mempunyai niat seperti itu."
Deretan gigi perempuan yang hampir menyerupai pria itu berjejer rapi, seakan berusaha memenangkan hati Eveir. Eveir balas tersenyum manis (dalam artian lain).
"Aku hanya merasa kalau kau sedang menjual mukamu padaku, Tuan Halistera Maguire."
"Tolong jaga--"
Hal mengangkat tangan. Alin tidak diberi izin untuk melanjutkan kalimatnya. Eveir memasang tatapan menantang. Dengan sebelah alis yang diangkat, dia mencibir, "Biarkan saja, aku ingin mendengar apa yang akan keluar dari mulutnya, Tuan Hal."
Mendengar kata 'tuan' dan 'tuan' berturut-turut dari mulut Eveir, akhirnya Hayla tidak tahan. Ia mendesah dari ujung ruangan.
"Eveir, apa aku belum memberi tahumu kalau 'Sepasang Kunci' merupakan sepasang wanita?" tegurnya pelan, sedikit malu--dan takut.
Alin dan Hal jadi kehilangan kontrol (yang jelas merusak sedikit image berwibawa dan tenangnya). Mereka tergagap dan hampir tertawa karena pertanyaan merusak suasana--yang lebih tepat disebut mengompori--dari Hayla tersebut.
Sebagai balasan, Eveir tersenyum makin lebar. Iris berlainan ronanya mengerling geli, mengantarkan suara dalam diam: Jangan takut. Kediaman keluargamu punya kedudukan yang lebih tinggi dari mereka, Hayla.
"Aku tahu. Hal hanya tidak terlihat pantas sebagai wanita. Kebanyakan orang lebih mengenalnya sebagai pria, lalu kenapa aku tidak diizinkan untuk melakukan itu? Kurasa dia akan lebih senang dipanggil Tuan ketimbang Nona."
Hal tersenyum. Sosok di depannya ini tahu.
Baiklah, cukup dengan usikan barusan. Berusaha mengabaikan intermeso dan mengembalikan profesionalitas, Hal menyetir arah pembicaraan mereka pada masalah utama.
"Terima kasih. Aku perlu minta maaf, Nona Eveir. Menghilangnya klan naga juga berdampak pada bisnisku. Zijr saat ini tengah mengalami krisis, kita hampir kehabisan persediaan sihir agung. Tanpa itu, usaha 'Bengkel Sihir'ku tidak dapat berjalan lancar."
Mendengar itu, tawa Eveir pecah. Tawa yang kedengarannya sedikit pedih, sarat akan rasa sakit dan perasaan terkhianati.
"Baru sekarang? Setelah kalian hampir kehabisan bahan bakar?"
Dia menyeringai tipis lalu melanjutkan, "Apa bantuanmu hari ini didasarkan pada krisis itu? Ke mana kalian selama enam tahun terakhir ini, Tuan Hal? Para petinggi bahkan membungkam instansi yang menyebarkan kabar perihal keruntuhan dinasti kami.
"Apa kau tahu, berapa sihir agung yang terbuang karena pembungkaman itu? Hanya berapa sisik naga yang tersisa karena insiden itu? Aku bahkan kehilangan hak untuk menyimpan sisa-sisa kaumku.
"Kaum kami yang telah sekian lama, jauh sebelum Narez dan wilayah lainnya lahir, jauh sebelum para manusia menetap di benua sihir, harus dikhianati rekannya sendiri. Setelah tak dibutuhkan, kami ditinggalkan saat memerlukan bantuan.
"Firasatku seakan sangsi jika bantuanmu ini tulus. Mungkin, setelah keluargaku ditemukan, Narez hanya akan kembali mengeksploitasi kami."
Eveir tidak dapat mengendalikan kata-katanya kali ini. Emosinya sedang tidak mau berkompromi.
Itu cukup kasar, tapi sang pengelana yang sedang tobat mengembara ini hendak meluapkan segalanya untuk sekarang. Setidaknya, biar mereka sedikit paham betapa sulit menanggung beban berat sendirian.
Hal dan Alin yang dicecar seperti itu hanya bisa tersenyum--lagi. Senyum yang dipenuhi dengan rasa bersalah.
"Maafkan kami, tentu kau dipenuhi rasa kecewa dan sarat akan penyakit hati," bisik Alin.
Sosok yang lebih tomboi darinya melanjutkan, "Kedudukan kami tidak begitu tinggi untuk sanggup melawan pemerintahan, Nona Eveir. Hanya penyelidikan kecil dan sembunyi-sembunyi inilah yang dapat kami persembahkan."
Ruangan itu lengang. Eveir yang sedikit membeliak dan Sepasang Kunci yang menunggu. Hayla tidak sampai hati untuk bergabung dan menginterupsi ketegangan dalam percakapan mereka.
"Kami … baru berani mencari data dan menemukan sedikit teori saat tiga tahun ke belakang. Dan ketika itu, anda sangat sulit dihubungi. Kami butuh dua tahun lebih untuk menyelidiki berbagai petunjuk dan membujuk Nona Haylaurent d'Allure untuk menyampaikan pesan kepadamu, Nona Eveir Mezeth," ungkap Alin. Begitu pelan, begitu hati-hati
Raut Eveir melunak. Apa yang mereka temukan?
"… Sheazel Amartha, bukankah dia bibi anda?" Hal berbisik.
Detik itu, napas dan detak jantung Eveir sempat terhenti.
Sheazel Amartha Hazella, bibinya dari keluarga Hazella--keluarga spesial yang menjadi penjinak sekaligus pemandu arwah. Sheazel Amartha Hazella, satu-satunya bagian entitas yang terlahir tanpa sayap di klan naga.
Menyaksikan air mata yang meleleh dari kelopak Eveir, Hal dan Alin tersenyum tipis. Lega dan mendamaikan.
"Mereka …."
Eveir tidak melanjutkan kalimatnya. Dia kehabisan ungkapan.
"Anda benar. Mereka masih hidup."
Saat itu juga, akhirnya Eveir menangis tanpa suara dengan hati lapang.
"Melalui mimpi, Nyonya Sheazel … menyampaikan pesan kepada kami. Aku sempat berpikir itu hanyalah bunga tidur yang manis, manifestasi bahan resah yang mengakar dalam alam bawah sadar sebab harapanku untuk menyelamatkan Narez sudah melambung terlalu tinggi sejak lama," beber Hal.
"Sayangnya, aku mendapatkan mimpi yang sama." Alin melanjutkan.
Melalui mimpi? Eveir terdiam. Apa bunga-bunga tidurnya yang buruk sekian waktu lalu juga merupakan pesan? Namun, mengapa … semuanya tidak pernah tiba secara jelas untuknya?
Apa sang bibi hanya dapat meraih jiwa-jiwa dengan hasrat kuat untuk menyampaikan pesan?
Apakah emosi Eveir tidak cukup kuat untuk mengetuk titik keberadaan keluarganya? Ataukah … itu hanya semata-mata demi keamanan dirinya?
Tanpa menunggu jawaban lagi dari insan yang tengah termenung, sosok paling beraura maskulin dari hubungan saudara penyandang julukan Sepasang Kunci itu menjulurkan cincin di atas telapaknya, alih-alih kantung penyimpanan. Seusai menyeka air mata, Eveir menerimanya. Mereka ….
"Ini cincin ruang yang kami dapatkan khusus untukmu. Di dalamnya, kami memasukkan beberapa catatan penting," papar Alin.
"Maaf, kami tidak dapat membantu lebih jauh. Kemampuan dan izin kami … hanya sampai sini. Mulai sekarang, anda harus memecahkan dan menyelesaikan semuanya sendiri, Nona." Hal meminta maaf, lalu sedikit membungkukkan badan.
Eveir kembali memasang seringaian di wajahnya.
"Tidak masalah, kalian sudah banyak membantu. Terima kasih."
Eveir tidak lagi marah. Meski masih banyak pertanyaan yang menggaung dalam benak, dia tidak lagi marah. Persetan, dia tidak lagi peduli dari mana Sepasang Kunci mendapatkan identitasnya. Mari pura-pura buta dan mengakui kalau jaringan informasi mereka hebat.
Eveir tidak akan lagi mencaci betapa tidak senonohnya campur tangan Sepasang Kunci. Mereka telah memberikan petunjuk yang penting, dan itu patut diapresiasi.
Tidak masalah, meski para jawab itu masih menyelimuti diri dibalik selimut dan dinding tebal yang mengunci rahasia-rahasia hati.
Tidak masalah.
Biarlah semua itu terjawab sebagaimana mestinya.
Biar saja.
Eveir tidak lagi marah.
Biar waktu yang membisikkan kebenarannya.
Biar saja, tangan-tangan penuh api emosi itu menyucikan hatinya, dan menyampaikan misteri yang selama ini membentengi denyut yang sepayah dan serapuh kayu lapuk.
Biar saja.
Kali ini, dirinya telah siap.
Sehabis sedikit basa-basi akan tetek-bengek lainnya, keempat wanita itu saling menyampaikan kalimat perpisahan. Putri bungsu keluarga Allure membungkuk, berpamitan. Sepasang Kunci balas membungkuk, turut berpamitan.
Haylaurent d'Allure melangkah keluar dari ruangan. Sebelum Eveir sempat menyusul, Halistera Maguire menceletuk.
"Terima kasih, Nona Evez," katanya.
Eveir memalingkan wajah, menghentikan langkah.
"Atas?"
"Kami tahu, anda masih tetap berusaha memberikan pasokan sihir untuk ibu kota. Sekali lagi, kami ucapkan terima kasih." Hal dan Alin membungkuk--lagi--bersamaan.
Eveir tersenyum. Malam-malam di mana dia berusaha menahan sakit dan terpaksa tak mendongeng itu tidak begitu sia-sia.
"Tidak masalah, ini memang masih tanggung jawabku …," katanya.
Tidak masalah.
" … sebagai penerus terakhir dari Naga Exazeth," bisiknya.
Selepas mengucap begitu, Eveir menghilang di balik pintu yang menderit tertutup.
Aku juga … sudah selayaknya berterima kasih ….
Matahari sudah hampir menyerahkan takhtanya ketika Hayla dan Eveir tiba di kediaman Allure.
Mereka tak sempat lagi berbincang-bincang. Hayla lelah, begitu pula Eveir.
Tidak ada kudapan manis, tidak ada sesi reuni. Eveir hanya ingin segera selesai mandi, mengosongkan otak, dan tidur nyenyak untuk sekarang.
Zijr membuatnya lemah. Pasak-pasak sihir yang mengakar dan melayang di seisi kota sedikit banyak menyedot aura sihir agungnya, meski dia telah banyak berusha untuk mencegah auranya keluar.
Mungkin, gadis itu hanya akan bertahan beberapa hari di Zijr. Memecahkan sedikit teori, kemudian melanjutkan sisanya di Sever. Atau kalau perlu, Eveir akan berkelana kembali ke Tanah Agung Serzvas. Mencari petunjuk, atau menyisakan kerinduan untuk tetap teguh.
Eveir membuang napas pelan. Rasanya sudah cukup lama dia berendam di dalam situ. Sudah waktunya keluar dan menghentikan segala jenis pemikiran yang berlebihan ini.
Selepas berpakaian, Eveir menarik napas dalam-dalam, lalu mendarat lembut ke pembaringan.
Kelembutan itu membuatnya tenggelam.
Surai ungunya yang lembut menggelitik pelan, terjatuh di atas dahi Eveir yang mengkilat.
Kamarnya di kediaman ini masih sama. Aromanya masih persis seperti dulu. Suasananya juga belum jauh berbeda.
Keluarga Allure menjaga kamar gadis itu dengan baik, dan dia berterima kasih dalam hati.
Eveir mengangkat tangan, memandangi jari manisnya yang kini dilingkari lempengan besi tipis dengan permata safir yang secantik birunya laut. Cahaya silau memancar dari sana.
Beberapa kertas berjatuhan keluar dengan berantakan, menimpa kasur serta wajah Eveir.
Sebelum sungguh-sungguh mengantuk, pengelana itu ingin mendapatkan sedikit petunjuk agar bisa tidur tenang. Eveir tidak mau menyesal dan merutuk sepanjang hari, besok.
Sembari berhenti merebahkan tubuh dan mencoba duduk, dia meraih sebuah gulungan, lalu membukanya.
Saat dibuka, lembaran tipis itu kosong. Kertasnya hanya menguning, tapi tidak berisi apa pun.
Eveir mendesah. Hal dan Alin sungguh hati-hati, dia harus menghargainya.
Eveir mencium aroma sihir dari sana, semanis aroma kediaman Hazella yang sedikit redup--segelap dan sekelam api hitam yang dikuasai mereka.
Sayangnya, garis darahnya mengandung elemen es yang dingin dan menyakitkan. Bukan api panas yang berlawanan dengan dirinya.
"Lalu dengan apa aku harus membuka ini?" Eveir mendesis.
Baiklah, biar dia mencoba dengan darah. Bibi Ezel dan dirinya punya hubungan darah. Harusnya darah bisa menghubungkan sesuatu di antara misteri mereka.
Eveir mencuatkan taring, lalu menggigit jarinya sendiri hingga berdarah, dan membiarkan aliran merah itu mengucur dan membasahi kertas.
Seberkas sinar memancar dari sana. Tubuh kertas itu tersobek menjadi empat bagian, memisahkan diri, lalu membesar. Setelah sinar yang mengukir huruf itu lenyap, keempatnya jatuh ke pangkuan Eveir.
Itu surat kabar wilayah Narez. Koran lama yang telah dilenyapkan lebih dari satu lustrum lalu. Hal dan Alin sungguh jenius. Mereka bisa mendapatkan berita yang bahkan telah dibumihanguskan.
Satu, berjudul ‘Lenyapnya Pelindung Agung, Wilayah Narez Dilanda Krisis’.
Dua, perihal kondisi sisa wilayah klan naga. Gersang dan dipenuhi aura sihir mematikan, hingga tak semua orang dapat merapatkan diri pada area tersebut.
Tiga, mengenai krisis Erazes, dramatisasi Raja Narez perihal keruntuhan sihir penopangnya, dan tanggapan yang beredar dari keempat wilayah lain.
Empat, tentang fenomena sejenis tanaman aneh yang mendadak tumbuh subur pada beberapa titik di sisa-sisa kediaman para naga.
Setelah Eveir selesai membaca semuanya, empat kertas itu bersinar lagi. Mengecil, menyatu, dan mengeras.
Detik itu, Eveir jauh lebih terpaku dari sebelumnya.
Sisik hitam keunguan yang mengering itu … sisik bibinya. Sisik milik sang naga yang menyandang nama Sheazel Amartha Hazella.
Bentuk surat kabar sesungguhnya dari kaum naga. Penyampai wasiat dan pesan penting, kabar paling rahasia.
Melihat dari tingkat keringnya sisik itu, Eveir tahu, waktunya sudah tidak banyak. Sihir yang tersisa pada kepingan lapisan kulit bibinya sudah tidak begitu banyak.
Setelah sekian lama mempertahankan diri dan isinya, kepingan itu pasti telah kehilangan begitu banyak aroma manis.
Ah, Eveir rasa, dia sudah mencapai bagian paling penting di sini. Sisa-sisa teori Sepasang Kunci … belum tentu akan lagi berguna.
Pesan bibinya lah yang akan membuka kotak arsip dari rahasia mereka.
Tentang apa … yang sebenarnya terjadi.
Hari ini, dia akan mendapatkan jawaban.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top