3
"Haa..." Kei menghela napas panjang di kelas, malas rasanya pergi bersekolah. Masalahnya hari ini ada kerja kelompok dan jujur saja, ia tidak terlalu menyukainya. Apalagi gadis cilik bernama Aiko itu semakin menempelinya begitu tahu mereka satu kelompok.
Kei mengerjakan sebagian besar, ia sudah bilang ia akan mengerjakannya, tapi ia tak mau maju untuk presentasi di kelas. Bukannya malu, tapi malas.
"Tsukishima-kun hebat! Tak terasa sudah setengahnya kita kerjakan!" Aiko melendoti tangan Kei sampai sang empu risih.
"Ha?? Kita? Hanya aku yang mengerjakannya," mulailah acara menggarami. Kei menepis tangan Aiko. Dan menjauh darinya, Aiko sendiri cemberut namun apakah Kei peduli? Tidak.
Matanya menyusuri ruang kelas, melihat siswa lainnya juga sedang mengerjakan tugas kelompok yang diberikan gurunya. Ia bergumam sejenak.
"Ah... Benar juga, apa Yamaguchi tidak sekolah?" Ia berpikir untuk menanyakannya pada Yamaguchi, tapi ia belum punya cara bagaimana ia bisa menanyakannya.
Apa ia harus pakai Google Translate lagi, atau ia harus menggambar sebuah sekolah? Opsi kedua sepertinya harus dibuang mengingat skill menggambarnya hanya mendapat nilai setengah dari nilai utuhnya.
Sedangkan untuk google translate, ia tidak punya handphone atau laptop sendiri, yang kemarin punya ayahnya ia pakai. Dan sekarang ayahnya sedang dinas luar kota, yang pasti tablet itu dibawa beliau.
Pinjam Akiteru? Kei bahkan belum bilang bahwa ia dan tetangga misterius itu saling komunikasi.
Ia memutuskan untuk memikirkan hal itu sepulang sekolah saja, karena sebentar lagi bell pelajaran berikutnya berdering dan masih banyak yang kurang dari kerjaan kelompoknya.
Kei pulang jam 5 sore, hari ini ia mengikuti latihan voli karena sudah ditegur oleh senpainya, apa boleh buat kalau begitu. Ia segera melemlar tasnya ke sembarang tempat di kamar dan membuka jendela. Ia melihat anak itu sedang memerhatikan jendelanya dari atas.
"Ah maaf!" Kei menangkupkan tangan tanda permintaan maaf. "Tadi aku sekolah," ia mengambil tasnya lagi dan memakainya, mengisyaratkan pada Yamaguchi bahwa ia sekolah tadi.
Yamaguchi mengangguk mengerti. Ia mengambil kertas dan melipatnya menjadi pesawat. Menerbangkannya sampai pada jendela kamar Kei.
"Kamu sekolah?" Kira-kira seperti itu yang ditangkap oleh Kei, tulisan hiragana yang masih banyak salahnya itu membuatnya rancu.
Kei mengangguk dan mengacungkan jempol. Yamaguchi membuat ekspresi lucu dengan mulit berbentuk 'O'. Kei menuliskan jawaban lain di pesawat kertas.
"Oui, et Toi? (Iya, Dan Kamu?)" Ini yang dipelajarinya malam-malam, setidaknya ia harus tau sedikit bahasa yang dipakai Yamaguchi mengingat Yamaguchi juga belajar memakai bahasanya. Setidaknya walau tak bisa mengucapkan, ia bisa menulisnya dengan bantuan internet. Sapaan selamat, pagi, siang, malam, iya, tidak, aku, kamu, sedikit-sedikit Kei mulai memahami.
Kei menerbangkan pesawatnya.
Yamaguchi membaca kemudian menggeleng. Ia mengambil buku dan alat tulis untuk diperlihatkan, dan menunjukkan kamarnya dengan melebarkan tangannya.
"Belajar? Di kamar? Ahh! Belajar di rumah, Home Schooling!" Gumam Kei.
Hampir setiap sore setelah Kei pulang sekolah mereka saling bercakap melalui pesawat atau bahasa isyarat jadi-jadian. Jujur saja Kei menikmati waktunya dengan Yamaguchi meski ia jarang sekali mendengar Yamaguchi berbicara, walau pun berbicara juga Kei tak akan mengerti sih...
Sepasang mata memandang, mata hitam itu menatap dari balik pintu kaca yang tertutup tirai. Nyonya Yamaguchi, pemilik rumah itu memerhatikan Kei sudah sejak lama, ketika anaknya mulai menyukai pesawat kertas. Ia penasaran dengan siapa anaknya berbalas pesan melalui pesawat, karena itulah ia mengintip.
Ia membuka pintu kaca perlahan, suara yang dihasilkan lirih sehingga Kei tidak menyadarinya.
"Hei..."
"Hwah?!" Kei menjerit, mendadak di sebrang jendelanya seorang wanita dengan rambut hitam menginterupsi obrolan (yang tidak bisa disebut mengobrol)nya dengan Yamaguchi.
"Ah... Maaf kau kaget?"
"A-anda...?"
"Kau yang selama ini melempar pesawat kertas padanya?" Tanya nyonya Yamaguchi sambil menghampiri Kei, ia bersandar pada dinding, memerhatikan Kei dari seberang. "Tak usah takut padaku, aku dengar tentang rumor rumah hantu, tapi itu tidak benar..."
"Yama...guchi-san?"
"Iya benar, sebelumnya perkenalkan aku Yamaguchi. Aku jarang keluar rumah karena aku bekerja dirumah." Ujar Yamaguchi-san dengan lembut, membungkukan badannya. Baru kali ini Kei melihat wajahnya yang sebenarnya cukup cantik dengan rambut hitam bergelombang dan mata hitam kecil yang cantik.
"S-salam kenal... Saya Tsukishima Kei," seru Kei sambil membungkukan badannya tanda salam.
"Kei? Nama yang indah, apakah kau yang selama ini mengobrol dengan Tadashi, Kei-kun?"
"Aah.. Maaf kalau mengganggu Yamaguchi-san..."
"Hmm... Tidak begitu, justru aku berterimakasih untuk itu," Yamaguchi membuka pagar rumahnya. "Apa kau mau berkunjung? Tadashi menceritakan tentang dirimu,"
"Eh? Aku tidak ingin merepotkan,"
"Aku tidak pernah kedatangan tamu, tapi jika kau sungkan tidak apa-apa lain kali saja..." Wajah Yamaguchi-san berubah sendu, Kei jadi tidak enak hati.
"Ba-baiklah... Toh hanya disebelah rumah,"
"Terimakasih,"
Kei mengikuti Yamaguchi-san masuk ke dalam rumahnya. Bukan masalah jika ia kesana sebentar, ia bisa pulang sebelum malam menginat rumahnya hanya berjarak tiga meter.
Yamaguchi-san memintanya duduk di sofa, sementara ia menyediakan teh, walaupun Kei sudah sempat menolak, tapi Yamaguchi-san memaksa. Ia datang dengan teh dan sepotong strawberry shortcake. Hei, itu makanan kesukaan Kei.
"Silahkan Kei-kun, tak usah sungkan,"
"Um, terimakasih tante..."
"Ingin bertemu dengan Tadashi? Kurasa anak itu akan senang jika kau mau menemuinya?" Kei mengangguk, kalau dipikir ia belum pernah bertemu dengan Tadashi secara langsung.
"Tadashi, viens ici, quelqu'un veut te recontrer! (Kemarilah, ada yang ingin bertemu denganmu)" Yamaguchi-san berseru diujung tangga.
"Oui, maman! Attendez un moment! (Iya mama, tunggu sebentar)" dari atas terdengar ada yang menyahuti, Kei sama sekaki tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Suara langkah kaki terdengar menuruni tangga. Gadis kecil berusia 10 tahun dengan rambut pajang sepunggung dengan mata hijau cerah— Yamaguchi Tadashi— datang dengan gaun coklat susu yang manis.
"Tsukki?!"
"H-hai Yamaguchi..."
"Wah, kalian sudah saling kenal rupanya," Yamaguchi-san tertawa kecil. "Tadashi tidak punya teman di sekitar sini, jadi terimakasih karena sudah mau menjadi temannya ya, Kei-kun."
"Um.. Tante Tadashi bukan orang jepang...ya?"
"Begitulah, ayahnya orang eropa, tapi ia tinggal di kampung halamannya karena pekerjaan, aku disini karena pekerjaan juga. Karena itu aku tidak bisa menemani Tadashi setiap harinya. Kei-kun jika kau mau bermain kesini aku sangat tertolong."
"Ah... Aku bisa... Mungkin, tapi aku sekolah sampai sore karena ada latihan voli..."
"Wah kau suka voli? Sama dengan ayah Tadashi ya,"
"Eh, begitu?"
"Ya, Tadashi juga beberapa kali diajak bermain voli dengan ayahnya, tapi dia payah," ujar Yamaguchi-san sambil tertawa kecil mengelus anaknya. Tadashi sendiri bertanya apa yang sebenarnya mereka bicarakan. Ia bisa menangkap sedikit dari perkataan mereka, tapi itu hanya sedikit.
"Anu, Tadashi tidak bersekolah tante?" Tanya Kei.
"Sekolah dirumah, aku beberapa kali ingin memasukkannya ke dalam sekolah dasar agar bisa mendapat teman tetapi, anak ini bahkan belum bisa berbahasa jepang. Ia lahir dan tinggal di Prancis selama ini..." Kei mengangguk paham, "tapi akhir-akhir ini ia lebih ambisius belajar bahasa jepang, itu pasti karena Kei 'kan?"
"Ah... Tidak itu kemauan Yama— Tadashi-san sendiri..."
"Tetap saja kau yang membangkitkan kemauan itu Kei-kun, Terimakasih ya..."
"Merci, Tsukki!^^" (terimakasih)
"Kalau begitu Kei-kun..." Yamaguchi-san mengelus kepala Kei dan menampilkan senyuman hangat. "Mulai sekarang, tante titip Tadashi ya,"
Kei menatap wajah lembut milik Yamaguchi-san dan ekspresi cerah milik Tadashi. Kalau begini ia tak bisa berkata tidak.
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top