Bab 12

Seminggu berlalu dan demam Keyano sudah mereda dan dinyatakan sembuh. Hazel kembali ke USA dan sebelum berangkat sempat berpamitan pada Diandra melalui Tommy. Mengatakan kalau Diandra harus belajar lebih giat untuk meraih gelar pengacara. Hal itu membuat Tommy yang mendengarnya mengernyit heran.

"Ternyata kamu masih ingin jadi pengacara, aku pikir udah lupa."

Diandra mengangkat bahu. "Mana mungkin lupa, itu cita-citaku."

"Tapi'kan kamu udah nggak kerja lagi."

"Memang, tapi masih kuliah."

Tommy makin tidak mengerti, ingin bertanya lebih banyak tapi Diandra menghindar. Padahal ia hanya ingin tahu kegiatan istrinya, ingin menyelami lebih dalam, dan berusaha untuk mengerti tapi Diandra ternyata sangat tertutup soal itu. Tidak masalah kalau Diandra ingin melanjutkan kuliah, Tommy akan mendukung sepenuh hati. Layaknya suami pada umumnya, ingin yang terbaik untuk istrinya.

Ia membuka mulut untuk melanjutkan obrolan mereka tapi istrinya kini sibuk dengan Keyano. Bayi itu sudah mulai belajar makan dan Diandra dengan kesabaran serta kelembutan menyuapinya. Tommy mendekat, mengamati anaknya lalu berpindah pada istrinya. Melihat lekat-lekat dan menyadari kalau Diandra sangat cantik. Berbeda dengan kecantikan Reena yang cenderung glamour dan sexy, Diandra lebih lembut. Namun, bisa dikatakan kalau keduanya sama-sama cantik dengan cara yang berbeda.

"Kuliah di mana kamu, Diandra? Kenapa nggak pernah bilang?" tanya Tommy ingin tahu. Duduk di depan istrinya. "Kenapa nggak pernah bahas masalah pendidikanmu denganku."

Diandra mengernyit sesaat. Seolah ucapan Tommy adalah bom yang meledak dan membuatnya buta sekaligus tuli. Bagaimana bisa Tommy mendadak ingin tahu soal pendidikan dan kehidupannya.

"Kenapa kamu jadi kepo?" tanya Diandra. "Biasanya kamu nggak peduli."

Tommy mengangkat bahu. "Anggap saja aku cemburu pada Hazel. Dia bisa dekat denganmu, kalian bicara soal pendidikan dan juga pekerjaan.Tapi denganku kamu benar-benar tertutup."

"Nggak ada yang harus kita bicarakan. Kamu sibuk dengan urusanmu dan aku, dengan urusanku sendiri. Kita nggak saling mencampuri."

"Diandra, kenapa bilang begitu. Aku suamimu!" Suara Tommy tanpa sadar meninggi, membuat Diandra menghela napas panjang. Tommy menggeleng, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Apa begitu sulit buat kamu untuk mengerti? Buat kamu untuk memaafkan? Setidaknya berpikiran terbuka, Diandra. Aku ini pasangan sahmu!"

Tanpa kata Diandra membereskan sisa makanan Keyano. Mengelap bibir bayi itu dan mencuci peralatan makan. Selesai semua, ia mengangkat Keyano dari kursi bayi dan menggendong di pinggang. Mengamati wajah suaminya lekat-lekat.

"Aku berhenti menganggapmu suami, di hari kamu membawa Keyano datang."

Tommy mendesah frustasi, melihat sikap keras kepala istrinya. "Kenapa kamu ini, Diandra! Emangnya kesalahanku nggak bisa dimaafkan, hah!"

"Aku nggak ingin kamu meminta maaf, Tommy. Terus terang, nggak ada jaminan kalau kekasihmu nggak kembali lagi. Sebelum aku menjadi korban kedua kali, lebih baik melindungi diriku sendiri!"

Diandra bergegas menaiki tangga dan masuk ke kamar lalu menutupnya. Ia menggelar karpet dan bermain dengan Keyano di sana. Pikirannya dipenuhi soal perkataan Tommy. Bisa-bisanya laki-laki itu mengatakan cemburu dengan Hazel, hanya karena bercakap soal pendidikan dan hukum. Tommy menuntut hak sebagai suami untuk menjadi tempat berceritanya. Sayangnya Diandra tidak lagi berminat untuk itu. Satu tahun mengalami masa yang sulit dalam pernikahan dan tidak ingin mengulangnya.

Ia tidak tahu apakah Merry masih membencinya, karea yakin mertuanya tidak akan berhenti mengusiknya. Begitu pula Tantri dan Tania. Kedua adik Tommy itu bahkan tidak segan memakinya. Terutama Tania yang cemburu karena kedekatannya dengan Hazel. Entah dari mana mereka mendapatkan nomor ponselnya dan sekarang meneror Diandra dengan renteta makian.

"Perempuan nggak tahu diri, udah punya suami masih gatel!"

Itu adalah pesan yang dikirim Tania beberapa hari lalu.

"Lo pikir lo cakep? Kagak! Lo nggak ada seujung kukunya Kak Reena!"

Tantri membandingkannya dengan perempuan yang tega meninggalkan anaknya sendiri.

"Kalau lo berani deketin Kak Hazel lagi. Rasakan akibatnya. Gue serius sama lo, Diandra!"

Diandra yang sudah cukup lelah dengan pekerjaan rumah tangga, kuliah, serta merawat Keyano yang menyita waktu, memutuskan untuk mengabaikan mereka dan memblokir nomor ponselnya. Dengan begitu ia tidak perlu lagi menerima pesan-pesan kurang ajar serta meremehkan. Kenapa mereka mempermasalahkan kedekatannya dengan Hazel, sedangkan laki-laki itu sudah punya kekasih dan dirinya pun tidak sendiri. Ia tidak pernah berniat menggoda atau berdekatan secara berlebihan dengan Hazel. Diandra mengerti batasan antara yang boleh dilanggar dan tidak.

Niat Tommy untuk mendekatinya tidak tanggung-tanggung. Saat Kamirah menelepon dan memintanya datang melawat adik Sonya yang mati kecelakaan, Tommy ngotot ingin mengantar. Tidak peduli kalau Diandra menolak.

"Kamu bawa Keyano, akan repot kalau naik taxi."

Tommy rela meninggalkan pekerjaan hanya untuk mengantarnya melawat. Diandra awalnya menolak tapi akhirnya pasrah. Kamirah menyambut mereka di depan pintu dan terlihat sangat bahagia saat bertemu Tommy.

"Nenek, apa kabar?" sapa Tommy ramah.

"Aduh, cucu mantuku datang akhirnya. Maaf, rumahnya berantakan. Ayo, masuk!"

Kamirah dengan suka cita berusaha menggendong Keyano, memuji wajah mungil dan tampan bayi itu. Diandra yang takut kalau Tommy merasa tidak nyaman di rumahnya yang sederhana, mengajak laki-laki itu ke rumah duka.

"Ayo, kita ke tempat Kak Sonya."

Di luar dugaan Tommy menggeleng. "Aku nggak kenal. Kamu aja yang ke sana. Aku mau di sini temani Nenek mengobrol."

"Tentu saja nenek mau diajak mengobrol." Kamirah terkekeh gembira. Meminta penjaganya untuk membuat teh dan mengajak Tommy bicara di ruang tamu yang kecil.

Diandra tidak berdaya, memutuskan untuk menitipkan Keyano pada sang papa dan sendirian ke rumah duka. Sonya sedang menangis, dikelilingi banyak orang. Waktu melihat Diandra datang, berdiri untuk menyambut dengan wajah berurai air mata.

"Turut berduka cita, Kak Sonya. Bagaimana kejadiannya?" Diandra bertanya sambil menahan kesedihan.

Sonya membersit hidungnya yang berair dan mengusap matanya yang basah. "Aku nggak paham gimana ceritanya, Diandra. Saat itu aku lagi kerja dan dia di rumah seperti biasa. Ada orang yang lihat katanya adikku terima telepon, entah dari siapa dan tergopoh-gopoh pergi. Di jalan nggak bisa menyeberang dan akhirnya kena tabrak mobil. Ya Tuhaaan, anak itu bahkan nggak bisa jaga dirinya sendiri."

Diandra mengusap pundak Sonya dengan lembut, turut merasakan kesedihan. Ia mengerti bagaimana rasanya ditinggal pergi oleh orang yang paling kita sayang dan paling penting dalam hidup kita.

"Yang tabah, ya, Kak."

"Aku berusaha tabah, Diandra. Tapi rasanya sulit karena dia keluargaku satu-satunya. Aku nggak punya siapa-siapa lagi. Suami dan adik udah meninggal, anak pun nggak punya."

Sonya kembali meraung dan Diandra berusaha menenangkannya. Setelah mengobrol selama hampir setengah jam, Diandra berpamitan pulang. Tiba di rumah neneknya ia mendapati Tommy sedang mengobrol seru dengan Kamirah dan Keyano bermain di lantai yang dialasi tikar.

"Diandra, suamimu lapar. Coba kamu beliin dia nasi padang di warung belakang rumah."

"Nggak usah repot-repot, Nek. Kami makan di rumah aja."

Penolakan Tommy membuat Kamirah terkekeh. "Nggak usah malu-malu. Kapan lagi kamu makan di rumah ini. Ayo, temani makan nenek."

Menuruti perintah neneknya, Diandra membeli beberapa bungkus nasi padang, ada bagian untuk penjaga nenek juga. Mereka makan dengan Kamirah bercerita soal masa kecil Diandra. Si nenek dengan bangga mengatakan kalau cita-cita cucunya adalah menjadi pengacara kriminal.

"Setiap hari Diandra akan menonton drama dari berbagai negara tentang hukum dan kriminal. Lalu memberitahu soal tebakan siapa pelaku sebenarnya. Anak ini, dari dulu berbakat di bidang hukum."

Wajah Tommy murung seketika saat mendengar penuturan Kamirah. Di antara semua orang yang mengenal Diandra dengan baik, hanya dirinya yang tidak tahu tentang keinginan perempuan itu menjadi pengacara krimial. Ia memang tahu kalau Diandra bekerja di kantor hukum, tadinya dianggap sebagai pegawai biasa tapi ternyata niat istrinya tidak sesederhana itu.

"Kenapa semua orang tahu, bahkan Hazel yang tinggal di USA pun tahu, tapi aku yang setiap hari tinggal bersama, berstatus suami justru tidak tahu apa-apa."

Akhirnya Tommy memahami kata dari tinggal seatap tapi tidak hidup bersama. Mereka memang pasangan suami istri di atas kertas tapi bukan di realita. Tommy merasakan penyesalan untuk semua yang terjadi. Ia sudah menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi suami yang baik dari seorang perempuan cerdas. Semua karena ia terlena dengan bujuk rayu dari Reena.

Sekarang ini Tommy tidak tahu apa yang diinginkannya. Satu sisi ia masih merindukan Reena, tapi di sisi yang lain, hatinya tersentuh oleh kehadiran Diandra. Istrinya itu merawat Keyano dan juga menjadi pasangan yang baik meskipun bersikap kaku dan sedikit ketus. Diandra secara perlahan mulai menyiapkan kopi tiap pagi, dan memenuhi dapur dengan makanan. Untuk berjaga-jaga kalau dirinya lapar.

Hati Tommy yang tergetar pada istrinya, kini dilanda kebimbangan soal asmara. Antara berharap menjadi kekasih atau suami bagi Diandra. Apa pun itu, ia akan berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan perhatian istrinya.

Masalah baru melanda mereka, saat suatu hari Diandra yang sedang sendirian di rumah menerima tamu. Seorang perempuan muda berseragam merah jambu datang dengan koper besar. Perempuan itu berumur kurang lebih sama dengan Diandra. Berwajah bulat dengan rambut hitam dikuncir kuda. Memakai sepatu kets putih, terlihat bersih dan professional. Memperkenalkan diri pada Diandra yang kebingungan.

"Apa kabar, Nyonya. Nama saya Nana. Mulai sekarang saya akan bekerja di rumah ini untuk mengasuh bayi Keyano."

Diandra mengernyit. "Pengasuh bayi? Kamu datang untuk bekerja?"

"Benar, Nyonya."

"Siapa yang memintamu datang?"

Nana tersenyum ramah. "Atas permintaan Nyonya Merry. Saya punya sertifikat untuk pelatihan pengasuhan bayi dan saya menjamin akan bekerja dengan baik."

Diandra tergoda untuk membanting pintu di depan Nana. Namun memutuskan untuk menyuruh pengasuh itu masuk. Rupanya Merry melakukan serangan balasan padanya. Ia mendengkus, dalam hati berujar tidak akan kalah dengan mertuanya itu. 
.
.
.
Di karyakarsa update bab 41-44.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top