#11 : Almost
Tak terasa, sudah hampir sebulan Taylor tinggal bersama teman-teman Harry yang sangat berbeda dengan teman-teman Taylor dulu. Sudah lebih dari sebulan Taylor pergi dari rumah, bersama Harry yang selalu Taylor anggap sebagai cinta sejatinya. Sudah selama beberapa hari pula, Taylor tak mendengar kabar tentang pencarian dirinya. Walaupun begitu, Harry masih melarang Taylor pergi ke luar rumah, tanpanya.
Ada yang berbeda dari hari ini. Harry bangun lebih awal dari Taylor dan pergi sebelum sempat berpamitan kepada gadisnya. Taylor yang belum lama setelah Harry pergi terbangun, mencari Harry ke manapun, sampai ia bertemu Louis dan Louis memberitahu Taylor jika Harry telah pergi, karena ada suatu urusan.
Taylor kesal, kecewa karena Harry pergi tanpa berpamitan kepadanya. Untung saja, Louis seperti dapat menghibur Taylor. Louis mengajak Taylor memasak, mencari menu baru untuk rumah makan mereka nanti. Louis bilang, saat ini dia tengah menabung untuk dapat menyewa tempat berbisnis mereka nanti.
Gadis berambut pirang dengan sedikit warna merah mudah pada tiap ujung rambut sebahunya itu duduk menunggu di meja makan, sementara Louis tengah sibuk memeriksa lemari es. Wajah Taylor tampak murung. Sungguh, dia sangat kesal pada Harry. Biasanya, Harry tak melakukan hal seperti ini. Biasanya, Harry selalu berpamitan jika hendak pergi, ke manapun.
“Taylor, sepertinya kita kehabisan bahan masakan,”
Suara Louis membuat Taylor yang semula menatap lurus ke depan, menoleh ke arah pemuda berambut cokelat berantakan tersebut. Louis meliriknya sekilas sebelum menutup lemari es.
“Aku akan pergi berbelanja. Kau ingin menitip sesuatu?” Louis berjalan ke arahnya seraya merogoh saku celana. Louis tampak melihat isi dompetnya yang menurut Taylor, cukup tebal. Lebih tebal dari dompet Harry walaupun, Taylor tak pernah melihat secara rinci isi dompet Harry.
“Boleh aku ikut?” tanya Taylor, memasang wajah memelas.
Berbelanja. Sudah lama sekali sejak Taylor berbelanja. Dia masih punya sedikit uang di dompetnya, Taylor akan berbelanja seperlunya. Sebenarnya, bukan berbelanja. Taylor hanya ingin pergi ke luar dari rumah ini, melihat dunia walaupun, hanya sesaat.
“Harry akan membunuhku jika mengizinkanmu pergi ke luar, Taylor,” ujar Louis, tenang.
Taylor menggeleng. “Tidak apa-apa, Louis. Aku yang akan bilang kepadanya nanti. Lagipula, dia saja pergi tanpa meminta izinku jadi, tak masalah jika aku pergi tanpa meminta izinnya.”
Louis memicingkan mata dan menggelengkan kepala. “Tetap saja tidak. Aku sudah berjanji pada Harry, untuk tidak membiarkanmu pergi ke luar tanpa izinnya. Jika kau mau, coba saja hubungi dia dan minta izin padanya.”
“Itulah masalahnya. Aku mencoba menghubungi Harry sedari tadi dan dia tak mengangkat panggilan dariku. Aku mengiriminya pesan berulang kali, tak ada satupun yang di balas. Ke mana perginya, sih, pria itu?” Taylor mendengus kesal sementara, Louis terkekeh geli. Ekspresi Taylor sangat lucu.
“Kalau begitu, terus hubungi sampai dia menjawab. Aku tak mau membawa kabur gadis sahabatku.” Louis mengedikkan bahu sebelum sedikit melompat untuk duduk di atas meja makan.
“Jangan beritahu Harry kalau begitu. Ayolah, Louis. Sudah lama aku tidak pergi ke luar. Aku butuh angin segar. Aku tak betah lama-lama di rumah ini.” bujuk Taylor namun, Louis kembali menggelengkan kepala.
Taylor memegang lengan Louis, masih memasang wajah memelas. “Ayolah, Louis. Aku tahu kau pria baik. Lagipula, aku, kan, tidak ke luar sendiri. Aku ke luar bersamamu. Kau akan menjagaku, kan?” Taylor menaik-turunkan alisnya, seraya tersenyum lebar.
Louis mengangkat satu alis. “Kenapa aku harus menjagamu? Memangnya siapa kau?”
“Aku pacar sahabatmu merangkap sebagai sahabatmu juga, Louis Tomlinson, King of Pop.” Taylor memutar bola matanya dan Louis kembali terkekeh sebelum bangkit berdiri.
“Ya, sudah. Ayo, pergi. Tapi, jika Harry marah, kau tanggung sendiri.”
Taylor segera bangkit berdiri dengan wajah sangat bahagia, seperti anak kecil yang baru saja diberi permen.
*****
“Harry,”
Pria paruh baya itu memanggil sang putra yang baru saja berpamitan dan hendak ke luar dari ruangan. Pria paruh baya itu adalah ayah kandung Harry, Des Styles. Harry menghentikan langkahnya di dekat pintu dan menoleh.
“Ya?”
“Kau tidak mau ikut makan siang bersama? Sudah lama sekali sejak terakhir kali kita makan bersama.” Ujar Des, mendekati sang putra yang ternyata lebih tinggi darinya. Padahal, dulu, Harry tidak jauh lebih tinggi darinya. Waktu berlalu sangat cepat.
Harry tersenyum tipis dan menggeleng. “Tidak, Dad. Aku harus cepat kembali. Sampaikan salamku pada Grandma? Cepat sembuh. Aku akan berkunjung lagi nanti.”
Des menghela nafas dan mengangguk. Kemudian, hening sesaat, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Harry masih berdiri di sana, dengan tangan yang memegang knop. Tapi, Harry tak kunjung memutar knop tersebut.
“Apa kau sudah bertemu dengan Anne?”
Des memecah keheningan di antara mereka. Harry diam sejenak sebelum menggeleng. “Aku tak mau bertemu dengannya lagi, Dad. Sungguh.”
“Kau tidak bisa terus begini, Harry. Anne datang beberapa hari yang lalu, bersama Robin dan Gemma. Gemma sudah dapat menerima Robin lalu, kenapa kau tidak?” tanya Des.
Rahang Harry mengeras sebelum pemuda itu menggelengkan kepala tegas. “Dad, aku tak sudi menerima pria yang sudah merebut Mom darimu. Jadi, sekarang kau sudah menerima keberadaan pria itu? Pria yang sudah menghancurkan rumah tangga kalian?” Harry bertanya sarkastik.
“Harry, kami berpisah baik-baik. Aku sudah dapat menerima semua. Memang aku dan Anne tidak berjodoh, jadi mau diapakan lagi? Harusnya kau senang, Mommy-mu sudah menemukan pria yang benar-benar dicintainya. Dia telah bahagia sekarang. Seharusnya kau juga bahagia.”
Harry kembali menggeleng. “Tidak. Aku tak akan menerima pria itu, sampai kapanpun juga. Aku pergi, Dad. Sekali lagi, sampaikan salamku pada Grandma. Cepat sembuh.”
Kemudian, pria itu melangkah ke luar dari kediaman Ayahnya tersebut.
*****
Louis tak mengerti, bagaimana bisa Taylor terlihat sangat senang sesampainya mereka di sebuah pusat perbelanjaan di pusat kota. Taylor terlihat sangat riang, seperti burung yang dibebaskan setelah terkurung di dalam sangkar selama bertahun-tahun. Dia terlihat sangat bebas.
“Aku butuh pakaian baru! Kita harus ke toko pakaian, Louis!”
Lihat saja, baru saja mereka ke luar dari toko pernak-pernik, Taylor sudah menarik Louis ke toko pakaian yang berada tak jauh dari toko pernak-pernik itu. Sepertinya, Taylor lupa jika tujuan pertama mereka pergi adalah untuk membeli bahan makanan.
Sesampainya di toko, Taylor segera berkeliling dan Louis menunggu di dekat kasir yang tampak tersenyum menggoda ke arah Louis. Louis hanya dapat mengabaikan kasir itu dan matanya terus mengamati Taylor. Sungguh, dia terlihat sangat senang bisa berada di sini. Dia benar-benar gadis normal, gadis yang senang berbelanja dan Louis tak mengerti, kenapa Harry bisa menyukai gadis normal sepertinya.
Selama ini, gadis-gadis yang Harry kenalkan kepada Harry bukanlah gadis normal. Harry dulu sangat senang bergonta-ganti pakaian. Tiap minggu, gadisnya berbeda dan Louis tak begitu ingat nama gadis itu satu per satu. Terlalu banyak.
Lalu, selama setahun, Harry pergi ke Amerika untuk menenangkan diri akibat masalah keluarga. Louis tahu tentang apa yang terjadi di keluarga Harry karena Harry memang cukup terbuka pada Louis. Harry selalu menceritakan hari-hari yang dijalaninya kepada Louis. Ya, itu dulu, sebelum Harry pergi ke Amerika dan menghilang begitu saja.
Sekalinya muncul, Harry langsung mengabarkan jika dia ingin kembali tinggal di rumah Louis, bersama yang lain, sambil membawa gadis Amerika yang sudah dikencaninya selama satu tahun. Satu tahun. Wow. Itu hubungan terlama yang pernah dijalani seorang Harry Styles dan rasanya sangat aneh di telinga Louis saat mendengar pengakuan Harry tersebut.
Tapi, nyatanya memang benar. Harry dan Taylor sudah berkencan selama satu tahun lebih sejak Harry tinggal di Amerika. Taylor adalah gadis pertama yang bisa mengontrol seorang Harry dan gadis itu adalah gadis normal, gadis baik-baik. Aneh memang jika biasanya Harry selalu bersama gadis yang seksi dan nakal, sekarang dia bersama dengan gadis yang terlihat sangat polos dan manja.
“Louis? Hey, Louis!”
Louis tersadar dari lamunannya dan mendapati Taylor yang sudah berada di hadapannya, membawa dua buah sweater dengan warna dan motif berbeda. Tapi, sungguh, sweater itu sangat…kekanak-kanakan. Siapa gadis yang sudah berusia 22 tahun dan mau mengenakan sweater dengan rajutan Doraemon ataupun Olaf di permukaannya?
“Menurutmu, lebih bagus yang mana? Doraemon atau Olaf?” tanya Taylor, dengan nada cerianya. Louis sebenarnya, ingin berkomentar jika pilihan Taylor benar-benar konyol tapi, melihat wajah kesenangan gadis itu, Louis merasa tak tega.
“Olaf.” Jawab Louis singkat dan senyuman Taylor mengembang, sebelum beralih ke arah kasir dan meletakkan sweater Olaf itu di atas meja kasir.
“Aku ingin yang ini,” ujar Taylor kepada si kasir yang langsung menganggukkan kepala dan mencatat pembayaran. Taylor meletakkan asal sweater yang satunya lagi di rak terdekat.
Setelah membayar, keduanya beranjak ke luar dari toko tersebut. Taylor tak henti-hentinya bercerita, tentang alasan kenapa dia memilih sweater Olaf itu kepada Louis dan Louis hanya diam, sesekali menganggukkan kepala.
Karena sibuk bercerita dengan Louis yang sebenarnya tak mau merespon apapun, Taylor tak memperhatikan langkahnya, sampai gadis itu secara tak sengaja menabrak seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya. Taylor dan orang yang ditabraknya itu terjatuh.
Louis segera menoleh dan mendekati Taylor. Louis mengulurkan tangan di hadapan Taylor dan membantu gadis itu berdiri sedangkan, Taylor sibuk memperhatikan orang yang ditabraknya. Taylor hendak mengucapkan maaf kepada orang tersebut namun, saat menyadari siapa orang itu, Taylor segera bangkit berdiri sebelum sempat orang itu bangkit, dan menarik tangan Louis untuk berlari menjauh.
Sial, sial, sial. Pencarian Taylor masih dilanjutkan? Taylor baru saja menabrak seseorang yang dia kenali sebagai orang suruhan orangtuanya.
“Hey, apa yang—,”
“MISS. SWIFT!”
Pertanyaan yang menggantung Louis terjawab oleh suara teriakan itu. Louis menoleh dan matanya melotot mendapati pria yang tadi tak sengaja di tabrak Taylor tengah berlari ke arah mereka. Louis menoleh ke arah Taylor dan mendapati raut wajah gadis itu yang terlihat memucat.
“Tay, dia…”
“Kita harus bersembunyi! Kita harus bersembunyi! Aku tak mau pulang, Louis!” Taylor berkata dengan nafas menggebu-gebu. Louis menggenggam tangannya erat seraya menoleh ke kiri-kanan, mencari tempat yang bisa tersembunyi.
Sampai mereka ke luar dari pusat perbelanjaan, pria itu terus mengejar sambil berteriak memanggil nama Taylor. Tampak orang-orang memperhatikan mereka tapi, Taylor dan Louis tak peduli. Mereka tetap berlari, sampai mereka tiba di halaman parkir. Dengan cepat, keduanya masuk ke dalam mobil dan sebelum sempat orang suruhan Taylor mencapai mereka, mereka sudah menjalankan mobil menjauh dari sana. Louis bahkan sampai melewati palang pembatas yang hendak menutup sampai mereka membayar biaya parkir dan Louis bisa mendengar teriakan petugas parkir yang memanggil mereka.
Louis mengendarai mobil dengan cepat, sangat gila. Jika dalam kondisi biasa, mungkin Taylor akan berteriak protes namun, di saat genting seperti ini, Taylor malah berharap Louis bisa melajukan mobilnya lebih cepat.
Masalah tak sampai di sana. Setelah memastikan tak ada yang mengikuti mereka, keduanya memutuskan untuk kembali ke rumah, tanpa membawa bahan makanan yang seharusnya mereka beli tadi. Baru membuka pintu rumah, masih dengan nafas yang terengah-engah, Taylor dikejutkan dengan sosok yang berada di balik pintu.
Harry menatap tajam ke arahnya, dengan iris hijau yang terlihat sangat kelam.
-----
a/n:
Hello!!!
Happy New Years, everyone!
Resolusi kalian di tahun 2016 apa???
Btw, aku galooo…
Hendall balikan. Tayvin masih bersama. How about Haylor?
Huhuhu, emang kecil banget kemungkinan Haylor balikan. Yaudahlah. Berusaha mengikhlaskan Haylor tapi, no matter what, aku tetep Haylor shipper, forever :’)
Udah liat OOTW musik video kan? Aku tambah galo masa. Poor my Haylor heart :”
Maap jadi kebanyakan curcol.
Thanks buat siapapun yang udah baca. Maap kalo aku lama ngelanjutnya. Aku sibuk, baru dapet kerjaan hehe :D
Sekali lagi, thanks buat siapapun yang udah baca :D
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top