In

Jangan lupa Vote & Comment, ya!
Selamat Membaca☀

.

.

.

.

Bright dan Miu saling melirik satu sama lain dalam kebingungan kemudian melirik Kana kembali.

"Apa yang kamu bicarakan, Nak? Rahasia apa? Papa tidak menyimpan rahasia apa-apa darimu" Ucap Miu dengan raut wajah bingung dan takut.
*Jangan-jangan Kana sudah tahu kalau dia bukan Anak kandungku?* Alis Miu mengerut.

Kana menarik sudut bibir sebelum ia mengeluarkan sejumlah bungkus obat milik Miu dari dalam saku celana ke atas ranjang, tepat di hadapan Miu dan Bright.

"Kalau ini bukan rahasia, lalu apa? Kenapa aku sama sekali tidak tahu kalau Papa ku sendiri mengidap depresi selama 17 tahun?"

DEG

Miu shock, begitu juga dengan Bright.

Miu meraih semua bungkus obat itu dengan tangan gemetar.

"K-Kenapa obat ini bisa ada di tanganmu, Kana?" Tanya Miu.

"Jawab pertanyaan Kana dulu! Kenapa Papa selama ini menyembunyikan penyakit Papa dari Kana?! Apakah karena Kana kurang dapat di percaya oleh Papa?"

Miu menggeleng ribut. "K--Kana, tidak seperti itu. Kamu salah paham, Nak" Berusaha meraih lengan tangan Kana namun segera Kana jauhkan tangan nya dari jangkauan Miu.

"Papa tahu, tidak? Kana merasa seperti Anak yang tidak berguna dan bodoh. Bagaimana bisa, Anak sendiri tidak tahu kalau Papa nya selama ini menahan sakit seorang diri? Bagaimana--" Kana tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi.

Rasa sakit merasa tidak berguna, seperti menusuk di dada nya.

Kana selama ini tidak tahu betapa sakit yang Miu rasakan tanpa sepengetahuannya.

Sebenarnya, Kana tidak marah pada Miu, tapi lebih tertuju ke rasa kecewa pada dirinya sendiri.

Kenapa selama ini ia bisa tidak tahu apa-apa tentang penyakit yang Miu derita?

Kemana saja dia selama ini?

Kemana dia saat Papa nya kesakitan dan membutuhkan kehadirannya? Bahkan Kana tidak pernah tahu kapan saat rasa sakit itu menyerang Miu.

Miu bergerak maju hanya untuk menggenggam kedua telapak tangan Kana tanpa melihat ekspresi wajah Bright yang berubah jadi menyeramkan.

"Kana, jangan bicara seperti itu hikss,, hikss,, semua salah Papa. Papa sengaja tidak mau memberitahu karena Papa tidak mau kamu khawatir,, hikss,, Kana,, tolong maaf'in Papa, hikss,, hikss" Sedikit membungkuk untuk mencium telapak tangan Kana.

"MIU! APA YANG KAMU LAKUKAN? TIDAK PERLU MEMOHON SAMPAI SEPERTI ITU" Menarik tubuh Miu lalu melirik Kana.
"HEI, BOCAH! PUAS KAU LIHAT PAPAMU MEMOHON SEPERTI INI? INI KAN YANG KAU INGINKAN? MELIHAT PAPAMU MERASA BERSALAH DAN BERLUTUT DI DEPANMU"

"PAMAN JANGAN IKUT CAMPUR, YA! INI MASALAH KU DAN PAPA"

"HEI--DENGAR! SEMUA YANG MENYANGKUT PAPA MU, ADALAH URUSAN PAMAN"

"KAU---" Kana menunjuk wajah Bright dengan raut emosinya.

"SUDAH BERANI BICARA TIDAK SOPAN SEKARANG?!"

"BERHENTI, KALIAN BERDUAAAAA!!"

Bright dan Kana saling melempar tatapan tajam sambil memperlihatkan taring mereka masing-masing, tidak ada yang mau mengalah sama sekali.

Untung saja ada Miu yang memisahkan mereka karena jika tidak, mungkin Bright & Kana sudah mencabik-cabik daging satu sama lain sejak tadi.

Miu memijit keningnya yang berdenyut sambil melirik ke arah Bright, "Bay, tolong keluar sebentar. Ada yang ingin aku bicarakan berdua dengan Kana"

"Tidak! Aku mau tetap di sini"

"Bay!!"

Bright tetap tidak bergeming dari tempatnya.

Miu menghela nafas panjang bernada 'terserahlah' sebelum ia melihat ke arah Kana. "Kana, dengarkan Papa. Papa akan mengatakan yang sebenarnya padamu" Memainkan ujung sweater, berusaha untuk menetralisir kegugupan tak berarti pada dirinya.
"Bukan maksud Papa mau bohongi kamu kalau selama ini Papa menderita sakit itu. Tapi, Papa merasa bahwa sakit yang Papa derita, tidak seburuk itu. Kamu tahu? Cuma asma dan sesekali sakit kepala. Karena itu, Papa tidak mau membebani kamu dengan penyakit kecil seperti itu" Lirih Miu, menatap kedua manik Kana yang saat ini tengah menatapnya dalam diam.

Kana melebarkan kedua bola matanya. " 'Penyakit kecil'? Papa sadar tidak kalau 'penyakit kecil' yang Papa maksud itu hampir merenggut nyawa Papa?! Kenapa Papa menganggapnya remeh? Papa tahu betapa khawatirnya Kana setelah tahu Papa mengidap itu selama bertahun-tahun?" Menahan air mata yang hampir jatuh.
"Kalau saja Kana tidak ketemu obat itu di laci dan cari tahu ke apotik yang ternyata langganan tempat Papa cari obat selama 17 tahun, sampai sekarang pun mungkin Kana tetap menjadi Kana yang bodoh"

"Kana, Papa---"

"Pa" Kana menggenggam kedua telapak tangan mulus Miu.
"Papa tahu kan betapa Kana sangattttt menyayangi Papa? Papa pernah berpikir tidak bagaimana kagetnya Kana kalau Papa tiba-tiba meninggalkan Kana untuk selamanya karena penyakit yang Papa remehkan itu? Bagaimana Kana bisa menjalani hidup Kana setelahnya? Papa pernah tidak berpikir sampai ke sana, huh?"

Miu tidak bisa menjawab dan terus menundukkan kepala sambil terisak.

Sementara Bright, berusaha untuk tetap tegar di sisi Miu sambil membenarkan semua ucapan Kana dalam hati karena ia juga merasakan hal yang sama seperti yang Kana rasakan pada Miu. Rasa khawatir dan takut.

"Hiks--Maaf"

Kana bergerak maju untuk memeluk tubuh ringkih Miu sambil mengusap punggung bergetarnya dengan lembut.

"Maaf untuk apa? Katakan dengan jelas, Pa"

Miu membalas pelukan Kana. "Hikss,, maaf karena telah menyembunyikan semuanya darimu. Maaf karena Papa tidak memikirkan perasaanmu dan Bay jika Papa terus bertindak bodoh dan egois seperti ini. Maaf untuk semuanya"

Bright melipat kedua tangan di depan dada sambil memperhatikan interaksi Kana dan Miu. "Sudah dapat penjelasan yang kau inginkan, bocah?" Mendapat tatapan tajam dari Kana.
"Sekarang jawab pertanyaan Paman dengan jujur. Siapa orang berpakaian jas yang kau temui kemarin siang di lahan kosong sebelah utara kedai?"

Deg

Kana menyembunyikan raut terkejutnya dengan bibir mengatup sementara Bright memiringkan kepala, menunggu jawaban dari Kana.

Miu melepas pelukannya dari Kana setelah ia lelah menangis. "Hah? A-Apa maksudmu, Bay--Hiks,, srott" Di akhiri menarik ingus di kedua lubang hidung peseknya.

"Aku kemarin lihat dia bertemu dengan seseorang. Aku penasaran dan bertanya pada nya, siapa orang itu"

"Siapa yang Paman maksud? Kemarin siang Kana ada di kedai sama Earth dan ----"

"Sebelum kau sampai di kedai, kau bertemu dengan siapa? Kau, seorang diri, bertemu dengan pria asing di lahan kosong. Siapa dia?? Tinggal di jawab saja, Kana. Apakah pertanyaan Paman terlalu sulit bagi Anak cerdas sepertimu?"

Miu yang tidak mengerti apapun hanya menyimak sambil menghapus jejak air mata pada pipi nya.

Tatapan intimidasi Bright, berhasil membuat Kana jadi sedikit gugup, terlihat dari lirikan matanya ke kanan dan kiri. "Oh, itu,, aku tidak sengaja bertemu dengan guru Matematika ku saat ingin pulang ke kedai" Berusaha menutupi kebohongan nya dengan senyuman.

"Guru mu?" Bright menarik sudut bibir.
"Pakaian nya terlalu rapi dan kekar untuk di kategori kan sebagai seorang guru. Kana, siapa yang coba kau bohongi?"

Dag dig dug dag dig dug

Kana merasakan panas dingin di sekujur tubuhnya. *Kenapa perasaan ku tidak enak?* Meneguk ludah kasar.

"Mungkin saja itu memang guru nya, Bay. Lagipula, untuk apa dia berbohong pada kita?" Bela Miu lalu melirik ke arah Kana.
"Itu benar-benar guru mu kan, Nak?" Memastikan sekali lagi karena Kana tidak kunjung jawab.

Bright kembali melipat tangan di depan dada. "Bagaimana kau akan menjelaskannya pada kami, Kanawut Traipipattanapong? Putra dari Fedrick Stanley Traipipattanapong & Freya Chatucak Traipipattanapong! Serta---" Bright melebarkan senyum pada raut wajah terkejut Kana.
"---yang kau temui kemarin bukan seorang guru, melainkan anak buah sekaligus sumber informasi untukmu, Joss Wayar" Di akhiri dengan senyuman.

"K--KAU-----"

"Cukup dengan semua tipu muslihat yang kau perlihatkan pada kami lalu jawab pertanyaan satu ini, Kana, kau sudah tahu siapa keluarga aslimu sejak lama, kan?"

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

BUGHHHH

BAGH BUGH

BUGHHH

BAGHH

BUGH BUGHHHH BUGHHHHHH

.

"Hahhh,,, hah,,, hahhh,,"

Seorang pria berumur 59 tahun, sedang terengah-engah setelah memukul sasak tinju dengan segenap raga, jiwa, dan dendamnya.

.

TUK TUK TUK TUK

.

SUUURRPP

CLICK

.

Menuang bir yang berada di atas meja ke sebuah gelas kosong lalu menyalakan sebatang rokok, seperti hal yang sudah biasa ia lakukan disana tanpa izin sang pemilik rumah.

"Apa lagi sekarang?" Tanya sang pemilik rumah tanpa melihat ke arah tamu nya.

"Bunuh seseorang untuk ku"

"?"

Mengeluarkan sejumlah uang dan senjata ke atas meja.

"Bunuh semua anggota keluarga Traipipattanapong, termasuk penerusnya yang entah berada dimana" Meneguk bir.
"Uang ini hanya DP. Setelah selesai melakukan tugasmu, aku akan mengirim sisanya langsung ke rekening mu"

"Bukannya sudah ku katakan berkali-kali bahwa aku tidak bekerja untukmu lagi? Ada tujuan yang harus aku capai setelah keluar dari penjara dan melakukan tugas darimu tempo hari"

"Shut up!!!" Billy bangkit berdiri lalu berjalan ke arah Leo yang kini menatapnya datar.
"Kau lupa siapa yang telah membebaskanmu dari penjara??! Aku!!! AKU, BILLY DORMANT KALAU KAU LUPA, LEO!!" Memasukkan kedua tangan ke saku celana.
"Kalau kau tidak mau menjalankan perintah, lebih baik kau aku bunuh hari ini juga. Aku tidak mau membiarkan pembangkang sepertimu berkeliaran bebas di luar sana. Pikirkan itu baik-baik. Aku, orang yang bisa membunuh siapapun dengan mudah, termasuk kau" Menyeringai.

Leo mendelikkan matanya ke arah lain untuk berpikir sejenak. "Beri aku waktu"

Menaikkan sebelah alis. "WHAT?!"

Leo kembali menatap mata Billy. "Beri aku waktu untuk menemukan buruanku lebih dulu baru setelah itu, aku akan melakukan tugasmu"

Kening Billy sempat mengerut beberapa saat, "2 bulan"

"6 bulan"

"KAU-----"

"6 bulan & tidak lebih. Janji"

Billy mengangguk kecil, "baik, 6 bulan lagi aku akan datang padamu untuk menagih nyawa mereka. Ingat itu" Menunjuk-nunjuk wajah Leo kemudian pergi begitu saja, diikuti para bodyguard nya yang berjaga.

"Brengsek!!!!! Setelah aku menemukan buruanku, kau yang akan aku bunuh lebih dulu, keparat!!!! Cih" Leo melangkah ke kamar yang mana kamar nya tersebut berisi foto Miu yang di beri tanda "O" Se-ukuran bola tendang.

Di samping foto Miu, terdapat foto Mint dan Ibu Miu yang diberi tanda "X" Se-ukuran bola tennis.

Melihat foto Miu, Leo menyeringai, tersenyum, lalu tertawa puas.

"Akan ku pastikan kau tersiksa dan mati di tanganku, jalang tengik!!!!!!! Tunggu saja! Aku akan menemukanmu sebentar lagi"






To Be Continue,,,

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top