6 | Aomine
Seorang laki-laki berjalan mondar-mandir di depan ruangan. Seragam kepolisiannya masih lengkap, hanya sebuah topi yang diletakkan di kursi rumah sakit. Kulitnya sedikit gelap untuk kalangan orang jepang, surainya biru tua dengan warna mata senada.
Pikirannya kalut.
Tadi ia dipanggil oleh atasannya dengan pemberitahuan bahwa istrinya sedang dalam perjalanan untuk menuju rumah sakit. Benar, ia tidak mengambil cuti walaupun istrinya sendiri sedang dalam masa kehamilan, ia berpikir bahwa dengan ada Kise dan istrinya sudah cukup. Namun, ia tidak tahu hal ini yang membawa pada perceraiannya.
Setalah risau menunggu, Aomine langsung dilegakan oleh dokter yang keluar dari ruangan tersebut. Dokter yang menanganginya keluar itu langsung diberi pertanyaan-pertanyaan tentang istrinya dan bayinya.
Dokter itu tersenyum walau keringat menetes di dahinya, "istri anda hanya butuh istirahat dan bayi perempuan anda dalam keadaan sehat."
"Selamat sudah menjadi ayah."
Dokter itu berlalu. Meninggalkan Aomine di depan pintu sendirian. Tangannya gemetar memegang kenop pintu, rasanya ia sangat senang hingga ingin menangis.
Pintu terbuka, menampilkan sosok wanita dengan bayi di tangannya yang sudah terbungkus kain bersih. Aomine mendekati mereka, irisnya menatap bayi mungil di depannya. Ah, rasanya ia memang ingin menangis.
"Selamat datang di keluarga," ujarnya sambil tersenyum.
-
Beberapa waktu telah berlalu sampai ia tidak sadar bahwa bayi kecilnya itu sudah menjadi seorang anak kecil yang sangat imut.
Ia bekerja dari pagi, dengan pikiran kapan akan pulang dan bertemu dengan putri kecilnya yang menggemaskan. Namun, kadang ia harus bersedih bila atasannya menyuruhnya untuk mengerjakan beberapa laporan, sampai lembur.
Namun, 'tak apa. Karena ini semua untuk putrinya. Putri semata wayangnya.
Namanya [Name], kata teman-temannya itu nama yang sangat bagus. Walau istrinya juga mempunyai ide lain.
Aomine bekerja keras hanya untuk keluarganya, dan membuat putri kecilnya itu tersenyum setiap hari.
Legannya memeluk sebuah boneka kelinci besar berwarna merah muda sepanjang jalan. Tidak etis memang seorang laki-laki dengan tampang tegas seperti Aomine membawa sebuah boneka kelinci berwarna merah muda.
Jarinya menekan bel.
"Kejutan!"
Aomine tersenyum saat [Name] membukakan pintu. Gadis kecil itu langsung memeluk Aomine dengan erat.
"PAPA!"
Boneka itu diletakkan di depan pintu. Ia beralih mengendong putri kecilnya. Kalau dihitung, ia belum pulang selama tiga hari.
[Name] mulai menangis, ia menangis di dalam gendongan Aomine. Aomine meringis melihat sang putri yang sangat merindukannya itu. Akhirnya ia masuk ke rumah, takut bila [Name] kedinginan dengan menyeret boneka kelinci merah muda yang ada di depan pintu.
"Selamat ulang tahun [Name]! Maaf ya tidak bisa mengajakmu kemana-mana."
Aomine mengelus surai putrinya yang masih menangis. Aomine diam-diam berjanji pada dirinya sendiri, suatu hari pasti ia akan membawa [Name] ke taman hiburan. Pasti. Walau ia tidak tahu kapan.
---
Karena aku adalah ayahnya, maka aku harus selalu di sisinya dan membuatnya tersenyum.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top