10 | Selamat tinggal dan maaf
Aomine tidak menyangka yang ia dapatkan adalah akhir yang buruk. Walaupun ia sudah berusaha begitu keras demi membahagiakan orang yang ia sayangi, tapi itu langsung berakhir dengan nasib yang mereka timpa.
Awal dari itu adalah karena kelalaiannya. Anak yang baru saja bergabung menjadi keluarganya meninggal dalam kecelakaan. Saat itu mereka bertiga pergi ke taman, sudah beberapa tahun sejak mereka bersama awalnya memang sedikit canggung, tapi sekarang mereka sudah sangat akrab.
Aomine menyukai anggota keluarga barunya itu, begitupula [Name] yang kadang tidak mau berpisah dengan adik barunya itu. Untung saja adik barunya cepat akrab dengan mereka.
Mereka bercanda sesekali tertawa, dengan tangan yang terhubung berjalan menyusuri jalan setapak. Adiknya berada di tengah, [Name] dan Aomine layaknya perisai untuk melindungi anggota keluarga terkecil itu.
Saat di tengah-tengah mereka berhenti. Aomine menyaksikan kedua anaknya yang menatap toko es krim, ia tertawa dalam hati.
"Kalian mau es krim itu?" tanya Aomine.
Mereka berdua mengangguk dengan semangat menanggapi pertanyaan dari Aomine.
"Kalau begitu tunggu di sini sebentar."
Aomine berjalan meninggalkan mereka berdua. Toko es krim di sana sedang ramai dan jika Aomine membawa mereka berdua pasti akan terdorong karena berdesak-desakan. Jadi ia memilih untuk meninggalkan mereka di sana.
Aomine sedikit kewalahan saat mengantri, ia mendengar jika pegawai yang ada di toko hanya satu--sisanya pergi untuk beristirahat. Akibatnya, pelanggan menumpuk karena tidak bisa ditangani. Namun, untung saja saat Aomine mengantri pegawai sudah berada di tempat mereka semua.
Tangannya dengan hati-hati membawa dua es krim, ia dengan santai melangkah menuju tempat [Name] dan adiknya menunggu. Namun, mereka sudah tidak ada di sana, Aomine terpaku beberapa saat. Dengan wajah khawatir ia melihat sekelilingnya.
"[Name]! [Nama adik]!" Aomine berteriak.
Aomine pergi dan mencari mereka sampai tidak sadar dua es krim yang ada di tangannya sudah jatuh ke tanah, tapi persetan dengan itu! Anak-anaknya jauh lebih penting!
Ia melihat kerumunan orang di sekitar jalan raya. Kakinya langsung berlari menuju kerumunan itu, firasatnya sangat tidak enak. Jantungnya berdetak tidak karuan, wajahnya pucat.
"Permisi!"
Badannya berdesak-desakan, ia menyelinap sampai tubuhnya berada di depan. Ah, ia melihat anak gadisnya termenung menatap sesuatu.
"[Name]?" Aomine memanggilnya dengan lembut.
"Papa?"
[Name] mendongak melihat Aomine.
"[Name]?! Di mana adik--ah...."
Aomine langsung menatap ke arah jalan, terdapat seorang anak yang dipenuho darah dan jika Aomine melihat beberapa meter ia bisa melihat mobil yang menabrak pohon. Ia tahu siapa yang terbaring di jalan, dengan cepat ia menuju ke arahnya dan berusaha menghentikan pendarahannya.
"SESEORANG TOLONG PANGGILKAN AMBULAN!" Aomine berteriak kepada kerumunan. Sampai salah satu menjawab bahwa ia sudah menghubunginya dan mungkin beberapa saat petugas akan sampai.
Saat sampai di rumah sakit, anaknya langsung diberi pengobatan. Namun, akhirnyapun tidak bisa menyelamatlan nyawanya.
Pada saat itu ia hanya bisa memeluk [Name] dengan erat. Tubuh anak perempuannya itu bergetar, Aomine semakin memeluknya. Yang paling terkejut adalah [Name] karena ia melihat kematian adiknya dengan matanya sendiri, mungkin dalam hatinya ia menyalahkan dirinya.
"Ini bukan salahmu [Name], tenang papa akan bersamamu dan tidak pernah meninggalkanmu," Aomine mengucapkan kalimat itu berulang kali.
Dengan kalimat Aomine, tubuh [Name] menjadi tenang. Air mata langsung tumpah.
Saat pemakaman, ibu [Name] datang. Ibunya menemani [Name] dan berusaha menyemangatinya setelah itu ia pulang kembali ke kantornya.
Pemakaman yang awalnya ramai akhirnya sepi hingga tinggal mereka berdua.
"[Name], ayo pulang."
Mereka pulang bersama, dalam keheningan dan berduka karena kehilangan salah satu anggota keluarga.
Setelah beberapa tahun, kejadian yang dulu terulang lagi. Salah satu anggota keluarga mereka meninggal lagi.
Kali ini ibunya, dengan kasus yang sama--kecelakaan. Aomine hanya tersenyum perih melihat nasibnya sendiri. Ia bahkan tidak menyangka mantan istrinya akan jauh lebih dulu pergi--meskipun sudah berpisah, tapi ia masih tetap keluarganya. Mereka masih berhubungan baik.
Sekali lagi, mereka berdiri di depan makam. Dengan pakaian serba hitam, dengan rasa duka yang begitu mendalam sambil mengucapkan selamat tinggal yang menjadi akhir dari segalanya.
Aomine dan [Name] terpukul karena kematian keduanya. Mereka tidak ingin mengucapkan selamat tinggal. Mereka tidak ingin mengucapkan kata maaf sambil mengingat banyaknya momen yang sudah dijalani.
Ayah dan anak itu tidak ingin keluarganya meninggalkannya sekali-lagi. Karena, daripada mengucapkan selamat tinggal, mereka lebih memilih mengucapkan sampai jumpa dan menunggu sampai mereka bertemu di masa depan.
Namun, takdirnya kini berbeda. Aomine dan [Name] hanya menerimanya. Mereka berpelukan dengan [Name] yang menangis tersenggal-senggal dan juga Aomine yang menenangkannya sambil menahan rasa sakit, karena itu tidak boleh ditunjukkan di depan anaknya.
Aomine ingin, ingin sekali menjadi sosok papa yang sangat kuat layaknya pahlawan di komik yang dibaca [Name]. Karena itu, ia akan terus melindungi [Name] dan tidak menunjukkan sosok lemah di depannya.
[ TAMAT ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top