Chapter 33 : Tak Terbalas

Tanggal 23 Februari 2020

Panji akan memastikan masalahnya dengan teman-teman kampusnya segera tuntas, agar hidupnya bisa kembali tenang. Tak ada arti dari pertemanan mereka di masa lampau kecuali hanya takdir salah dan dosa yang hadir di dalam hidup Panji Seka. Tak kan pernah sudi lagi ia memiliki teman yang seperti mereka. Manis sekali diluar namun ternyata menusuk di belakang. Membusuk, dan menghina.

Sebentar lagi, atau kalau bisa secepatnya ia ingin akhiri. Agar beban ini bisa segera lenyap dari pundaknya.

Pasar Tumpang sudah ramai padahal hari masih gelap. Para pendaki dari berbagai daerah juga sudah banyak berdatangan.

Pukul 5 pagi, Panji membuka toko alat-alat outdoornya.

Set!

"Serahin hartamu! Atau pisau ini mengiris lehermu! "

Keheningan beberapa saat, saat sebilah belati mengancam leher Panji.

"Siapa kau? Perampok? Atau pembunuh? "

"Cepat! " ancam lelaki itu.

Berani benar orang tak dikenal ini menrampok di pagi buta. Panji mendorong tubuhnya ke belakang. Pisau sedikit menggores kulit lehernya namun tak begitu dalam. Pergulatan terjadi saat pencuri menyerang Panji membabi buta dengan bilah pisau di tangannya. Amatir sekali. Pencuri nekad ini sedang diujung tanduk ditangan Panji.

Mata mereka bertemu dan saling mengenali satu sama lain.

"Panji?  Kau benar Panji? Tapi..  Tapi kau sudah mati kan? " kata orang itu dipenuhi berbagai emosi.

"Kata siapa? "

"Sajiman. "

Panji meremang mendengar nama itu. Luka-luka di kulitnya terasa geli saat indranya mendengar nama bedebah sial tadi.

"Apa yang kau lakukan disini? Sena? "

"Disney Crew bubar Ji. Sajiman dibunuh dan semua dalam pelarian. Aku dan Tris berhasil menumpang kapal barang ke Jawa. Dengan upah tenaga tentunya. Sekarang utang kami lunas dan  Tris ingin melihat kampung halamanmu sekali saja. "

Panji cukup terkejut atas kehancuran Sajiman. Tetapi dilain sisi ia mensyukuri keparat itu menerima ganjaran bersama antek-anteknya. Entah siapa yang terlibat konspirasi dengan Sajiman, Panji tak peduli.

"Lalu bagaimana dengan yang lain? Gun? Khalis? "

Sena menggeleng lemah. Setelah ia tahu calon korbannya adalah rekan seperjuangannya, ia menurunkan pisau yang menjadi senjata begalnya. Ini semua hanya urusan perut dan nyawa.

"Kami terpisah. Tapi aku yakin mereka masih di Makasar. Panji, tahukah kamu? Tris sekarat! "

"Apa? " Tris. Gadis manis itu. Panji sama sekali tak ingat padanya. Sungguh memalukan sikapnya yang pelupa, padahal Trislah yang selalu ada untuknya saat ia rapuh, saat ia terlunta-lunta dengan status pelariannya. Mengingat Tris membuat Panji malu sendiri. "Dimana dia? "

"Ikut aku Ji! " ajak Sena.

Setelah Panji menutup kembali tokonya, ia mengikuti Sena. Melewati beberapa toko yang masih tutup, memasuki gang kecil dan disitulah, didepan emperan toko, seorang manusia teronggok dengan tubuh menggigil hebat. Tubuhnya kurus sekali. Selimut yang menghangatkan tubuh itu hanya dua lembar koran yang dibentang lebar-lebar. Bisa kabur kapan saja. Astaga, miris sekali nasib gadis ini. Membuat hati Panji terasa pedih.

"Tris! Trisni! " panggil Panji didekat wajah Tris.

Tris membuka matanya, terkejut mendengar suara yang didamba. "Kaukah itu Panji? Panji Seka si Pria Malang? " Tris sampai duduk walau tubuhnya terus menggigil.

"Ya. Adakah perubahan padaku sehingga kamu tidak mengenali? "

Senyuman lemah terbit di paras kuyu gadis itu. "Ya. Kau kehilangan ototmu sang maestro Wave. " Tris tertawa lemah. Diikuti dengan tawa renyah Panji. "Ternyata suara tawamu sungguh merdu Ji. Aku suka. " kata Trisni.

Perasaan Panji berkecamuk. Ia menyayangi Trisni sebagai saudarinya. Tak disangka ia selama ini memberikan harapan pada Trisni begitu besar. Itu karena dulu ia serakah ingin memiliki segala perasaan belas kasih padanya. Entah apapun motifnya. Bahkan niat busuk Sajiman ia terima begitu saja saking naifnya dirinya.

"Kamu harus ke dokter Tris! " perintah Panji.

"Mendekatlah Ji! " pinta Trisni dengan lemah. Panji ragu-ragu mendekat, namun ia urungkan juga. Jarak mereka kini sudah kurang dari setengah meter. Seperti inilah sikap Trisni, selalu frontal padanya. Begitu ia dalan jangkauan Trisni, gadis itu langsung memeluknga begitu saja. Mencari kehangatan dalam dada bidang Panji yang sekarang seakan berlompatan keluar.

"Trisnii.... "

"Sebentar. Aku sangat kedinginan. Sebentar saja aku minta hangatnya tubuh kamu. "

Untuk beberapa waktu mereka dalam posisi seperti itu. Sena beristirahat di samping toko yang lain.
Tiba-tiba sesuatu yang hangat menimpa wajah Trisni. Airmata.

"Kamu menangis lagi? Dasar cengeng! " ejek Trisni.

"Aku minta maaf. "

"Maafmu diterima. "

"Dengarlah Tris! " Panji melepas pelukan Trisni pelan. Untuk pertama kalinya Panji melepas dan menolak sentuhan Trisni. Ia akan bersikap tegas sekarang walau rasanya terlambat. Mata Trisni yang bagai boneka memperhatikan dengan seksama.

"Kita adalah individu yang berbeda. Dari orangtua yang berbeda. Tidak sedarah. Kita bukan mahrom Tris.  Kita dilarang berkontakan fisik, mata, dan lain-lain yang menjurus pada zina. Aku memang sudah melanggar dosa itu. Tapi aku tidak mau terjatuh dalam lubang yang sama denganmu. "

"Aku tahu. Aku mencintaimu Panji. Masih sangat mencintaimu..." lirih sekali Tris mengucapkannya. Gigilannya tak separah saat Panji baru tiba tadi.

Tris memang begitu. Selalu terbuka dengan perasaannya. Gadis yang menjadi teman dekat Panji itu benar-benar memiliki hati pada Panji. Tetapi tidak dalam hati Panji. Tidak ada Tris, tidak. Payah sekali ia tak mempunyai keberanian sekedar memantabkan perasaannya dan berkata pada Tris bahwa ia tak mencintainya. Bahwa Panji seka sudah menikah.

"Aku antar kamu ke Rumah Sakit ya? " tawar Panji. Ia melepas jaketnya dan memberikannya pada Trisni. "Badanmu panas sekali. " Panji mengecek kening Tris dan bara terasa disana. Ia menyenggol Sena yang malah ketiduran di emperan toko. "Sen!  Sena! "

"Hm?  " Sena menggeliat nikmat. "Sudah ya drama nya?  Padahal baru merem sebentar. Hoaaam.. " Sena menguap lebar.

"Drama apaan kampret! Ayo bantuin bawa Tris priksa ke dokter! Takutnya DB atau tipes lagi! " omel Panji.

"Iya iyaaa.. Sarapan dulu ya? "

"Astaghfirullooh.. Tris dulu Senaa! "

Sena hanya nyengir kuda. Dia memang sudah kelaparan akibat jarang makan. Makan?  Hanya sarana untuk bertahan hidup semata bagi orang-orang seperti Tris maupun Sena. "Ya elah. Ya udah yuk! "

🏥🏥🏥

Rumah Sakit Swasta Seger Waras berada di persimpangan tiga setelah berkendara selama lima menit menuju ke arah selatan dari pasar Tumpang. Tris dibawa langsung ke UGD untuk ditangani lebih lanjut. Rumah Sakit Swasta yang sudah banyak kepercayaan masyarakat di taruh disana pagi itu sudah ramai para penjenguk. Lahannya tak begitu luas, jadi RS SW hanya bisa menambah ketinggian gedung. Saat ini sudah  berdiri tiga lantai termasuk kamar-kamar inapnya.

Maaf Tris. Maafkan aku karena tidak bisa membalas perasaanmu. "batin Panji bergolak. Sudah pasti memikirkan kekecewaan Trisni nantinya. Ia tak bisa membalas perasaan Tris padanya.




Finally. Hati manusia begitu rapuh. Dan Tuhan Maha Segala yang dengan mudah membolak balikkan hati hambanya..
Selamat weekend..  🏔🤓





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top