Bab 36 - Qobiltunika

"Dan segala sesuatu Kami Ciptakan Berpasang – pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah."
(Az- Zariyat Ayat 49)

~Pangeran Hati~

***

"Cantik sekali anak papa," puji Syarif melihat bayangan Anza yang sebentar lagi selesai make up. Di belakangnya tampak 4 pager ayu asik berfoto, diantaranya ada Wanda.

Wajah Anza semakin indah dilihat ketika pemiliknya tersenyum. Make up yang tidak menghilangkan ciri khas gadis itu, karena hanya menutupi pori-pori. MUA pilihan anak semata wayang Syarif pandai memilih fondation yang sama dengan kulit aslinya. Tanpa dipoles bedak tebal wajahnya sudah seperti boneka kesayangan Felisia—berbie. Alisnya pun hanya ditebalkan, tidak dicukur. Sesungguhnya setan membuat manusia terangan-angan penampilan fisik yang sempurna hingga manusia tersebut lalai akan larangan Allah. Larangan bahwa Islam tidak boleh mencukur alis.

"Mirip mama gak, Pa?"

"Banget. Cuma cantikan kamu," Syarif tersenyum lalu meneruskan kalimatnya, "lakunya cepet mamamu. SMA aja udah papa lamar."

"Papa sih ngebet nikahin anak orang."

Syarif mengelak dengan alasan mulia. "Sebagai lelaki sejati, papa menghormati mamamu dengan menikahinya. Tidak seperti zaman sekarang, baru lamaran aja udah mintak antar jemput, panggil sayang-sayangan, pamer kemesraan. Mengerikan lagi sudah melakukan hubungan suami istri yang termasuk zina.

"Papa gak nyindir Anza kan?"

"Enggak. Anak papa tidak begitu. Paling cuma chatingan. Walaupun sebenarnya tidak boleh, tapi sudah terlanjur. Maka istghfarlah anakku. Allah tidak menyukai perbuatan dosa, tetapi tidak pernah membenci pendosa. Kalau dia mau tobat, kalau dia sadar perbuatannya salah, kalau malaikat belum menyabut nyawa."

Bulu kuduk Anza mendadak merinding. Dihari pernikahan malah membicarakan kematian.

"Jangan protes kalau papa malah bahas kematian. Hehe..."

Kemudian Syarif pamit ke depan, menemui keluarga yang datang dari luar kota. Begitu netra Anza tidak melihat punggung papanya kagi, MUA mengajaknya ke kamar ganti.

Anza keluar dari kamar ganti 8 menit kemudian. Wanda berteriak histeris melihat betapa indah gaun yang sahabatnya kenakan. Bahkan matanya sampai berkaca-kaca, tidak menyangka teman seperjuangan yang kerap galau gara-gara Iqbal sebentar lagi menjadi istri Iqbal.

"Masya allah Alanza kamu seperti ratu, sama kayak nama belakangmu."

Alih-alih berterima kasih, Anza malah mengejek Wanda. "Kalau kamu seperti ... Jomlo."

"Nah lo. Nah lo. Dilarang menghina jomlo fisabilillah nanti bisa kena azab." Wanda korban musim kata-kata yang sering ada di status WA orang. 'Karena bertanya saat presentasi, mayat mahasiswa hanyut di sungai' ada juga yang lebih kejam 'Mayat guru SMA tersambar petir, menyangjut di power point disebabkan memberi tugas ppt kepada nuridnya'.

Anza tidak setuju dengan bercandaan Wanda. Sama sekali tidak lucu. Kata-kata itu hidup sebagai doa. Dulu setiap ia berkata jelek, neneknya menasehati. "jangan berkata jelek, nanti kalau ada malaikat lewat terus dengan. Dikabulin gimana?" Gadis itu tidak tahu apa memang ada ayat quran atau hadis yang menjelaskan demikian. Namun ia percaya kalau kata-kata itu doa. Kalimat Wanda serta status di media sosial tidak patut dikatakan tepat sebagai bahan bercandaan.

"Kalau bercanda jangan ngawur!"

"Hehe... Maaf." Wanda menepuk bibirnya seraya mengucap istighfar. Menyadari kesalahan yang ia perbuat.

"Rasulullah tetap bercanda, tapi tidak pernah menyampaikan ucapan jelek dan kebohongan. Apalagi sampai menyebarkan aib demi lelucon," ceramahnya sebelum seluruh pagar ayu menuju lokasi akad nikah.

"Iya Ibu Alanza Danugraha."

Anza berdecak, bisa saja Wanda mengidanya. Kan dia malu. Meskipun bahagia sih.

A

kad nikah diadakan di masjid hotel yang berada di lantai tujuh, sedangkan walimah sendiri diselengarakan usai akad di lantai 3. Beberapa keluarga dan yang datang dari jauh diinapkan di kamar hotel.

Anak Syarif masih di kamar rias bersama MUA. Keduanya saling mengobrol banyak hal, tentang mbak-mbak MUA yang mengeluhkan berbagai penyakit, sampai rencana Anza setelah menikah.

"Jadi setelah menikah Mbak Anza tidak ikut suami ya?"

"Enggak, Mbak. Dia kan tiga bersaudara. Saya cuma satu. Kasihan papa kalau ditinggal. Alhamdulillah, calon suami saya itu pengertian sekali."

"Ganteng juga."

"Bisa aja mbak ini."

"Rencana mau punya berapa anak mbak?"

Ditanya begitu, Anza langsung tertawa ringan. "Sah aja belum, Mbak. Masak mau bayangin anak," jeda sebentar, "tapi dulu aku sering buat daftar nama untuk anakku kelak loh. Saat SMA juga pernah kumpul. Terus nanya 'kira-kira diantara kita siapa yang akan menikah dulu ya?' Waktu itu aku bilangnya 'aku harus yang pertama. Kalian gak boleh ngelangkahin aku.' eh, malah sekarang mereka udah pada gendong anak."

"Memang waktu tidak ada yang bisa menebah selain Allah, Mbak."

"Iya. Kebanyakan dari mereka kuliah komunikasi, sastra, dan ekonomi. Padahal jurusan IPA. Tahu sendirilah mbak kuliah kedokteran butuh banyak memakan umur, pikiran, juga tenaga. Dalam dunia kedokteran, tidak ada yang bisa dibanggakan.
Kami terus berkata di dalam hati, 'Bertahanlah! Karena kami diperlukan oleh mereka. Karena kamilah, terang dari hidup itu.
Agar ada kehidupan yang baru, dan melanjutkan kehidupan seseorang.
Sampai semua ini menjadi keahlian kita. Kenapa mau menjadi dokter?
Karena yang kami kejar adalah hal yang tidak kami inginkan untuk hilang." (Sebagian kalimat dikutip dalam video kedokteran di China)

Baru mulut Anza terkatup, ada pesan masuk dari dokter Syarif.

Papa
Rombongan pemelai pria udah masuk halaman hotel. Tenangkan hatimu, anakku.

Pesan Syarif bukan membuat jantung Anza bersikap normal malah semakin berdetak cepat seolah ia selesai lomba lari marathon. MUA bernama Vivi berusaha menenagkan hati Anza dengan melanjutkan cerita.

***

Sejak pukul 7 rombongan Iqbal sudah mempersiapkan semua dari rumah. Dua mobil pribadi dan satu mini bus membawa rombongan. Iqbal semobil dengan abi-umi, mobil tersebut dikendarai oleh Danu. Sedangkan mobil yang satunya dikendarai Alif. Dia membawa Aisya, kakak, dan nenek dari pihak Lukman, sebab kedua orang tua Aminah meninggal sejak dia kecil.

Selama perjalanan, Aminah tidak berhenti menceramahi Iqbal. "Bal, nanti kalau kamu sudah menikah Anza sama dengan umi. Kalau kamu menyakiti Anza sama halnya kamu menyakiti umi. Kamu memarahi Anza berarti kamu memarahi umi. Apalagi sampai mukul Anza, berarti kamu mukul umi. Wanita itu lembut, jangan terlalu disanjung, jangan pula diinjak-indak. Memang lumayan rumit membimbing wanita, tapi ingat lah kaum hawa setia mendoakan suaminya,"

"Surga Anza ada pada ridhomu. Selalu maafkan dia kalau punya salah, kalau kamu tidak memaafkan sama dengan menjeremuskan istrimu ke neraka."

"In shaa allah, Umi. Iqbal mohon doanya."

Lukman yang tadi diam, ikut membuka mulut. "Kalau Anza harus patuh sama kamu baru sama
Orangtua. Sedangkan kamu masih harus patuh sama orang tua, abi-umi juga dokter Syarif."

"Iya, Bi."

Iqbal tidak pernah mengira kalau menikah serumit itu. Dia kira hanya tidur bersama, pacaran, suap-suapan, seperti postingan yang memenuhi instagaram. Ternyata tidak juga. Dengarkan saja sekarang jantungnya sudah seperti bedug yang bertalu-talu.

Mobil memasuki halaman hotel, tangan Iqbal mendadak dingin. Dia tidak pernah habis pikir bagaimana para lelaki bisa menikah dua sampai empat kali. Baru mau menikah saya perasaannya campur aduk.

Dua orang dari pihak Anza mengarahkan jalan rombongan.

Sebelum naik lift, Iqbal pamit ke kamar mandi. Belum pernah ia segerogi ini.

"Umi, Iqbal ke kamar kecil dulu ya." dia lompat dari pintu lift yang sudah mau tertutup. Para rombongan tertawa menyaksikan sikap Iqbal.

Sebagian rombongan yang tidak sabar menunggu memilih menaiki tangga.

Di atas Alif menunggu adiknya. "Iqbal mana, Mi? Kok gak muncul-muncul?" tanyanya begitu menyadari semua rombongan sudah di lantai masjid.

"Kamu cari adikmu deh."

Alif mencari ke sana ke mari, namun tidak ia jumpai batang hidungnya. Bahkan ia sampai bertanya ke satpam hotel, tetap saja mereka tidak tahu. Alif semakin panik, tidak mungkin adiknya kabur. Ia menuju kamar pantau hotel yang berisi banyak monitor hasil pantauan CCTV.

"Kemungkinan dia lari lewat samping, karena CCTVnya rusak," kata pengawas hotel.

Cepat-cepat Alif menelepon Danu. "Dek, Iqbal menghilang. Jangan biarkan mereka panik! Biar Abang yang cari Iqbal."

***

Alhamdulillah bisa update
Vote komen masih saya tunggu. Kalau kalian komen, aku bacanya sampe ketawa ketiwi. Suka ditanya ibu. "Kenapa ketawa?"

Bacaan ini bukan bacaan utama. Karena yang utama adalah Al-Qur'an.

Mel~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top