Bab 30 - IqZa Engagment
Ketika kau mencintai yang bijaksana, puncaknya ada pada Allah sang Maha Bijaksana. Kalau kau mencintai yang baik, puncaknya juga pada Allah sang Maha Baik. Maka dari itu, cintamu pada apapun sudah seharusnya menuju kepada Allah.
***
Lukman mondar mandir di ruang tamu. Acara sudah disepakati keluarga pukul delapan malam. Nyatanya ngaret dikarenakan calon pemelai pria tak kunjung datang. Danu dan Alif bertatapan, saling meminta satu sama lain bergerak menenagkan hati abinya. Namun berakhir tetap duduk diam, tidak ada yang berani.
Aisya yang diketahui sedang hamil muda mendesah pelan. Payah kedua lelaki itu. Memang bagus takut dengan orang tua, tetapi dalam prihal kebaikan tidak ada salahnya mengingatkan. Aisya berdiri, mendekati sang mertua. Mengandalkan kakak beradik itu tidak akan usai.
"Abi, duduk dulu saja. Atas izin Allah, Iqbal akan datang. Aisya mengenal baik Iqbal. Dia bukan model lelaki yang tidak bertanggung jawab akan keputusannya."
Menyimak tuturan membuat hati Alif tetasa panas. Tidak bisa dilupakan kalau Iqbal pernah dekat dengan istrinya. Meskipun Aisya memilihnya, kenapa tetap sakit mengingat masa silam?
Lukman akhirnya mengikuti saran wanita bergamis coklat itu. Ia kembali duduk, meski begitu kakinya mengetuk-ngetuk lantai tak berirama.
Aminah datang dari belakang bersama Emi—salah satu santrinya. Keduanya membawa parsel berisi bingkisan. "Tolong kamu bawa yang lain ya, Em," pintanya.
Emi bolak balik mengambil parsel seperangkat alat salat, buah-buahan, alat make up, barang ke pesta, perlengkapan mandi, dan kotak berisi sepasang cincin dan uang tunai. Terakhir Emi membawa bingkai berisi uang yang ditata apik berbentuk masjid, pasti hanya uang palsu sebagai simbol.
"Adikmu belum bisa dihubungi?" bisik Aminah kepada Alif.
Alif menunjukan layar ponsel. "Chatnya centang satu, teleponnya tidak aktif."
"Astghfiruallahal adzim," Ia beristghfar. "Apa Iqbal ingin membatalkan lamaran ini?"
"Alif kurang tahu, Umi. Memang sepatutnya kita tidak memaksakan Iqbal." Alif menyuarakan pendapat. Langsung saja dibantah Lukman.
"Tidak ada yang memaksa. Dia mengiyakan! Awas saja kalau sampai tidak pulang. Tidak akan aku biayai administrasi kuliah," ancam Lukman.
Aminah mengusap punggung sang suami lembut. "Kalau sedang marah, tahan diri. Usahakan tidak mengatakan keburukan anak."
Banyak diluar sana orangtua memarahi anaknya dengan kalimat kasar. Anak kurang ajar, anak tidak pernah membaggakan orangtua, kurang ajar, tidak punya sopan santun, dan lain sebagainya. Ternyata kata-kata hidup. Bisa menjadi doa yang nyata. Anak bukan menjadi lebih baik malah semakin buruk karena kalimat yang keluar tanpa maksud mendoakan. Sudah sepatutnya orangtua memperbaiki cara mendidik anak-anaknya supaya menjadi anak yang shaleh-shalehah.
Mendapat wejangan dari sang istri Lukman terus beristghfar. Semantara di tempat Iqbal berada, lelaki itu masih terjebak macet yang disebabkan kecelakaan truk menghantam bus. Bukan karena macet, tetapi Iqbal juga telat berangkat. Lelaki itu hendak menghubungi salah satu anggota keluarga supaya tidak menimbulkan kekhawatiran, tetapi batrainya low bat.
Ia mencari charger di dashboard. Diingatnya Arsa meminjam barang tersebut. Sungguh kebiasaan buruk, meminjam tidak segera di kembalikan di tempat semula. Tidak ada yang bisa Iqbal lakukan selain pasrah. Pikiran yang tidak karuhan harus segera pergi supaya fokus menyetir.
Rencananya Iqbal akan membicarakan masa lalu Syanum kepada Syarif. Masa lampau yang juga membuat Syarif kesulitan mengumpulkan setiap puzzle. Dan ternyata pazzle itu terangkum pada kepribadian Anum. Anum bilang, datang tidak lama. Hanya ingin meluruskan kenangan masa kecil Syanum, karena ia mendukung kepribadian asli segera pulih. Satu permintaan Anum yang tidak bisa Iqbal tepati adalah ... menikah dengan Syanum. Tentu saja ia tidak kuasa menyakiti Anza. Menyakiti Anza sama saja mengoyak batin keluarga.
Semua ini diluar kendalinya. Dia merasa hanya lelaki biasa yang ingin memuliakan wanita melalui hubungan pernikahan. Nyatanya sebagian kaum hawa memandang Iqbal sempurna. Sebenernya tidak. Hanya Allah yang sempurna. Iqbal takut balon, tidak suka olahraga, masih malas malasan mengaji, belum istiqomah salat malam, dan masih banyak lagi. Rasanya ia lebih mudah menulis kekurangan ketimbang kelebihan.
Ada sisi lain Iqbal yang berkata. Apa patut membicarakan Syanum ditengah-tengah acara lamaran? Namun Iqbal mengajukan argumen yang kuat. Semakin menunda, semakin memperbesar masalah. Kian rumit alur ceritanya.
Mobil Iqbal mampu melaju 60KM/jam setelah melewati titik kecelakaan. Hati Iqbal tersentil, ulung hatinya nyeri melihat darah tercecer di jalanan dan roda truk, meskipun sudah biasa melihat pemandangan itu tetap saja ia tidak tega. Iqbal ingat ketika koas ia menolong korban kecelakaan. Walaupun berbagai cara telah tim medis lakukan, kuasa ada di tangan Allah. Korban tersebut meninggalkan seorang istri dan empat anaknya yang masih balita. Umur tidak ada yang tahu. Tugas manusia hanya menyiapkan dijemput malaikat maut.
***
Dada manusia tidak dapat diselam. Wajah Anza yang dibalut make up tipis tetap tersenyum kepada Syarif. Namun ia tahu kalau anaknya sedang kalang kabut. Sudah pukul sepuluh, pihak keluarga Iqbal tidak segera datang juga tidak menghubungi. Mula-mula Syarif ingin menelepon, tapi dilarang Anza.
Ruangan yang didekorasi penuh bunga itu sepi. Bahkan makanan yang tertata memanjang di atas meja mulai dingin. Beberapa sanak saudara sudah berkata yang tidak-tidak, membuat hati Anza semakin teriris.
Ternyata menunggu ketidakpastian bukan sesuatu yang mudah.
"Biar Papa telepon."
Anza memegang tangan Syarif. "Lima belas menit lagi. Kalau mereka tidak datang Papa boleh menelepon."
"Ok." Syarif memandang putrinya nanar. Pakaian serba coklat tua membalut tubuhnya. Harusnya malam ini waktu indah dalan hidup Anza, bukan waktu yang terasa berat.
"Anza, mana calon suamimu?" tanya budhe.
"Mungkin masih di jalan, Budhe."
"Dia pasti datang, kan?" Si Budhe tidak juga pergi. Masih saja duduk di samping Anza, padahal pertanyaannya itu semakin memperkeruh pikiran Anza. "Kalau sudah tahu acara jam delapan. Seharusnya bisa memperkirakan dari sana jam tujuh. Ini udah telat 2 jam. Niat enggak mau ngelamar. Dandanan budhe udah mau luntur nih."
"Kalau budhe capak, pulang aja gpp," tegasnya membuat mulut perempuan berusia hampir setengah abad itu terkunci.
Hampir semua kenangan dengan Iqbal berputar dibayangan Anza. Bagaimana kakinya terkilir melihat Iqbal bersama Syanum, kalimat telepon kemarin sore, suara muratal Iqbal di kampus sebelum salat Jumat. Seperti kaset yang disetel ulang.
Saat dihampiri perasaan tidak pasti, Allah lah sebaik-baik tempat pemberi kepastian. Anza memasrahkan diri kepada Allah. Mau dibawa alur cintanya, yang penting terbaik menurut Allah.
Syarif mengenggam tangan anak semata wayangnya. "Apa perlu papa batalkan saja pernikahan ini? Mereka sudah menjatuhkan derajat keluarga kita."
"Papa." Hanya panggilan itu yang Anza ucapkan. Ia meminta sang papa tenang serta tidak gegabah. Tidak baik memutuskan sebuah pilihan ketika dibakar api emosi.
Tangan kanan Anza berada di atas tangan Syarif. "Kan ada Allah. Kita pasrah saja, Pa. Iqbal "
Dari pintu, muncul dokter Hanan menggendong bayi berusia enam bulan. Ia datang mendapatkan undangan dari Syarif. Dikiranya acara sudah selesa ternyata belum dimulai. Hanan hanya bisa memandang dari jauh anak dokter Syarif. Gadis tersebut tetap tersenyum manis, lantas pandangan Hanan beralif kepada sang buah hati karena Anza mempergoki.
Tepat dugaan Anza, lima belas menit kemudian dua mobil terparkir di depan rumah. Iqbal memakai batik berjalan di belakang kedua orangtuanya. Jantung Anza langsung berlompat-lompat kegirangan, ia takut jantung itu keluar dari dada. Tamu undangan bernapas lega melihat kehadiran keluarga yang ditunggu lama.
Beberapa menerima bingkisan, meletakan pada meja yang telah disiapkan. Di tengah ada dua kursi yang dibatasi dengan meja. Anza duduk dengan Syarif. Di depannya Iqbal duduk diantara Lukman dan Aminah.
Pembawa acara membuka acara dengan salam dan bacaan bismillah. Ada tilawah Quran yang dibacakan Danu.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala yang selalu melimpahkan rahmat hidayah serta nikmat-Nya untuk kita semua, sehingga kita dapat berkumpul pada malam hari ini dalam acara lamaran saudara Iqbal dengan saudari Anza. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada nabi Agung Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang senantiasa kita nanti-nantikan syafaatnya."
Anza memainkan jari abstrak. Tubuhnya semakin panas dingin ketika tiba waktunya Iqbal memegang mikrofon. "Bismillahirrohmanirrohim dengan menyebut asma Allah yang Maha Pengasih lagi maha penyayang. Saya Iqbal Nugraha selaku anak dari bapak Lukman dan Ibu Aminah datang kemari hendak mengkhitbah atau melamar putri semata wayang Prof Syarif Alanza Quianne. Saya menyadari saya masih begitu banyak kekurangan. Namun saya akan berusaha dengan doa dan usaha untuk membahagiakan serta memuliakan Putri Anda semampu saya. Oleh karena itu, saya ingin mengikatnya dalam sebuah ikatan halal yang diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta'ala yaitu pernikahan."
Sanak saudara Anza dikagumkan dengan kata-kata Iqbal yang terdengar tulus. Keduanya tampak serasi. Tidak terlihat kalau terpaut umur. Kedewasaan Iqbal tidak perlu dipertanyakan.
Pembawa acara memberikan makrofon kepada Syarif. Lelaki itu mengucapkan rasa syukur dan terima kasih. Hingga tiba acara Anza harus menjawab kalimat Iqbal.
"Bismillahirohmanirohim. Dengan mengharap ridho Allah SWT, saya alanza Putri Bapak Syarief dan ibu Rahmawati Insya Allah menerima khitbahan atau lamaran dari saudara Iqbal Danugraha."
Kalimat tahmid mengema keseluruh ruangan. Iqbal dipakaikan cincin perak oleh uminya. Bergantian Anza dipasangkan di jari manis sebelah kanan. Bentuk cincin keduanya sama, tetapi cincin Anza terbuat dari emas putih dilapisi berlian.
Usai acara berfoto, seluruh anggota keluarga kedua belah pihak menikmati hidangan. Anza dan Iqbal duduk tidak terlalu jauh, melambai ke kamera.
***
Mau tanya.
Tim IqSya ada yang kebakaran jenggot atau apa gitu gak?
Oh ya mau minta tolong nih buat pembaca online maupun offline, tolong buka dari bab satu, cek bagian kiri bawah. Apakah sudah vote? Kalau belum klik tombol bintanya ya hehe... Buat feedback aja.
Satu lagi. Cerita ini bermanfaat enggak sih buat kalian?
Sekian. Bocoran bab selanjutnya adalah bagian Syanum. Yang penasaran jangan lupa vote dari bab awal hehehe...
Mel~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top