Bab 27 - Bakti Sosial
Kalau saja aku diberikan pilihan untuk tidak mencintaimu, akan kupilih itu. Sayangnya Dia tidak memberikan pilihan selain aku harus mencintaimu.
~Pangeran Hati~
***
Anetta
Assalamualaikum, Iqbal. Sudah salat dhuha belum?
Membaca pesan dari kakak Syanum membuat Iqbal memicingkan mata. Dia melihat masih pukul enam, matahari belum nampak sempurna. Kelihatan sekali kalau dia sok-sokan padahal tidak mengerti tentang salat dhuha.
Iqbal
Wa'alaikumsalam. Belum, kamu sudah?
Anetta
Alhamdulillah sudah. Kamu jangan lupa salat dhuha ya.
Lelaki berambut lurus itu terkekeh dalam hati, jelas sekali kalau gadis itu mengarang hukum. Kalau pandai mengarang kenapa tidak mau jadi penulis novel saja? Ah, rasanya tidak pantas. Menulis novel bukan untuk para pembohong, karena mereka membuat kisah untuk memberi pesan moral. Berharap dengan pembaca ceritanya termotivasi. Lagipula menulis tidak sebatas menulis selesai. Para penulis itu akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Bisa jadi dosa jariyah juga pahala jariyah. Menulis apapun punya risiko. Penulis keagamaan, kalau sampai salah hukumnya juga dosa besar. Menulis selain kegamaan sama saja.
Iqbal
Tenang saja. Nanti juga diingatkan calon istriku.
Iqbal sengaja mematahkan harapan Anetta. Malas merespon manis jika hanya dianggap memberi harapan, padahal kelembutannya kepada wanita wujud memuliakan.
Anetta
Kamu udah punya calon istri? Padahal aku pengen punya suami kayak kamu loh. Soalnya baru kali ini aku dilindungi cowok.
Iqbal
Maaf ya. Cukup sampai sini saja. Aku tidak ingin mengecewakan calon istri.
Iqbal keluar dari aplikasi chat, lalu membalas pesan Anza. Dilihatnya Arsa sudah bersiap olahraga.
"Ikutan gak?"
Iqbal hanya menjawab dengan gelengan kepala.
Pagi ini dia harus bersiap ke kelurahan. Ada kegiatan pemeriksaan warga desa. Ia juga mengajak calon mertua berpartisipasi setelah mengobrokan kepergian Feli. Syarif merasa, ia tidak bisa menjauhkan Iqbal dari Syanum. Iqbal menjadi perantara kesembuhan pasiennya. Dapat diperhatikan kalau semua kepribadian Syanum sangat welcome dengan lelaki itu.
Mengingat keadaan Syanum meningkat pesat, Syarif meminta izin mengajak Syanum berintraksi di acara bakti sosial supaya tidak gagap bersosialisasi. Rencana Syarif bisa dibilang sukses karena anak kedua Satoto membantu mengarahkan warga yang tidak paham urutan antre. Warga yang tahu Syanum anak Satoto pun senang akan kehadiran gadis tersebut. Mereka mengira Syanum membantu ayahnya berkampanye.
***
Diluar perkiraan, Iqbal pikir acara selesai pukul tiga sore, ternyata salah. Pengurus desa mengajak warga bekerja bakti membuat panggung kecil di samping kantor kelurahan sebagai wujud ucapan terima kasih warga terhadap Arsa dan Iqbal. Arsa bahkan sampai menangis haru saat Hifza ikut berpartisi sebagai MC. Begitu besarkah cinta Hifza kepadanya? tapi Hifza wanita super aneh bagi Arsa, kalau memang cinta dia mecampakan begitu saja. Tidak pernah lagi menyapa atau mencuri pandang seperti gadis normal lainnya.
Pak Lurah duduk bersebelahan dengan Iqbal. Empat anak berusia 7 tahun menari seirama dengan lagu Lir-Ilir. "Nak Iqbal, tahu arti lagu Lir-Ilir?"
"Tidak tahu, Pak. Bapak saya asli Semarang, tetapi dia kurang paham budaya Jawa. Ibu saya orang Sunda yang lahir dan besar di ibukota negara, jadi saya ini tidak begitu paham budaya keduanya. Hanya belajar budaya betawi saat duduk di bangku sekolah."
Pak Lurah mengangguk sebagai simbol mengerti. "Lir ilir, lagu ciptaan salah satu wali songo, yaitu Sunan Kalijaga. Lir ilir dari kata klilir yang artinya bangun. Umat Islam harus bangun dari keterpurukan, kemalasan, keburukan. Kalau kita bisa melewati itu kita mendapatkan kebahagiaan seperti sepasang pengantin baru. Hal ini terdapat dalam bait pertama lagu. liriknya tandure wus sumilir tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar,"
"lalu ada lirik cah angon, dalam bahasa Indonesia berarti pengembala. Kita sebagai manusia adalah pengembala hati kita masing-masing dari hawa nafsu. Penekno blimbing kui, si pengembali diminta memanjar pohon belimbing. Buah belimbing memiliki 5 sudut yang menyimbolkan syahadat, salat, puasa, zakat, haji, 5 rukun Islam. Lunyu-lunyu penekno, walaupun licin tetap memanjatlah. Memenuhi 5 rukun Islam itu memang tidak bisa dibilang mudah, tapi harus tetap dilakukan kanggo basuh dodot iro atau membersihkan diri dari dosa,"
"Lirik selanjutnya jika diringkas seperti ini, badan yang banyak dosa harus dibersihkan untuk menghadapi kematian. Selama masih sehat dan hidup, kita harus membersihkan diri dari dosa serta beramal baik. Diakhiri dengan lirik sorak o iyo. Mumpung dikasih kesempatan bernapas, kalau dinasehati hendaklah mengucapkan iyo dalam bahasa persatuan berarti iya, harus mengiyakan," jelas pak lurah panjang lebar.
Tidak ada respon lain selain kagum. Betapa hebat orang terdahulu menciptakan lagu. Sarat akan makna berisi nasehat. Bukan di era mutahkir yang kebanggakan lagu berisi kemellowan sepasang kekasih yang merasakan cinta lawan jenis. Padahal cinta itu universal. Bisa juga cinta seorang ulama kepada masyarakat sekitar sama halnya dengan Sunan Kalijaga. Syukur sekarang mulai muncul grup shalawat yang bertindak sesuai urutan zaman tanpa menghilangkan unsur Islam.
"Kalau kamu pandai memainkan gitar kenapa tidak coba membuat lagu?"
"Saya takut dihujat warga net, Pak. Karena mereka sering saling mencipir, tanpa mengetahui dalilnya. Beberapa modal baca di internet, tapi sukanya menghakimi."
"Kalau setahu bapak, musik yang haram itu yang mengeraskan hati. Bukannya mengingatkan kepada Allah, namun justru sebaliknya. Lakukan apa yang menurutmu benar."
Iqbal menyenggukkan kepala. Iqbal menyapu sekeliling panggung serta penonton. Warga sangat antusias, bahkan ada yang duduk beralaskan sandal jepit demi menyaksikan seni pentas dadakan. Tentu saja, empat anak yang tadi menari adalah sekelompok anak yang kemarin tampil acara tujuhbelasan. Aroma wedang ronde yang mangkal tidak jauh dari lokasi begitu menyengat, membuat Iqbal berencana pergi ke sana. Kemudian mata Iqbal tidak sengaja mendapati Syanum tengah mencuri pandang kepadanya. Ia tidak memikir berat, pasti hanya kebetulan.
Tiba-tiba seorang bocah seusia anak TK berlari menuju pak Lurah. Iqbal yang kembali memandang depan tersentak sampai-sampai kakinya menaiki kursi. Ia jongkok di atas kursi dengan kepala ditenggelamkan pada kedua kaki yang menekuk. Balon si anak terjatuh di bawah persis kursi Iqbal.
Beberapa warga yang duduk di belakang kursi Iqbal refeleks ikut-ikutan. Warga mengira ada hewan berbahaya semacam ular.
"Kenapa?" tanya Pak Lurah sambil mengambilkan balon ponakannya yang jatuh.
"Pak tolong jauhkan balon itu dari saya."
"Owalah takut balon to. Mbok bilang."
Syanum yang baru tahu Iqbal takut balon sempat melenggong. Lalu bibi menceritakan kejadian hari ulang tahun Iqbal. Maklum saja waktu itu Feli mengantikan posisi Syanum. Kepergian Feli sudah disampaikan dokter Syarif kepadanya.
Hifza kembali mengalihkan pembicaraan supaya warga fokus lagi ke panggung. Ia memanggil Iqbal, Arsa, dan Syanum untuk menyanyikan sebuah lagu. Awalnya mereka menolah, tapi terpatahkan oleh puluhan warga yang menyorakan kata maju.
"Sebelumnya mohon maaf jika saya tidak begitu bagus dalam menyanyikannya, karena saya bukan menyanyi," ucap Syanum.
Syarif tersenyum melihat kepercayaan diri Syanum. Siapa sangka orang yang terkurung dalam istana keluar dengan kepala tagap dan mata penuh pancaran optimisme. Arsa memainkan tajon, semantara Iqbal memainkan gitar. Semua sangat terhibur dengan penampilan ketiganya.
"Gak mau pulang, maunya dinyanyiin. Gak mau pulang, maunya dinyanyiin," seru warga kompak dengan kalimat yang sama.
Alhasil mereka memainkan satu lagu lagi. Atas ulah Hifza, Syanum dan Iqbal berduet menyanyikan lagu Waktu yang Salah. Sebelumnya Syanum berkilah tidak hapal lirik, tapi dapat terselesaikan dengan Hifza yang memberikan ponsel menampilkan lirik lagu. Di bawah panggung ada seseorang berpakaian gelap memvideo ketiganya. Dengan keahliannya, ia bisa melihatkan seolah Syanum dan Iqbal yang ada di sana. Rencananya ia akan sebarkan itu di media, untuk apa lagi kalau bukan mendulang suara rakyat.
Syarif sengaja tidak memberitahu putrinya, takut gadis itu bersedih. Tidak perlu diambil serius, toh hanya hiburan semata. Tidak ada yang perlu dikawatirkan. Sedangkan banyak warga memuji keduanya memiliki kemistri yang baik, maaf Arsa tidak termasuk. Di sini Arsa hanya obat nyamuk.
***
Gimana duet nyanyinya? Nyanyi aja bagus gimana kalau duet berumah tangga. Aseek
Jangan lupa perbanyak dzikir
Mel~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top