Bab 26 - Selamat Tinggal Feli

Semua yang ada di dunia itu ujian. Yang dipuji ujian, yang direndahkan pun ujian.

~Pangeran Hati~

***

Darah Iqbal mulai mendidih mengingat Arsa tidak kembali padahal Puskesmas sudah mau tutup. Setelah Arsa pergi, pasien membludak. Masyarakat Desa Gua mulai percaya dengan medis, dahulu di sini apa-apa berhubungan dengan sihir. Anak panas saja langsung disemburkan ke sesepuh desa atau dukun. Seiring berjalannya waktu, adanya sosialisasi serta pendekatan secara psikis, pikiran mereka berkembang. Tanpa meninggalkan mitos. Seperti tidak boleh makan di depan pintu, anak perempuan kalau menyapu harus bersih kalau tidak suaminya akan, berewokan, dan lain sebagainya.

Kalau Iqbal tidak baik hati, Arsa sudah ia laporkan pihak kampus. Tidak mengerjakan tugas dengan baik. Sayang dia tidak setega itu. Iqbal berusaha beprasangka baik kalau Arsa menghindari Hifza untuk menjaga mata dari zina. Kalau sudah berbaik sangka, amarahnya bisa mereda. Lagian berburuk sangka hanya akan mengerogoti hatinya.

Di perjalanan Iqbal berpapasan dengan Pak Lurah. Mereka membicarakan rencana donor darah massal dan pemeriksaan gratis. Kata Pak Lurah sebelum acara itu akan ada selamatan—kebiasaan masyarakat Jawa sebagai bentuk rasa syukur. Pak Lurah juga menjelaskan kalau syukuran adalah acara doa bersama diakhiri dengan makan bersama dalam satu tempat biasanya daun pisang yang ditata memanjang.

"Jijik tidak makan bersama?"

"Tidak, Pak. Sejak kuliah di Kedokteran saya diajarkan jiwa korsa." Iqbal ingat masa koas, ketika jaga malam biasanya ia makan bersama-sama. Setelah otopsi mayat saja ia makan, meskipun baunya masih terbawa. Busuk tong sampah menjadi parfum seorang dokter yang selesai mengotopsi mayat.

Rasanya mengingat mayat manusia itu paling busuk tidak ada alasan tidak sudi makan dalam wadah yang sama. Nyatanya dengan begitu merekatkan hubungan persaudara antar masyarakat, ada rasa memiliki, dan berbagi. Apapun lauk, mau enak atau hambar semua merasakan bersama. Lagi pula Rosulullah mengajarkan kaumnya untuk sudi terhadap makanan. Terbukti dari hadist beliau. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Apabila suapan makanan salah seorang di antara kalian jatuh, ambilah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkan suapan tersebut dimakan setan. (HR. Muslim no. 2033)

"Kata Dokter Arsa, Dokter Iqbal bisa bernyanyi dan memainkan alat musik. Boleh banget Dokter menghibur warga."

"Suara saya pas-pasan, Pak. Lagian cuma bisa main gitar." Iqbal merendah. Ia ingat nasehat sang umi, ketika ia dipuji sebenarnya sedang diuji.

"Sudah gpp. Mau shalawatan juga bagus." Pak Lurah menepuk bahu Iqbal lantas pamit undur diri karena ditunggu istri di kebun.

***

Dokter Syarif mulai sore ini menginap di salah satu kamar vila. Ia meminta cuti rumah sakit tempatnya bertugas, sementara kampus ia serahkan kepada asisten. Terget satu bulan membantu penyembuhan Syanum lebih intensif. Sebelum hari pernikahan Iqbal dan Anza, Syanum harus sembuh. Kalau tidak semuanya bisa berantakan.

Dari info yang Syarif dapat dari bibi, Satoto memang pernah mempunyai istri simpanan, tetapi keberadaannya sudah tidak ketahui. Bibi menduga istri simpanan itu dibunuh oleh Margaretta. Tentang siapa anak kandung Margaretta, Bibi menduga hanya Anetta. Berdasar teori senetron, anak yang disakiti hanya anak tiri. Sebenarnya Syarif meminta fakta sebenarnya kepada Satoto maupun Margaretta. Keduanya hanya mengatakan kalau itu berita bohong yang disebarkan oleh partai lawan.

Berita istri simpanan Satoto yang sempat jadi trending topic pun hilang bagitu saja. Fokus masyarat maupun netizen beralih salah satu calon DPR RI yang mati bunuh diri.

Sambil berkirim pesan kepada sang anak, Syarif mengamati Syanum yang tengah yoga di pendopo belakang rumah. Saat video istruktur berhenti, Syanum tiba-tiba loncat girang seperti anak kecil. Pria itu tahu kalau Feli muncul. Dengan tenang Syarif mengajak Feli bermain boneka barbie sambil mengajaknya bicara panjang lebar. Waktu emas untuk menerapi Syanum juga ketika kepribadian lainnya muncul.

"Feli kamu tahu gak sih kalau Kak Syanum itu strong women banget."

"Strong women apa?" tanyanya polos.

"Wanita kuat," terang Syarif sambil menunjukan otot lengan seperti gaya hendak lomba engkol. "Dia dikucilkan tapi masih bisa bertahan. Dokter juga percaya sama Feli, jadi Feli tidak perlu menganggap rumit semuanya."

"Feli tahu kok. Malam ini Feli mau ketemu dokter Iqbal, Dokter bisa mengantarkan?"

Alih-alih menjawab, Syarif malah diam membisu seolah ada yang dipikirkan.

"Dokter, boleh kan?"

Syarif harus memastikan apa yang akan dilakukan Feli. "Memangnya Feli mau apa? Minga cokelat?"

"Dokter gak tahu kalau nanti malam Dokter Iqbal ulang tahun?"

Kepala lelaki itu menggeleng pelan. "Feli tahu dari mana?"

Feli cekikiran mirip kartun anak, mengemaskan. "Feli pernah lihat di dairy Kak Syanum. Sini Feli bisikin, Dok." Feli melambaikan empat jari supaya mendekat (kalau jata orang Jawa ngawe-ngawe). Tidak ingin banyak orang tahu.

Setelah lumayan dekat, Feli mebisikan suatu rahasia yang Syarif sudah tahu. "Kak Syanum suka sama Dokter Iqbal." Feli menjauh lagi dan mengeraskan suaranya. "Maka dari itu Feli mau memberi surprise sebagai wujud rasa yang Kak Syanum gak bisa ungkapkan. Kak Syanum itu takut kalau Dokter Iqbal tidak mencintainya, karena dia hanya gadis penyakitan. Tidak normal."

Dahi Syarif mengerut heran, sejak kapan kepribadian satu tahu sama lainnya. "Kok kamu bisa tahu, Fel?"

Feli tersengum menunjukan kebanggan pada diri sendiri. "Feli kan bisa baca dairy Kak Syanum."

"Jadi, boleh ya Dok Feli ketemu dokter ganteng?"

"Baiklah." Syarif membuang napas kasar.

Pukul 11 malam Arsa, Feli, Syarif, Bibi meluncurkan aksinya. Meskipun flu, Arsa membantu menyiapkan menata balon untuk memberikan kejutan Iqbal. Ini semua ide Feli. Begitu tahu hari ini Iqbal ulang tahun, Syarif menghubungi anaknya. Namun belum ada balasan.

Iqbal sedang berkunjung ke rumah Pak Lurah untuk mematangkan konsep bakti sosial. Ia mengajak Arsa, tetapi Arsa malas-malasan. Daripada menjagakan Arsa, Iqbal berangkat sendiri. Toh acara itu untuk memperingati dua bulan mereka bertugas di sana, dua bulan lagi kedua kembali ke kota untuk meneruskan housemansip atau lebih dikenal internship di rumah sakit. Iqbal mengumpulkan BBH (Bantuan Biaya Hidup) dari pemerintah untuk dipakai dalam acara ini. Sedangkan Arsa belum terbuka hatinya, ia hanya menyisihkan untuk berdonasi. Sayang kalau BBH internship dari pemerintah harus disumbangkan semua.

Suara motor yang dikendarai Iqbal berhasil membuat mereka cepat memposisikan diri.

Ketika Iqbal membuka pintu ia berteriak sangat keras. Arsa yang khawatir tetangga terganggu, langsung membungkam mulut teman seperjuangannya. Lelaki itu semakin terkejut karena Iqbal malah memeluknya urat.

Feli, Bibi, dan Syarif berhenti menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun. Heran menyaksikan Iqbal.

"Gue tahu ini mengharukan, tapi gak perlu peluk-peluk gue segala!"

"Sumpah ini gak lucu."

"Eh Dokter Iqbal dikasih kejutan kok gak menghargai, gak boleh kayak gitu," nasehat Bibi.

"Bukan itu." Iqbal diam, masih memeluk Arsa. "Saya takut balon."

Semua langsung berpandangan.

"Buang dari sini, tolong," pinta Iqbal dengan nada memohon. Secepat yang mereka bisa, balon balon langsung dibawa keluar. Kesimpulan dari surprise malam ini adalah gagal. Meskipun gagal Iqbal tetap berterima kasih. Ia sampai lupa kalau ulang tahun. Di keluarganya tidak pernah merayakan hari ulang tahun, oleh karenanya ia menggangap tidak ada semacam ini. Meski begitu masih ada orang terdekat selalu memberi ucapan selamat. Seperti teman media sosial maupun teman kuliah.

Usai makan-makan, Feli mengajak Iqbal berbicara hanya berdua. Awalnya Iqbal keberatan, tetapi Syarif memaksanya. Ia akan mengawasi supaya tidak merasa hanya berdua.

"Feli baru tahu loh kalau dokter Iqbal takut balon haha."

"Iya. Sejak kecil juga begitu. Suara balon meletus sangat menakutkan." Tidak ingin berlama-lama, Iqbal bertanya to the point. "Katanya mau ngomong, ngomong apa Feli?"

Kepala Feli menunduk, ia mengerakan jari jemari abstrak. Selang waktu kemudian, ia membuka mulut. "Feli mau pamit. Feli harus pergi dari kepribadian Kak Syanum. Sekarang Kak Syanum tidak butuh memecah diri."

Ada rasa haru menelusup relung hati Iqbal. "Kamu tidak pergi Feli, kamu tidak mati juga, tetapi kamu ada didiri Syanum. Kalian satu kesatuan."

Feli tersenyum miris. Iqbal maupun Feli diam, dua-duanya tidak mengucapkan sepatah kata pun. Malam semakin terasa dingin, Feli semakin mengeratkan jaketnya. Perpisahan terasanya nyata, bukan ilusi. Jujur Iqbal juga merasa sedih, Feli sosok yang mengemaskan. Namun inilah jalan seharusnya. Mungkin ia akan temui karakter Feli ada didiri Syanum. Supaya gadis itu tidak sedih berketerusan.

"Kado dari Feli hanya boneka berbie. Kalau mau dikasih ke cewek yang dokter suka juga boleh." Feli memberikan boneka kesukaannya. Ia berharap Iqbal memberikan boneka itu kepada Syanum.

Senyum kedunya mengembang.

***

Mohon maaf kemarin tidak update. Kalian udah tanya? Sama siapa?

Kalian pengen Pangeran Hati berapa part?

Jangan lupa menunaikan kewajiban
Mel~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top