TAMU SPESIAL
Sepasang mata tajam namun meneduhkan menangkap sosok wanita bertubuh mungil dan kurus. Dia terus memerhatikannya, wanita yang diperhatikan tidak menyadari. Dia malah sibuk berjalan masuk melewati pintu pesawat. Seulas senyum tersungging di bibir merahnya.
"Kapten Mega," panggil rekannya.
"Iya, Kap," sahut Mega menoleh.
"Sedang apa?" tanya Zainul kopilot yang akan bertugas bersamanya.
"Nggak ada," jawabnya langsung merangkul Zainul mengajaknya naik ke pesawat.
Satu bulan berlalu setelah kepergian Dinda dan Aliandra. Mega sudah dapat melanjutkan hidupnya, menjalani hari-hari seperti biasa dan disibukkan dengan penerbangan domestik maupun ke luar negeri. Tapi tidak untuk Ilyana, dia masih bersedih dan sikapnya berubah. Tidak ada lagi senyum dan tawa ceria seperti dulu. Ilyana wanita yang pemberani dan nekad sekarang berubah menjadi sosok pendiam dan murung. Hari-harinya meskipun sibuk bekerja tapi ingatannya masih terus berputar memikirkan Aliandra. Saat dia sedang melamun menatap ke luar jendela, seorang pramugari mendekatinya.
"Selamat pagi, Nona. Mohon maaf menganggu," ucapnya sopan dengan senyum simetri.
Ilyana menengadahkan wajah dari tatapannya seolah bertanya 'ada apa?'.
"Atas permintaan Kapten, Nona diperintahkan untuk pindah tempat duduk di kabin bisnis. Silakan ikut saya." Pramugari itu menggerakkan tangan mempersilakan Ilyana agar mengikutinya.
"Sebentar, Kapten? Kapten siapa yang Anda maksud?" tanya Ilyana bingung.
Seorang pramugari tadi memberikan kertas yang dilipat. Ilyana membukanya.
Tidak pantas jika tamu spesial duduk di kabin ekonomi. Kamu tamu saya.
Kapten Mega
Hatinya tersenyum menghangat, tapi tidak untuk bibirnya. Ilyana pun mengambil tas jinjingnya dan mengikuti pramugari tadi pindah ke kabin bisnis.
"Silakan," ucap pramugari memberikan tempat duduk yang nyaman dengan fasilitas baik.
"Terima kasih." Ilyana duduk dan ketika pramugari itu ingin pergi dia mencegahnya, "Mmm... Nona!"
"Iya, ada yang bisa saya bantu?" tanya pramugari sopan sedikit membungkukkan tubuhnya.
Ilyana menulis sesuatu di kertas itu.
"Boleh saya minta tolong berikan ini kepada Kapten Mega?" Ilyana memberikan kertas yang tadi.
"Baik, Nona."
"Terima kasih sebelumnya," ucap Ilyana melempar senyum tipis.
Pramugari itu lantas pergi ke kokpit menyampaikan kertas tadi.
"Permisi, Kap."
Mega dan Zainul yang sedang mengobrol menoleh ke belakang.
"Ada apa, Fir?" tanya Zainul.
"Ini ada titipan buat Kapten Mega, Kap." Pramugari yang bernama Firda itu memberikan kertas pada Mega.
Mega menautkan kedua alis tebalnya, dia mengira Ilyana menolak note darinya.
"Makasih ya, Fir," ucap Mega sedikit ada rasa kecewa dalam hati.
"Iya, Kap. Penumpang yang Kapten Mega maksud sudah pindah di kabin bisnis," imbuh Firda.
Mega mengangguk tersenyum tipis.
"Oke, makasih," ucapnya lagi.
Firda berlalu dari kokpit. Sembari menunggu tutup pintu pesawat, Zainul menelepon seseorang sedangkan Mega membuka kertas tadi dan di bawah tulisannya ada tulisan Ilyana.
Terima kasih Kapten.
Ilyana
"Ilyana???" Mega bergumam sangat lirih dan bingung. 'Wah, jangan-jangan Firda salah orang nih?' batinnya lemas.
Mega pun pasrah, dia mengenal Ilyana dengan nama Aruna. Karena selama Aliandra menceritakan kekasihnya bernama Aruna bukan Ilyana.
***
Penerbangan dari Jakarta ke Jogja berjalan mulus tanpa hambatan. Beberapa hari Ilyana akan bekerja di kantor cabang, mengawasi proyek besar yang sedang dijalankan perusahaannya. Setelah mesin mati total dan penumpang turun, Mega langsung mengecek tempat duduk yang dipilihkannya untuk Ilyana. Sudah tidak ada siapa-siapa, kabin kosong. Mega pun mengejar turun dari pesawat menyapu pandangannya. Ketika melihat punggung Ilyana lantas dia berlari.
"Aruna!" pekiknya.
Ilyana yang mendengar panggilan Mega lantas menoleh. Mega berlari lebar dengan cepat dia sudah berdiri di depan Ilyana.
"Kamu mau ke mana?" tanya Mega tanpa basa-basi.
"Aku ada pekerjaan di sini," jawab Ilyana biasa tanpa senyum, wajah datar seperti berbicara pada teman yang tidak akrab.
"Ooooh, boleh minta nomor telepon kamu? Ada sesuatu yang pengin saya bicarakan sama kamu," ujar Mega menyiapkan ponselnya.
Ilyana pun memberikan nomor ponselnya. Karena tidak ada kepentingan lagi dia pun melanjutkan perjalanannya.
***
Jam dinding menunjukan pukul 18.35 WIB. Ilyana menginap di hotel untuk beberapa hari selama berada di Jogja. Saat dia sedang melamun di tempat tidur ponselnya berdering. Nomor baru masuk dan dengan ragu dia mengangkatnya.
"Halo."
"Halo, ini benar Aruna?" tanya suara pria dari seberang.
"Iya. Siapa ini?" tanya Ilyana penasaran.
"Saya Ali. Apa kamu sedang sibuk?"
"Ali???" tanya Ilyana bingung.
"Kapten Mega," terangnya.
"Oh, Kapten Mega? Tidak. Ada apa ya?"
"Kalau boleh, apa bisa kita bertemu?"
"Bertemu??? Buat?" tanya Ilyana.
Ilyana bertekad membentengi dirinya dari lelaki mana pun. Di hatinya hanya satu nama yang masih terukir yaitu Aliandra.
"Iya, ada sesuatu yang ingin saya bicarakan. Mengenai Langit," imbuhnya menggetarkan perasaan Ilyana.
Ilyana sejenak berpikir, kalau hanya sekadar bertemu dan membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan Aliandra dia bersedia.
"Baiklah, di mana?"
"Kamu menginap di mana?"
"Memangnya kenapa?" tanya Ilyana curiga.
"Biar saya cari tempat untuk mengobrol yang dekat dengan tempat tinggalmu," jawab Mega melegakan perasaan Ilyana.
"Oh, aku menginap di Hotel Slamet."
"Oke, kita bertemu di angkringan Onthel saja."
"Loh? Kamu di sini juga?" tanya Ilyana terkejut.
"Iya, kebetulan RON dan mendapat rest period 16 jam di sini."
"Oh begitu? Baiklah, sebentar lagi aku ke sana."
"Oke."
Panggilan pun diputus Ilyana. Dia segera mengganti celana pendeknya dengan jeans biru 3/4 dan t-shirt putih. Rambut dia ikat biasa, tanpa make up, hanya memakai lips gloss untuk melembabkan bibirnya lantas dia keluar mencangklong tas kecil berisi dompet dan ponsel.
Ilyana ke luar hotel, dia melihat sekitarnya ternyata kafe yang Mega maksud tepat di depan hotel tempatnya menginap. Tinggal menyeberang jalan sampai.
Setelah masuk di angkringan modern, kental dengan suasana Jawa Tengah banyak sepeda onther zaman dulu mempercantik tempat itu. Suasana di sana tenang, nyaman, meski banyak pengunjung namun tetap terjaga nuansa kesunyiannya. Cocok untuk bersantai melepas penat setelah seharian bekerja. Ponsel Ilyana berdering, dia terkejut dan mengambilnya di dalam tas.
"Halo," jawabnya setelah menerima telepon dari Mega.
"Kenapa hanya berdiri di depan pintu? Masuk saja, saya duduk di pojok sebelah kanan tempat kamu berdiri."
Ilyana menoleh, Mega melambaikan tangan. Panggilan pun diakhiri. Ilyana mendekat dan duduk di kursi rotan depan Mega.
"Mau pesan apa?" tanya Mega memberikan buku menu.
Ilyana menerima dan memilih. Dia hanya memesan wedang ronde dan roti bakar.
"Mau bicara apa?" tanya Ilyana mengawali obrolan mereka sembari menunggu pesanannya.
Mega menegakkan duduknya.
"Kapan kamu ada cuti? Libur panjang atau waktu luang?" tanya Mega langsung to the point.
Ilyana mengerutkan dahinya, dia tidak paham arah bicara Mega. Untuk apa dia ingin mengetahui waktu liburnya? Pikir Ilyana curiga.
"Kebetulan jatah cuti saya minggu depan. Saya cuti 12 hari, jatah cuti terakhir untuk tahun ini," lanjut Mega.
Ilyana masih bingung, apa yang Mega bicarakan?
"Maksudnya apa sih? Aku nggak paham. Apa hubungannya waktu cuti kamu dan hari liburku?" tanya Ilyana ketus.
Mega tersenyum khas, bibir merahnya tertarik lebar, tampan. "Saya akan mengajak kamu ke Belanda. Ada sesuatu yang ingin saya tunjukan ke kamu."
"Apa?!" Ilyana memekik terkejut.
"Jangan berpikir negatif. Saya akan menunjukan kejutan yang sebenarnya sudah Langit siapkan untuk kamu," jelas Mega cepat sebelum Ilyana menolak ajakannya dan berpikir yang bukan-bukan mengenai ajakannya.
Ilyana terdiam, dia masih ragu mengerling penuh arti. Mega mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya.
"Ini untuk kamu." Mega mendorong benda kecil berbentuk kotak kayu dengan ukiran sangat manis.
Ilyana mengambil benda itu dan menatap Mega menuntut penjelasan.
"Apa maksudnya ini?" tanya Ilyana membuka benda itu yang ternyata di dalamnya sebuah cincin bermata berlian.
"Besok akan saya jelaskan kalau kamu mau ikut ke Belanda. Sayang kalau dibatalkan karena biayanya sangat mahal. Ini bukan hanya sekadar nominal, tapi saya pengin kamu mengetahui sesuatu." Mega menatap Ilyana lembut menusuk ke hatinya.
Tatapannya menyejukkan jiwa, membuat perasaannya tenang, dan dia merasa ada sesuatu yang kembali, tapi Ilyana tidak tahu apa itu.
"Permisi, pesanannya," sela pelayan menurunkan wedang ronde dan roti bakar pesanan Ilyana.
"Terima kasih," ucap Mega karena Ilyana hanya diam melihat cincin itu. "Jangan pikirkan yang lain, kalau minggu depan kamu bisa ikut saya, tolong secepatnya memberi kabar. Biar saya bisa mengurus tiket penerbangannya," ucap Mega menyeruput wedang susu jahenya.
Ilyana menatap Mega, matanya berkaca-kaca. Haruskah dia ikut Mega?
"Kapten Me---"
"Ali! Panggil saya Ali saja," sahut Mega memotong ucapan Ilyana.
"A...ali, ada sesuatu yang ingin aku berikan padamu."
"Apa itu?" tanya Mega mengerutkan keningnya.
"Barangnya tidak aku bawa, aku tinggal di rumah."
#########
Karepmu, Ly. Melu yo syukur, ora yo wes.
Sebuah cerita butuh proses seperti kehidupan ini yang juga melalui proses panjang untuk mencapai kebahagiaan. Cailaaaaah... Wkwkkwkwkwk lol
Terima kasih vote dan komentarnya.
____________________
Cerita ini akan kembali diterbitkan dengan alur yang berbeda dari versi lama. Nantikan kejutannya di bulan tiga, ya, teman-teman.😘
Nabung, yuk, buat dapetin versi barunya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top