SURPRISE FROM 41.000 FEET
Hari yang cerah, senyum tidak sedetik pun pudar dari bibir Ilyana. Koper kecil siap dia bawa untuk menyusul pangeran burung besinya. Tiket oneline sudah didapat dari Aliandra, yang pasti tidak gratis, Aliandra yang membelikannya. Tinggal menunggu waktunya berangkat.
"Pagi, Ma," sapa Ilyana ceria menghampiri Berlin ke dapur.
"Pagi," jawab Berlin. "Tumben jam segini sudah bangun? Libur kan?" tanya Berlin heran karena biasanya Ilyana tidak pernah bangun pagi. Jika hari libur semakin siang dia bangunnya.
"Iya dong, kan mau jalan-jalan," jawab Ilyana senyum-senyum memerhatikan Berlin memasak sesuatu. "Mama masak apa?" Ilyana menjenguk ke wajan.
"Masak sosis saus pedas manis," jawab Berlin.
"Wuuuuiiih, mantap! Papa mana?" Ilyana menoleh mencari-cari David.
Biasanya setiap pagi dia sudah duduk santai menikmati secangkir teh hangat membaca berita dari ponselnya.
"Papa ke komplek sebelah, lagi lihat rumah yang katanya mau dijual," jawab Berlin mematikan kompor, masakannya sudah matang dan siap diangkat.
Ponsel Ilyana berdering, tak sabar dia ingin mengetahui siapa peneleponnya. Nama 'Pangeran Burung Besi' tertera di layar datar.
Dengan cepat dia menjawab, "Halo."
"Halo. Tiket aku ubah ya? Jadwal penerbanganku di-revise ke Semarang. Nggak jadi ke Jogja. Kamu cek lagi tiket yang baru ya?" perintah Aliandra terdengar ramai dari ujung ponsel Ilyana.
"Oh begitu? Iya, nanti aku cek. Kamu di mana sekarang?" tanya Ilyana curiga.
"Lagi di bandara Halim Kusuma mau berangkat ke Solo terus gantiin temen yang sakit ke Semarang baru besoknya ke Jogja lanjut pulang ke Jakarta. Kita ketemu di Semarang saja. Sudah ya? Aku mau siap-siap," jelas Aliandra.
"Halah, bilang saja mau live di Instagram. Seneng banget sih bikin orang kesel," cibir Ilyana menebak.
"Emang salah? Nggak apa-apa dong? Menyapa orang itu pahalanya besar."
"Bilang saja biar banyak cewek yang komentar terus memuja-muja kamu."
"Ciyeeeee envy," goda Aliandra.
"Apaan sih," sangkal Ilyana malu-malu dan tersenyum tidak jelas.
"Sudah ah! Waktunya buka pintu. Bye, see you in Semarang."
"Bye, hati-hati jangan lupa berdoa," pesan Ilyana perhatian.
"Iya," jawab Aliandra singkat lantas panggilan pun terputus.
Hati Ilyana girang, begitu saja sudah sangat membahagiakannya. Entah apa yang akan terjadi nanti dengan hubungan mereka, yang jelas sekarang keduanya sedang menikmati hubungan yang seperti ini. Entah apakah ini pacaran atau hubungan tanpa status namun serius? Ilyana menepuk jidatnya dan menggeleng-gelengkan kepala seraya tersenyum geli.
"Kenapa?" tanya Berlin setelah menyiapkan sarapan di ruang makan.
"Langit, Ma. Jadwal terbangnya direvisi ke Semarang, jadi aku entar langsung ke Semarang nggak jadi ke Jogja," jelas Ilyana menarik kursi dan duduk berhadapan dengan mamanya.
"Ooh, kapan orang tuanya mau ke sini?" Berlin sudah tidak sabar ingin melihat Ilyana dipersunting pria pujaan hatinya.
"Sabar, Ma. Dia masih cari waktu yang pas buat kami ke Jayapura. Tahu sendiri kan bagaimana sibuknya dia bekerja. Kadang ada waktu senggang tapi di kota lain, libur cuma satu hari. Cuti dia sudah berlalu, menunggu waktu dia cuti lagi tahun depan. Soalnya satu tahun hanya bisa ambil cuti dua kali," jelas Ilyana agar orang tuanya mau sedikit bersabar.
"Oh begitu? Emang kamu sudah mantap sama dia? Sudah siap jadi istri pilot? Kamu bakalan sering ditinggal loh?" Berlin sengaja ingin mengetahui kemantapan hati anaknya mengenai pilihannya itu.
"Insya Allah mantap, Ma. Harus bisa mengerti dan menerima profesinya. Makanya dari sekarang aku harus mengenal dunianya, begitu juga dia yang harus memahami pekerjaanku. Tapi sepertinya dia nggak masalah deh sama pekerjaanku, Ma. Soalnya dia santai banget, nggak pernah mau ikut campur atau mengatur mengenai pekerjaanku," jelas Ilyana mencengtongkan nasi merah ke piringnya.
"Bagus kalau begitu, jadi kalau kalian sudah menikah tidak banyak saling menuntut. Karena kalian sudah saling memahami kesibukan pasangannya. Tapi, Mama yang nggak setuju kalau kamu masih bekerja setelah menikah," ujar Berlin menuangkan air mineral di gelas untuk Ilyana.
"Kenapa?" Ilyana menghentikan makannya menatap Berlin meminta penjelasan.
"Coba bayangkan, kalau kamu kerja, Langit kerja, terus bagaimana kalian ada waktu bersama? Kamu tahu sendiri kalau Langit pulang nggak mengenal waktu. Kadang cuma sebentar istirahat terus balik lagi bekerja. Kalau kamu masih kerja, pasti Mama jamin di tengah perjalanan rumah tangga kalian tidak akan baik."
Ilyana terdiam, otaknya berputar mencerna semua ucapan Berlin. Benar juga apa yang dikatakan mamanya, jika dia masih terus bekerja siapa nanti yang akan mengurus keperluan Aliandra? Ini adalah PR besar baginya. Apa mungkin dia akan rela melepaskan karirnya begitu saja setelah sekian tahun dia capai dengan susah payah?
"Pikirkan lagi," imbuh Berlin.
Susahnya menjadi wanita karir di saat dia dihadapkan pada sebuah pilihan yang sangat sulit. Dia sangat mencintai pekerjaannya namun di sisi lain ada suatu kewajiban yang harus dia laksanakan. Yaitu melayani suami dan keluarga.
***
Sepanjang perjalanan dari rumah sampai di bandara Ilyana terus melamun memikirkan ucapan Berlin. Setelah sarapan, dia lantas bersiap pergi ke bandara untuk menuju ke Semarang sesuai waktu tiket yang dipesan Aliandra. Satu jam sebelum pemberangkatan dia sudah siap check in. Begitu boarding geat dibuka, dia masuk ke pesawat.
Dia duduk di dekat jendela, melihat ke luar memerhatikan kesibukan orang-orang pekerja bandara dan kru di area yang sangat luas berjejer burung besi dengan berbagai nama maskapai.
"Ya Allah jangan biarkan hatiku meragu, jangan goyahkan keyakinanku. Kenapa jadi sesulit ini?" gumam Ilyana risau.
Dia membayangkan apa yang akan terjadi di masa depannya jika nanti dia dan Aliandra menikah dan mereka sama-sama sibuk. Padahal Aliandra juga belum mengetahui kebiasaan buruknya jika sudah berpesta bersama teman-teman satu kantornya. Kapan dia siap memberitahukan hal itu pada Aliandra? Apakah dia bisa menerima kebiasaannya yang sering berpesta di klub malam dan dugem sampai larut malam? Sepertinya itu bukan hal yang mudah untuk diungkapkan.
Saat Ilyana sibuk melamun ponselnya bergetar. Dia lantas melihatnya. Sebuah pesan diterima dari Aliandra.
Sudah berangkat?
Tanya dia singkat. Ilyana pun langsung menjawabnya.
Sudah. Ini sedang menunggu take off.
Pesannya terbaca namun tidak dijawab. Ilyana bosan menunggu, akhirnya dia membuka Instagram dan melihat pemberitahuan banyak yang masuk. Bukan hanya sekadar menge-like foto-fotonya, tapi banyak orang yang tidak dia kenal meminta pertemanan. Ada hal yang menarik, satu tag dari akun Aliandra. Dia pun membukanya dan betapa terkejutnya Ilyana sampai mulutnya menganga dan tubuhnya terasa sulit bergerak.
Foto Aliandra berkacamata hitam sedang sendirian di kokpit duduk miring serong ke belakang dengan view awan cerah pemandangan luar biasa di atas udara, sedang memegangi selembar kertas dengan tulisan 'Will You Marry Me, Aruna Florence Ilyana'. Dan tambahan tulisan di layarnya 'Have A Nice Day From 41.000 feet Captain Langit. I Love You.'
Air mata bahagia Ilyana meleleh dan hatinya tak karuan. Sangat sulit bernapas saking bahagianya. Ilyana langsung mengisi kolom komentar.
Are you sure, Captain Aliandra Langit Wicaksono?
Seketika komentarnya banyak yang memberi tanda cinta.
Yes, I'm very sure
Rasanya seketika itu ingin berteriak namun tertahan oleh keadaan yang tidak mendukung. Ilyana harus menjaga sikap karena dia sekarang sedang berada di dalam kabin yang sudah ramai orang. Dia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah, Ilyana bengek. Dia menarik napas panjang dalam dan menghembuskan perlahan terus dia melakukan itu berulang kali hingga perasaannya tenang.
Hidup itu penuh kejutan dan spontanitas. Hal yang sepertinya tidak mungkin terjadi bisa tiba-tiba terjadi.
***
Begitu burung besi itu mendarat hingga mematikan mesin, perasaan Ilyana semakin tak karuan. Sebentar lagi dia akan bertemu seseorang yang sudah melamarnya dari ketinggian 41.000 kaki di atas permukaan laut. Hatinya berdebar-debar dan tubuhnya gemetar. Tangannya dingin, senyum tidak pudar dari bibirnya. Dia berjalan melewati lorong dengan perasaan tak sabar dia mengambil barang bawaannya dan keluar dari tempat kedatangan.
Ilyana menyapu pandangannya, dia melihat sosok pria berseragam putih dengan bawahan hitam, tampan, sudah menunggunya. Tanpa pikir panjang dia pun berlari menghampirinya dan menubruk memeluk Aliandra erat menumpahkan air mata bahagia yang sedari tadi sudah dia tahan.
"A surprise you managed to make me almost death was so happy," bisik Ilyana.
Aliandra tertawa renyah merenggangkan pelukan Ilyana karena mereka menjadi pusat perhatian.
"Masa sih sampai mau mati?" goda Aliandra.
"Iya, sumpah kamu hampir membunuhku. Aku bengek hampir kehabisan oksigen," cerita Ilyana antusias mencubit-cubit perut Aliandra.
Aliandra menghindar dia berlari kecil dan memekik, "Tunggu sebentar. Aku akan segera kembali."
Aliandra berlalu entah ke mana, tapi Ilyana dengan sabar menunggunya. Tidak berapa lama dia datang menarik kopernya dan mengapit pet kebesarannya.
"Ayo!" ajak Aliandra menggandeng tangan Ilyana.
Mereka berjalan bersama menarik kopernya masing-masing.
Tidak ada yang tahu bagaimana proses cinta itu hadir dalam hati. Begitu cepat terkadang sampai kita sendiri bingung kapan perasaan aneh itu datang menyusup ke hati. Cinta bisa saja hadir kepada orang yang tidak pernah saling mengenal.
#######
Uhuk uhuk uhuk
Emaaaaaaaak!!! Aku juga pengin. Wkwkkwkwkwk
Memang surprise banget diberi ucapan dari kokpit di atas udara. Begitupun aku juga pernah merasakan, bedanya aku nggak dilamar. Hahahahaha
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top