SIAPAKAH DIA?

Mega POV

Setelah day off dua hari, tugas berikutnya akan flight ke Jepang. Aku melihat jam yang bertengger di dinding menunjukan pukul 18.15 WIB. Ilyana sudah sangat antusias ingin ikut, ia tidak mau ditinggal. Jauh hari kami sudah merencanakan ini. Sejak tadi siang dia sibuk merapikan pakaiannya dan keperluanku selama terbang nanti. Dari PDH hingga pakaian bebasku sudah rapi di dalam koper yang biasa aku bawa dinas.

Setelah salat Magrib, aku menunggunya di atas tempat tidur. Tapi dia masih saja sibuk sendiri, tidak peka kalau aku sudah lelah menunggu. Masih ada sedikit waktu untuk kami beristirahat sebelum perjalanan jauh.

"Love, sini!" Aku memanggilnya agar dia beristirahat karena sejak tadi siang ia sibuk membereskan rumah.

Heran, dari kemarin pekerjaan rumah perasaan tidak selesai-selesai. Padahal sudah ada ART (Asisten Rumah Tangga), tapi Ilyana masih saja turun tangan merapikan segalanya sendiri.

"Iya, Hubby. Sebentar," tolaknya masih saja sibuk memasukkan barang-barang di koper yang akan dia bawa ke Jepang.

Pesawat akan terbang pukul 23.45 WIB menggunakan boeing 777-300ER. Setidaknya kami akan berangkat ke bandara pukul 21.00 WIB. Jangan heran dengan jadwal keberangkatan dinas pilot, karena pekerjaan kami tidak terikat waktu. Bisa saja kami berangkat dinas di saat semua orang tertidur lelap, bahkan bisa juga kami pulang dinas ketika orang-orang masih asyik menikmati mimpinya.

"Ya sudah, aku tidur duluan." Aku menaikan selimut menutup seluruh tubuhku.

"Hubbyyy," rengeknya mendekat dan mengguncangkan tubuhku.

Tapi aku tetap pura-pura tidur. Siapa suruh tak menghiraukanku?

"Aaaaa, Hubby." Ilyana menarik-narik selimut ingin membukanya. Tapi aku memegang erat.

"Kamu mau tidur atau mau beres-beres terus?" tegasku kesal tanpa membuka selimut.

"Tidur," jawabnya pelan.

Aku lalu membuka selimut dan menarik tangannya pelan agar dia berbaring di sampingku. Ilyana tidur memunggungiku dan aku mendekapnya dari belakang memberikan kehangatan dan kenyamanan.

"Good night, senjaku," ucapku mencium kepalanya.

"Good night, Hubby," balasnya mengecup pipiku lantas mengeratkan tanganku yang melingkar di perutnya.

***

Sebelum membawa burung besi terbang ribuan kaki di atas permukaan laut, semua pilot pasti melakukannya. Aku di ruang manajeman Rajawali Airline melakukan weather condition departure and destination menemui Flight Operation Officer (FOO), di tempat briefing sebelum terbang.

Petugas FOO Rajawali Airline menjelaskan skema briefing hal berkaitan dengan kondisi cuaca, suhu, tekanan bandara, dan selama penerbangan berlangsung. Breafing ini wajib dilakukan sebelum pilot terbang, selanjutnya nanti akan aku jelaskan hasil briefing kepada awak kabin yang lain.

Sementara menunggu boarding pass, Ilyana aku suruh bersantai sejenak di Rajawali Executive Lounge. Penumpang First Class, Business Class dan Rajawali Miles Platinum bisa menikmati fasilitas di lounge itu sebelum mengudara. Suasana mewah dan tenang pun menjadi prioritas utama untuk kenyamanan calon penumpang Rajawali Airline. Di ruang tunggu lounge, suasananya memang lebih private dibandingkan dengan ruang tunggu yang lain.

Satu jam sebelum boarding pass, aku sudah harus mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan penerbangan.

"Kap, ini." Seorang wanita petugas FOO yang mempersiapkan dan melaksanakan rencana penerbangan serta menyiapkan kebutuhan penerbangan memberiku beberapa dokumen.

Aku harus tahu persis apa saja yang akan kubawa, sebab itulah mereka memberikanku beberapa dokumen. Dokumen-dokumen itu sangat penting, seperti flight plan, berisi data pesawat, jenis, dan tipe pesawat, jam berangkat, jam masuk Flight Information Region (FIR). Load sheet, untuk menentukan jumlah berat yang boleh diangkut pesawat. Hal ini perlu untuk menentukan kecepatan saat take off, tentu juga untuk pemakaian bahan bakar. buku-buku prosedur non normal cek list serta lainnya, license, dan sebagainya.

"Oke, makasih," ucapku tersenyum ramah padanya.

FOO juga menjelaskan bahan bakar yang dibutuhkan untuk menerbangkan pesawat ke bandara Haneda Airport di Tokyo, Jepang. Beginilah pekerjaanku, menghitung, menghafal tanpa ada yang namanya kira-kira. Semua harus tepat dan pas. Aku harus tahu berapa banyak bahan bakar yang dibutuhkan sesuai dengan jarak tempuh dan menghitung beban untuk take off dan juga berapa banyak penumpang yang aku bawa.

Mungkin orang awam berpikir, pekerjaan pilot hanya menerbangkan pesawat saja. Padahal sebelum menerbangkan pesawat, kami pun selalu mempersiapkan banyak hal. Tidak sembarangan dalam menerbangkan pesawat. Keadaan pesawat harus benar-benar ready dan keadaan kami pun harus dalam keadaan fit, tidak lelah, dan dapat dinyatakan pilot ready untuk terbang. Maka dari itu sebelum menerbangkan pesawat, keadaan pilot wajib diperiksa. Dengan begitu, semua akan aman, nyaman, dan selamat sampai ke tempat tujuan.

Kalau cuaca baik dan pilot dinyatakan layak untuk terbang, lanjut walk around. Yaitu berkeliling pesawat untuk memastikan tidak ada yang cacat. Selesai mengecek keadaan pesawat, kami pun ke kokpit mempersiapkan dan mengecek panel serta segala keperluan di sana.

"Kapten Mega, kapan jadwal medex?" tanya FO atau First Officer yang kebanyakan orang mengenalnya dengan sebutan kopilot.

Medex (Medical Examination) atau medical check up adalah tes kesehatan yang dilaksanakan 6 bulan sekali bagi calon siswa penerbang. Tapi tidak hanya dikhususkan bagi calon siswa saja, malah medex menjadi rutin bagi para pilot, pramugari atau pramugara serta flight engineer atau teknisi yang pekerjaanya berhubungan dengan pesawat udara secara langsung. Untuk Indonesia, medex dilaksanakan di Balai Kesehatan Penerbang (Hatpen) di Kemayoran, Jakarta Pusat.

"Bulan depan, Kap," jawabku setelah kami duduk di kursi masing-masing.

Aku duduk di kursi sebelah kiri, sedangkan FO-ku duduk di kursi sebelah kanan.

"Wah, duluan Kapten dong. Saya masih dua bulan lagi," ujarnya lantas terkikih.

Aku hanya tersenyum, FO-ku ini bernama Langit Maulana. Panggilannya Kapten Maulana. Dia mengingatkanku pada Langit, meski wajah tak mirip tapi namanya selalu saja membuat perasaanku gelisah dan gundah. Entah karena apa aku merasa seperti itu, apakah aku merindukan sahabat baikku itu? Ya Allah, tempatkan dia di tempat terindah-Mu.

"Kap," seru Kapten Maulana menyentuh bahuku.

Aku terlonjak kagen.

"Maaf, Kap. Kok malah ngelamun?" tanya dia bersikap sungkan.

Aku tersenyum lantas menjawab, "Aku teringat seseorang."

"Istri?" tanya Kapten Maulana.

Aku menggelengkan kepala.

"Lalu?" timpalnya penasaran.

"Kapten Aliandra Langit Wicaksono."

Aku teringat ketika kami dulu sempat menerbangkan pesawat bersama. Kala itu aku masih bar 3, sebagai FO-nya, sedangkan dia baru saja mendapat bar 4. Kenangan yang tidak akan pernah aku lupakan sampai kapan pun.

"Yang berlalu biarkan berlalu, Kap. Sekarang merajut asa untuk masa depan," ujarnya menyemangatiku.

"Makasih ya," ucapku tulus. "Hidup itu misteri dan penuh spontanitas. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi satu detik kemudian. Allah bisa melakukan apa pun pada hidup kita. Bukankah seperti itu, Kap?" tanyaku.

"Iya, tentu saja, Kap." Kapten Maulana melempar senyum terbaiknya. "Baiklah, Kap. Waktunya CDU preflight," sela Kapten Maulana mengajakku melanjutkan tugas kami.

Setelah tadi kami melakukan electrical power up checklist atau mengecek daya listrik dan pre elemenary preflight, lantas kami pun memasukkan flight plan ke dalam komputer atau CDU preflight.

Aku menoleh ke belakang ketika pintu kokpit terbuka. Seorang wanita cantik dan bodi proposional masuk.

"Kapten, semua sudah siap," ujar purser melaporkan keadaan di kabin.

Purser adalah jenjang karir tertinggi di kru kabin. Bisa dibilang itu adalah jabatan impian bagi seorang kru kabin, karena seorang purser sejatinya sosok pemimpin kru kabin di pesawat. Biasanya seorang purser telah berkerja di maskapai lebih dari 5 sampai 10 tahun di maskapai tertentu dengan ilmu dan ketrampilan yang sudah di luar kepala.

Perbedaan purser juga sangat terlihat dari seragam yang berbeda sendiri dari kru kabin lainnya. Dia jugalah yang selalu cross chek penumpang dan data. Seorang purser juga sekaligus supervisor atau leader di maskapai, ia juga menjadi orang yang sangat dipercayai pilot serta dibekali ilmu persalinan. Jika ada seorang penumpang yang melahirkan di pesawat, purser juga dibekali ilmu keperawatan tentu itu semua demi keselamatan penumpang.

"Iya, kumpulkan dulu semuanya ya? Saya selesaikan ini dulu," jawabku.

"Baik, Kap."

Purser bernama Indah itu ke luar kokpit. Sedangkan aku dan Kapten Maulana menyelesaikan preflight. Yaitu memastikan semua tombol dan panel-panel berfungsi dengan baik dan berada pada posisi sebenarnya.

"Ayo, Kap," ajak Kapten Maulana beranjak dari duduknya.

"Yuk!" Aku berjalan di belakangnya menuju kabin.

Di sana semua kru penerbangan sudah menunggu. Termasuk Inflight Relief Pilot. Waktunya aku menyampaikan hasil breafing-ku tadi saat bersama FOO. Selesai menjelaskan, kami pun berdoa bersama sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

"Baiklah, saya mohon kerja samanya dengan baik. Waktunya boarding pass, selamat bekerja," ucapku mengakhiri breafing.

"Siap, Kap," sahut mereka serentak.

Akhirnya kami pun kembali ke posisi masing-masing. 45 menit sebelum take off kami membuka boarding pass. Sembari menunggu penumpang masuk, aku mengirim pesan singkat untuk Ilyana.

Sudah boarding pass, Love. Kamu di mana?

Tanpa menunggu lama, pesan singkatku pun dibalas.

Aku sedang cek tiket, Hubby.

Aku tersenyum lebar, hari ini aku bahagia dan sangat bersemangat. Dinas pertama ke luar negeri setelah menikah, bisa berangkat bersama istri. Hitung-hitung bulan madu karena biasanya setelah sampai di Jepang semua kru akan RON 2 malam 3 hari sebelum kembali ke Jakarta.

Oke. Jaga diri baik-baik. I love you and I miss you.

Berasa seperti dulu saat kami masih pacaran. LDR itu suatu hubungan yang unik dan berkesan. Jauh terpisah waktu dan ruang, saling memendam rindu, hal sepele dan sesuatu yang kecil dapat membahagiakan.

I love you too, Hubby. Aku sudah di pesawat.

Balasnya. Aku melirik Kapten Maulana, ternyata dia sibuk live story di Instagram. Sedangkan aku masih sibuk chatting dengan istri tercinta yang kini sudah duduk di satu burung besi denganku.

Setelah menunggu beberapa waktu, suara kru kabin memberitahukan bahwa semua sudah siap.

"Kap, sudah waktunya," ujarku menegur Kapten Maulana.

"Oke, Kap." Dia sebentar berbicara di live story Instagram, lantas mematikan ponselnya.

Dalam kondisi apa pun kami tetap duduk di kursi masing-masing. Keliru apalabila ada orang yang mengatakan PIC dan FO bisa gonta-ganti posisi.

Status kapten kalau sedang bertugas disebut PIC (Pilot in Command). Sedang kopilot disebut FO( First Officer), yang sewaktu-waktu dapat mengambil alih tugas kapten. Apabila PIC atau FO yang sedang menerbangkan pesawat disebut PF (Pilot Flying). Sedangkan yang tidak terbang disebut PNF (Pilot Non Flying). PF ditentukan oleh PIC yang memang memiliki otorisasi dan bertanggung jawab keselamatan seluruh pesawat dan segala isinya.

Zaman sekarang perlengkapan kemudi (flight control) bagi pesawat komersial yang dioperasionalkan perusahaan air line selalu dobel . Satu di sebelah kiri kursi LH seat diduduki kapten sedangkan satu lagi disebelah kanan RH seat diduduki kopilot. Flight control dapat dioperasikan dari kiri maupun kanan.

Selama penerbangan berlangsung, mulai dari take off hingga landing, kami akan mengikuti jalur-jalur penerbangan yang telah terprogram melalui bantuan navigasi pesawat dan mendapat informasi dari ATC (Air Traffic Control) atau menara kontrol lalu lintas bandar udara.

***

Author POV

Ilyana duduk bersandar santai di kursinya. Memakai kacamata hitam dan memejamkan mata. Penerbangan 7 jam, sudah pasti membosankan. Apalagi dia tidak kenal siapa pun di kabin tersebut, kecuali kru kabin yang mengenalnya sebagai istri kapten.

"Aliandra!" panggil seseorang.

Jantung Ilyana seketika berdetak sangat cepat. Tubuhnya menegang.

"Aliandra???" ulangnya sangat pelan.

Ilyana menegakkan tubuhnya, lantas dia mengedarkan pandangan mencari sumber suara.

"Hai, apa kabar kamu?" tanya seorang pria yang duduk di depan Ilyana.

Dia menoleh ke samping tersenyum ramah pada seorang wanita blesteran Jepang. Mata Ilyana menyipit, antara percaya tak percaya. Dari samping pria itu sangat mirip dengan masa lalunya. Bayangan Aliandra menari-nari di atas kepalanya.

"Baik. Kamu apa kabar?" Wanita itu menjabat tangannya dengan senyuman lebar.

Debaran jantung Ilyana berjalan abnormal. Matanya berkaca-kaca.

"Aliandra?" lirih Ilyana terdengar pria yang memiliki nama tersebut.

Pria itu menoleh ke belakang, dia tersenyum dan menyapa, "Hai."

##########

Aliandra???
Apakah dia ...?
1 part lagi ending ya? Selamat penasaran. See you next part ending.

Terima kasih vote dan komentarnya. 🙏🙏🙏🙏🙏

Selamat malam dan beristirahat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top