RUNWAY
Mata tajamnya fokus, wajahnya serius dan tangannya memegang kemudi. Banyak awan lembut seperti kabut yang menghadang dan dia terjang. Burung besi itu perlahan turun, di dalam kokpit hening tanpa ada obrolan pribadi yang boleh keluar dari mulut pilot dan kopilot. Hanya suara berisik dari radio yang terdengar. Posisi pesawat berada di ketinggian 10.000 feet dari permukaan air laut.
"flight attendant, 10 minutes to land," ucap Aliandra kepada kru kabin.
Pesawat semakin turun hingga ketinggian di bawah 10.000 feet. Situasi yang terjadi di sana adalah steril kokpit, di mana percakapan hanya sebatas special briefing atau check list. Kopilot dan pilot sama-sama berkonsentrasi penuh, sekecil apa pun tidak boleh ada kesalahan. Sedikit salah perhitungan semua menjadi korban.
"Cabin ready for landing." Terdengar balasan dari kabin kru.
Sebuah angka terpampang di ujung landasan pacu bandara. Runway, tempat di mana pesawat mengambil ancang-acang untuk take off atau landing. Angka tersebut bukanlah nomor atau kode bandara, tetapi sesuatu yang lebih penting menyangkut penerbangan pesawat. Angka tersebut adalah penanda arah mata angin dengan hitungan derajat yang disederhanakan menjadi dua digit angka untuk penulisan pada runway.
Derajat 0 dimulai dari arah utara, kemudian memutar searah jarum jam hingga kembali lagi ke arah utara dengan 360 derajat. Jika terdapat landasan pacu yang mengarah ke utara persis, angka yang tertera pada landasan adalah 36.
Jika arah landasan pacu menghadap 278 derajat, maka diberlakukan pembulatan menjadi 280 derajat sebagai angka puluhan terdekat. Angka tersebut kemudian disederhanakan menjadi dua digit, yakni 28, untuk dituliskan pada runway. Sedangkan pada ujung landasan yang berlawanan akan tertulis angka 10 sebagai hasil pembulatan dan penyederhanaan arah 98 derajat ke angka 100.
"flight attendant, on station secured for landing," balas Aliandra setelah dia melihat jelas angka di ujung landasan.
Di bandara yang terhitung sibuk dengan dua atau tiga landasan pacu, pasti akan menemui huruf yang tertulis mendampingi angka pada landasan pacu. Jika dilihat dari kokpit pesawat terdapat dua landasan pacu, huruf L (left) tertulis pada landasan sisi kiri dan huruf R (right) tertulis pada landasan sisi kanan. Huruf C (center) berlaku pada bandara dengan tiga landasan pacu dan ditempatkan pada landasan bagian tengah.
Terlihat pesawat dengan cepat namun sangat hati-hati touch down menyentuh runway. Getaran terasa, menandakan pesawat sudah mendarat dengan selamat.
"Good landing Captain Langit," puji kopilot.
"Thanks, Capt," ucap Aliandra.
Aliandra dapat bernapas lega, dia bisa melemaskan otot-ototnya yang tegang setelah beberapa menit harus berkonsentrasi penuh. Pesawat taxi ke parking gate, hingga burung besi itu terparkir apik dan mesin dimatikan. Aliandra memberi pengumuman untuk awak kabin.
"flight attendant, disarm slide and crosscheck."
Dia menghembuskan napas panjang, kedatangannya lebih awal 10 menit dari yang dijadwalkan. Jadi kru yang terbang bersamanya memiliki waktu lebih untuk beristirahat sebelum melanjutkan flight berikutnya ke kota lain.
"Ayo, Kap," ajak kopilot bersiap-siap turun.
"Iya, duluan saja, Kap." Aliandra menyahuti dan dia langsung memegang ponselnya, menghilangkan mode pesawat di layar datar itu.
Beberapa menit banyak pesan dan pemberitahuan yang dia terima. Dahinya mengerut ketika melihat akun Instagram-nya. Dia sangat penasaran dengan orang yang baru mem-follow-nya.
"Langit Senja???" senyum terukir indah di bibirnya.
Aliandra membuka beranda akun itu, dia stalking menggeser foto-foto dan mulai penasaran siapa pemilik Instagram itu. Hingga tak terduga satu komentar masuk dari Instagram bernama Langit Senja di salah satu fotonya saat berdiri di samping baling-baling pesawat.
Cek DM
Singkat dan padat. Karena sangat penasaran akhirnya Aliandra pun membuka pesan dan benar saja dia mengirimkannya pesan.
Kapten, bawa aku terbang dong???
Aliandra mengerutkan dahinya, apa dia mengenal pemilik akun itu? Dia tak mengacuhkan pesan itu, tapi beberapa saat kemudia orang itu kembali mengirimkannya pesan.
Kamu sekarang di mana?
Aliandra tetap tak menghiraukannya. Tapi di pengirim pesan terlihat jika pesannya dibaca. Oleh karena itu dia terus mengirimkannya pesan dan pada akhirnya Aliandra pun membalasnya.
Di bandara
Balasnya singkat. Aliandra turun dari pesawat langsung naik ke mobil jemputan khusus kru.
Iya tahu!
Bandara mana?
Saat mobil itu berjalan, Aliandra tidak menanggapi pesan itu. Tapi dia membaca dan bibirnya tersenyum setiap membaca pesan yang terus masuk dari wanita nekad yang selalu menghantui hari-harinya. Wanita itu memang sudah gila, pikir Aliandra. Ketika dia turun dari mobil jemputan kru penerbangan, ponselnya berdering dan nama Ilyana terpampang di sana.
"Dasar cewek nekad," gumam Aliandra tak menghiraukannya.
Namun ponselnya terus berdering sampai dia kesal dan akhirnya menjawab panggilan itu.
"Halo."
"Kamu di bandara mana?" tanya suara seperti anak kecil dari seberang tanpa basa-basi.
"Kenapa sih?" tanya Aliandra, suaranya sok dibuat kesal seraya dia melangkah lebar menarik kopernya.
"Iiiih... serius!!!" geram suara manja dari seberang.
Aliandra tersenyum, gangguan dari wanita itu menjadi hiburan tersendiri selama beberapa minggu terakhir. Kadang dia sampai merasa jengkel dan sebal, tapi hatinya senang.
"Saya serius."
"Aku juga serius. Nikah yuk! Kan sudah sama-sama serius."
Aliandra mengulum bibirnya menahan tawa. Dia harus menjaga image dengan wanita seperti Ilyana.
"Sudah ah!" sahut Aliandra menggelengkan kepala menahan tawa agar tak terdengar dari ujung ponsel Ilyana.
"Jangan ditutup dulu, kan aku yang telepon. Pulsa kamu nggak berkurang kok," cegah Ilyana dapat menebak pasti Aliandra akan menutup teleponnya.
"Kamu maunya apa sih? Saya tidak punya waktu banyak."
"Aku cuma mau ajak kamu makan siang. Ayolah, please!" mohon Ilyana.
"Nggak bisa, aku sebentar lagi akan flight ke Manado," tolak Aliandra.
Memang dia hanya memiliki waktu kurang dari satu jam sebelum terbang lagi ke bandara lain mengantar ratusan penumpang. Biasanya waktu istirahat dia sebelum pemberangkatan berikutnya hanya 45 menit. Jika dia lebih awal sampai ke bandara tujuan berarti ada bonus waktu untuknya beristirahat.
"Lima menit saja," mohon Ilyana terus mendesak dan memaksa.
Aliandra menghela napas dalam.
"Oke, aku di Bandara Soekarno Hatta."
"Aku sudah tahu," sahut Ilyana.
"Apa?!!!" Aliandra terkejut.
"Iya, aku melihat kamu sekarang. Lihat ke arah jarum jam 9," pinta Lyana.
Aliandra berjalan sambil menyapu pandangannya dan mengarah ke arah jarum jam 9. Ilyana melambaikan tangannya. Dalam hati Aliandra tersenyum entah mengapa dia bahagia mendapati wanita yang menurutnya gila tapi dirindukannya. Dia memasang wajah cool dan datar, Aliandra melangkah lebar mendekatinya.
"Ngapain kamu di sini?" tanyanya jutek setelah berdiri di depan Ilyana.
"Mmm... ngapelin calon suami aku," jawab Ilyana asal.
Aliandra mengerutkan dahi, dan menggelengkan kepalanya heran. Ada ya wanita senekad Ilyana?
"Saya tanya serius," ujar Aliandra.
"Saya juga jawabnya serius, Kapten."
Aliandra menghela napasnya dalam lebih baik mengalah ketimbang dia dibuat pusing tujuh keliling dengan wanita itu.
"Terserah!" ucapnya menyerah.
"Makan siang yuk!" ajak Ilyana menarik lengan Aliandra.
"Waktuku istirahat nggak lama, cuma 45 menit," jelas Aliandra sembari melangkah mengikuti ke mana Ilyana menarik tangannya. Dia mengajaknya ke suatu tempat tak jauh dari area bandara.
"Kita makan di sini saja ya? Biar kamu nggak terburu-buru nanti," ucap Ilyana duduk di salah satu kursi.
Aliandra mengikutinya, dia menyapu pandangannya ke ruangan itu. Banyak pilot dan pramugari yang dia kenal. Mereka sedang makan siang dan mungkin sama sepertinya, menunggu waktu terbang selanjutnya.
"Kamu mau makan apa?" tanya Ilyana meberikan buku menu untuknya.
"Apa saja, terserah." Aliandra menjawab namun matanya fokus mengecek ponselnya.
Tanpa seizin pemiliknya, Ilyana merebut ponselnya.
"Jangan main HP kalau sedang makan. Ponselnya aku sita, sampai kita selesai makan," ucapnya posesif.
Belum juga menjadi pacar dan entah apa sebenarnya hubungan mereka. Berawal dari ketidak sengajaan itu keakraban mereka mengalir begitu saja. Awalnya Aliandra menolak kehadiran Ilyana dalam hidupnya. Tapi karena Ilyana selalu mengejar dan mengganggunya, akhirnya mau tidak mau Aliandra membukakan pintu untuk dia masuk ke dalam kehidupannya.
Setelah Ilyana memesankan makan siang untuk mereka, dia menatap dan menikmati ketampanan pangeran burung besinya. Aliandra sampai salah tingkah diperhatikan intens oleh Ilyana.
"Jangan menatapku seperti itu," tegur Aliandra.
"Kenapa? Wajah kamu tuh enak dipandang. Nggak membosankan." Ilyana menyanggah dagunya dengan kedua tangan.
Bibirnya terus tersenyum memerhatikan setiap lekuk wajah Aliandra.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Aliandra mengalihkan pandangan Ilyana dan basa-basi mengawali obrolan.
"Sengaja menunggu kamu. Aku datang ke kantor manejemenmu dan tanya jadwal terbang kamu," jawab Ilyana tak acuh.
Aliandra membulatkan matanya sempurna dan langsung menegakkan duduknya serta mencondongkan tubuhnya ke depan.
"Apa?!!!" pekik Aliandra hingga hampir semua yang sedang makan di tempat itu menoleh ke arah mereka. "Maaf, maaf, maaf," ucap Aliandra membungkukkan kepalanya sambil mengedarkan pandangan ke ruang itu meminta maaf kepada pengunjung.
"Habisnya kamu kalau aku telepon nggak pernah diangkat. Aku WA cuma dibaca doang. Aku cari deh semua akun sosmed kamu dan aku tanya ke kantor manejemen mengaku calon istri kamu. Akhirnya mereka mau kasih tahu aku jadwal kamu terbang hari ini," cerita Ilyana tanpa beban tersenyum tak berdosa.
Aliandra meraup wajahnya, bagaimana bisa dia mengenal wanita semacam Ilyana? Benar-benar sudah kelewatan nekad wanita itu!
"Silakan pesanannya." Seorang pelayan menurunkan makanan yang Ilyana pesan.
"Terima kasih," ucap Ilyana ramah.
Selepas pelayan itu pergi, Ilyana menyiapkan sendok dan garpu di piring Aliandra.
"Ayo makan! Keburu habis jam istirahat kamu," ajak Ilyana.
"Saya tuh heran sama kamu. Kenapa sih kamu berbuat seperti ini?" tanya Aliandra menyuapkan makanannya ke dalam mulut.
"Nanti akan aku jawab setelah kita makan. Cepat makanannya," titah Ilyana sambil mengunyah.
Mereka sama-sama diam menikmati makan siang. Setelah selesai dan situasi santai, Ilyana pun menjawab pertanyaan Aliandra.
"Aku akan jawab pertanyaanmu tadi." Ilyana melipat tangannya di atas meja. "Aku tertarik sama kamu dan aku merasa sudah jatuh cinta sama kamu. Dari awal pertemuan kita, hatiku selalu berteriak jika kamulah pemiliknya. Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar. Hatiku yang berbicara dan aku bertindak sesuai apa kata hati. Jangan salahkan aku kalau sampai begini."
Aliandra termangu, bibirnya sedikit terbuka. Apakah ini artinya ada seorang wanita yang menyatakan cinta padanya? Sungguh memalukan jika itu terjadi. Seharusnya dia yang lebih aktif dan agresif. Tapi ini, malah cewek duluan yang bertindak.
"Bercandamu nggak lucu," sangkal Aliandra.
"Siapa sih yang bercanda? Aku serius!" tegas Ilyana.
"Sudah ah, aku harus siap-siap. Waktunya mepet, aku yang bayar makan siangnya." Aliandra tak mengindahkan ucapan Ilyana.
Dia tak acuh pergi ke kasir. Ilyana terdiam, dia mengumpulkan keberaniannya dan berdiri di atas tempat duduk.
"KAPTEN ALIANDRA LANGIT WICAKSONO, WILL YOU MARRY ME?"
Aliandra yang sedang membayar di kasir mendengar pikikan Ilyana lantas membalikkan badan. Semua orang yang ada di sana menatapnya. Terkejut bercampur malu. Itulah yang Aliandra rasakan. Dia tidak menduga Ilyana akan berbuat seperti itu.
"Turun!" perintah Aliandra menarik tangan Ilyana.
"Nggak! Sebelum kamu menjawab." Ilyana menolak dan mengeraskan hatinya.
"Jangan bikin malu," bisik Aliandra melirik ke kanan dan kiri.
"Sudah Kap, jawab," bujuk seorang pilot yang mengenalnya.
Aliandra mendengus kesal, dia menggelengkan kepalanya sangat malu. Dia menarik kopernya dan pergi begitu saja.
"Apa aku salah mencintai kamu? Apa aku tidak boleh memiliki kamu? Aku takut tidak memiliki kesempatan untuk memiliki kamu. Makanya aku lakukan ini biar tidak ada orang lain yang berani mengambil start-ku untuk memiliki kamu," teriak Ilyana lantang menghentikan langkah kaki Aliandra.
Aliandra mematung di depan pintu, tubuhnya kaku dan bingung harus menjawab apa.
"Kapten Langit, apakah kamu bersedia menjadi suamiku? Menjadi ayah dari anak-anakku dan menjadi pelindungku?" Ilyana mengulang permintaannya.
Suasana di ruang itu hening dan tegang. Aliandra menoleh sekilas tanpa berucap apa pun dia melangkah pergi. Ilyana menunduk menahan malu serta kesedihannya. Semua menjadi iba padanya, apa sekeras itu prinsip Aliandra?
Perlahan Ilyana turun dari bangku dan duduk menunduk lemas memecahkan air matanya. Tak terduga sebuah tangan menariknya.
"Ayo pergi!"
#########
Sumpah!!! Nekad lo, Ly!!! Gilaaaa!!! Ck Ck Ck Ck!!! Ilyana gila!!!! Hahahahaha
Cerita ini beda dari cerita saya sebelumnya. Yang lebih agresif ceweknya. Jadi maaf jika ada yang kurang setuju. 🙏🙏🙏🙏
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top